Bab 8 Bawahan yang Baik Tahu Diri
Di Klub Laurel.
Ya ampun, aku sial sekali. Begitu turun dari mobil, aku malah berpapasan dengan Linda.
Dia pasti datang ke sini untuk mengantarkan dokumen. Napasnya terengah-engah karena berlari di tengah cuaca yang panas. Wajahnya terlihat berminyak, riasannya juga agak luntur karena berkeringat.
Dia terlihat acak-acakan.
Di sisi lain, aku mengenakan gaun merah yang seksi. Aku juga sudah memasang rambut tambahan, jadi rambutku sekarang panjang sepinggang.
Saat terkena embusan angin, aku tampak menawan dan memikat.
Sedangkan Linda ....
Tubuhnya basah oleh peluh.
"Lagi-lagi kamu! Kamu pikir Pak Chris akan jatuh cinta padamu kalau kamu berpakaian seperti ini? Sudah kubilang, cepat atau lambat Pak Chris pasti akan menjadi kekasihku!" geram Linda sambil menggertakkan gigi dan berkacak pinggang.
Wah, wah.
Dia malah mengajakku berperang.
Sayangnya, aku sama sekali tidak peduli padanya.
"Tolong minggir, Bibi Linda. Bawahan yang baik itu tahu diri," jawabku sambil tersenyum membawa map dokumen.
"Ka ... kamu, kamu ...."
Saking marahnya, Linda sampai tidak sanggup berkata-kata.
Hmph.
Aku sengaja tidak meladeninya waktu di vila Chris karena aku bersikap sopan terhadapnya. Dia sendiri yang sekarang tidak tahu diri, jadi kenapa aku harus tetap diam saja?
Aku pun hendak memasuki klub.
Linda bergegas menyusulku.
Namun, sebelum dia bisa menghentikanku, pintu lift pun terbuka. Pak Adam yang mengenakan jas hitam melambai dari dalam lift sambil berkata, "Masuklah, Amelia."
Pak Adam adalah murid ayahku, dia membantuku semata-mata demi ayahku.
Linda sendiri hanyalah seorang sekretaris.
Di Grup Buseno, dia adalah bawahan Pak Adam.
Begitu mendengar Pak Adam memanggilku, ekspresi Linda yang semula terlihat sangat marah pun langsung berubah menjadi sabar dan tidak rela. Mana mungkin dia berani mempermalukanku.
Aku mengusap bahu Linda dan berjalan melewatinya sambil berujar mengingatkan, "Ucapanmu tadi benar. Cepat atau lambat Chris memang akan menjadi pacarku. Tunggu saja."
Linda balas menggertakkan gigi dengan marah.
Namun, dia tidak berani mengatakan apa pun lagi.
Aku berjalan menuju Pak Adam dengan sambil tersenyum lebar.
"Terima kasih sudah mau membantuku, Kak Adam. Aku nggak akan melupakan budi baik ini."
Aku mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Pak Adam sambil mengatupkan tanganku.
Pantas saja Pak Adam menjadi asisten Chris, ekspresi dan nada bicaranya sedingin atasannya. "Kali ini saja, aku nggak akan membantu lagi untuk kali berikutnya. Pak Chris pasti marah kalau sampai tahu."
"Iya, oke!"
Aku tersenyum dengan sopan.
Pak Adam pun mengajakku ke ruang tunggu untuk Chris dan berkata sebelum berjalan pergi, "Tunggu di sini dulu, Pak Chris masih sibuk."
"Oke."
Aku memperhatikan sekeliling ruang tunggu yang hanya berwarna hitam dan putih itu.
Chris pasti jarang ke sini. Sama sekali tidak ada jejak kehidupan di sini, tempat ini sama kosongnya seperti lobi hotel.
Aku memberanikan diri untuk berkeliling.
Lalu, akhirnya aku duduk di sofa.
Sofa berwarna hitam ini membuat kakiku yang ramping dan putih terlihat makin cantik dan bersinar. Aku yakin Chris akan menyukai pinggang rampingku.
Setelah sibuk berpikir jauh entah ke mana, aku pun mulai mengantuk.
Sepertinya aku kurang tidur karena sibuk mempersiapkan ujian masuk universitas. Aku selalu saja mengantuk selama setengah bulan setelah ujian ini.
Aku ke sini hari ini dengan misi, jadi aku tidak boleh sampai tertidur.
Aku menepuk-nepuk pipiku.
Aku menunggu sepanjang hari hingga matahari terbenam, tetapi Chris belum juga selesai.
Di belakang rak buku sebenarnya ada lemari anggur.
Botol anggur berjejer di dalamnya.
Aku memilih sebotol anggur yang bagus dan sudah berusia lama. Awalnya aku hanya ingin minum segelas untuk menghabiskan waktu. Ternyata anggur ini terasa begitu lezat sampai-sampai aku tidak sadar sudah menenggak setengah botol.
Aku merasa energiku sudah kembali, jadi aku langsung menenggak sisanya.
Kabar baiknya adalah aku tidak mengantuk lagi
Kabar buruknya, aku mabuk.
Wajahku menjadi merah padam dan nyaliku meningkat. Aku melepaskan sepatuku dan mengangkat kakiku. Hehehe, aku berdiri tanpa alas kaki di atas meja tempat mesin teh diletakkan.
Aku memejamkan mataku dan mulai menarikan tarian Latin.
Saat aku sedang melompat, tiba-tiba terdengar seruan kaget.
Aku yang panik pun sontak hendak terjatuh ke atas lantai, tetapi tiba-tiba ada yang memegang punggung bawahku. Rasanya dunia berputar untuk sesaat. Saat kesadaranku kembali, Chris sudah berada di dekatku.
Bukan itu saja, aku bahkan merangkul lehernya. Kedua betisku yang tidak tahu malu itu menjepit pinggang Chris yang kekar