Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 1 Aku Turut Berbahagia untuk Kalian

Teriakan dari bawah sontak membangunkanku pagi-pagi benar. Gerald Buseno yang sedang berseru dari bawah, "Amelia, aku tahu kamu bisa mendengarku! Sebenarnya apa yang kamu suka dari aku? Beri tahu aku supaya bisa segera kuubah!" Aku ingat Gerald mengucapkan ini sebelum aku menjalani ujian masuk universitas. Namun, bukankah aku sudah meninggal di rumah sakit jiwa? Kenapa sekarang mendadak kembali lagi di momen ini? Aku langsung turun dari atas kasur. Begitu melihat pantulan diriku yang masih muda dan energik di cermin besar, aku sontak tertegun. Aku terlahir kembali! Aku masih ingat bagaimana Gerald datang menemuiku sehari sebelum ujian masuk universitas untuk membatalkan pertunangan kami. Bagus sekali! Aku segera mengganti pakaianku. Saat turun, aku mendengar ibuku berkata, "Gerald, kamu sengaja ya mau merusak konsentrasi Amelia tepat sehari sebelum ujian masuk universitas? Masa kamu nggak bisa menunggu setelah ujian masuk baru mengatakannya?" "Bibi Nina, nggak cuma putri Bibi saja yang harus mengikuti ujian masuk universitas, tapi Valen juga! Jadi manusia itu nggak boleh egois. Kenapa aku harus membiarkan Amelia fokus dengan persiapan ujian dan mengorbankan Valen?" Gerald menjawab sambil memutar bola matanya. Tepat pada saat itu, terdengar bunyi mesin mobil di luar. Johan Buseno datang bersama istrinya, Siska Monela. "Dasar anak durhaka!" kata Johan dengan wajah yang memerah saking marahnya. Begitu masuk, dia bergegas menghampiri Gerald dan memukuli putranya itu dengan kasar menggunakan tongkat golf. Gerald balas memelototi Johan sambil mengancam, "Sekalipun Ayah menghajarku sampai mati, aku tetap nggak suka dengan Amelia! Kami itu tumbuh besar bersama, aku sama sekali nggak punya perasaan romantis untuknya! Kenapa aku harus bersikeras bertunangan dengannya?" Siska ikut melangkah maju. Melihat itu, aku buru-buru menyela mereka, "Hentikan, Paman! Bibi!" Pemukulan terhadap Gerald ini adalah asal-muasal Gerald benci padaku. Karena langit sudah berbaik hati memberiku kesempatan untuk mengulang hidupku, tentu saja aku tidak akan melakukan pilihan hal yang sama. Aku menghampiri ibuku terlebih dahulu. "Selamat ulang tahun, Bu. Aku sayang Ibu," ujarku. Benar sekali, hari ini ibuku berulang tahun. Aku terlahir kembali dalam semalam. Rasanya aku ingin menangis bisa melihat ibu tersayangku lagi. Aku pun mengecup ibuku dengan sayang. "Percayalah pada putrimu ini. Biar aku yang bereskan masalah ini, ya?" Ibuku balas mengangguk mengerti dan aku tersenyum, lalu berbalik badan menatap Johan dan Siska. "Paman, Bibi, ayo kita bicara sebentar." Aku pun berjalan ke arah pintu. Sedari tadi, aku bahkan tidak melirik ke arah Gerald. Tentu saja Johan dan Siska merasa kaget dengan sikapku ini. Begitu mereka berjalan menghampiriku, aku bisa melihat ekspresi bersalah di wajah mereka. Gerald dan aku sudah berteman sejak bayi karena ayahku menyelamatkan Johan yang tercebur ke dalam air. Sebagai rasa berterima kasih, Johan sesekali selalu berkunjung ke rumah kami. Lambat laun, Gerald dan aku pun menjadi dekat. Saat melihat kedekatan kami, orang tua kami menjodohkan kami. Dengan alasan utang budi itu, aku dan Gerald akhirnya menikah di kehidupan kami yang sebelumnya. Mereka juga bahkan selalu menghalalkan berbagai macam cara agar Gerald mau tidur denganku. Bahkan terkadang mereka sampai menyiapkan obat perangsang nafsu atau semacamnya. Namun, Gerald tidak pernah meminumnya. Di sisi lain, mereka akan memaksaku untuk meminumnya. Begitu aku mulai merasa tidak nyaman, Gerald pasti hanya akan menatapku dengan dingin. Sekalipun aku meminta bantuannya untuk memuaskanku, dia akan tetap bersikap acuh tak acuh. Jika aku ingin mengubah nasibku kali ini, hal pertama yang harus kulakukan adalah membujuk Johan dan Siska. "Paman, Bibi, besok itu ujian masuk universitas. Paman dan Bibi tahu sendiri bagaimana sifat Gerald. Makin dipaksa, dia akan makin menolak. Bagaimana kalau sekarang biarkan saja pertunangannya dibatalkan dulu supaya dia bisa fokus mempersiapkan ujian dengan kepala dingin?" Ucapanku membuat Johan dan Siska tertegun dengan kaget. Sudah menjadi rahasia umum di sekitar sini bahwa putri Keluarga Nizina jatuh cinta pada Gerald. Jangankan membatalkan pertunangan, aku bahkan akan menangis hebat melihat Gerald dekat dengan wanita lain. Namun, sekarang aku malah berkata seperti itu. "Amelia ...." "Bibi, anggap saja ini sebagai permintaanku." "Baiklah." Siska tahu aku sudah memantapkan hati, jadi dia menoleh ke arah Johan. Johan ikut menghela napas, lalu menatap putranya dengan tajam. "Kenapa kamu masih bengong di sini? Bukannya kamu yang mau membatalkan pertunangannya? Kenapa bukannya pulang dan belajar buat besok?" Gerald sontak tertegun. Gerald berjalan melewatiku, lalu memperingatkan dengan keras, "Amelia, trik apa lagi ini? Kuberi tahu, ya, nggak peduli bagaimanapun rencanamu, yang akan kunikahi hanyalah Valen!" Aku menatap sosok Gerald yang berjalan pergi dengan dingin itu. Rasanya aku ingin sekali membuka kepalaku di kehidupanku sebelumnya dan melihat apa isinya. Jelas-jelas di dalam hati Gerald hanya ada Valen Novemita. Namun, aku malah terus berpikir untuk menunjukkan tampang asli Valen kepada Gerald. Bah! Padahal Valen itu tipe wanita yang suka mempermainkan pria, bahkan dia juga yang merancang rencana penyelamatan Gerald waktu itu. Namun, apa urusannya itu denganku? Aku bisa-bisanya menyerahkan lembar jawaban kosong karena marah pada Gerald, juga dengan bodohnya menyerah atas ujian masuk universitas. Aku juga seperti koyo menyebalkan yang menemaninya belajar ulang, sibuk sana-sini untuknya. Dulu, kukira Gerald akan luluh dan menikahiku setelah melihat betapa baiknya aku. Ternyata, Gerald mau tidak mau mengalah karena Siska mengancam mau mati saja. Setelah menikah, Gerald hanya berpura-pura baik di luar, tetapi sebenarnya diam-diam meniduri wanita lain. Dulu aku dengan bodohnya mengira bahwa jika aku bisa menyentuh hati Gerald satu kali, aku bisa melakukannya lagi untuk kedua hingga ketiga kalinya .... Tanpa disangka, aku malah menjatuhkan diriku sendiri ke dalam jurang. Pada akhirnya, aku mati bunuh diri di rumah sakit karena menderita depresi parah .... Aku pun memaksakan diri untuk tidak memikirkan semua kejadian yang sudah berlalu itu. Aku pergi untuk membeli kue ulang tahun Ibu, lalu berjalan-jalan sebentar sebelum akhirnya benar-benar bisa menerima kenyataan bahwa aku telah terlahir kembali. Karena besok aku harus mengikuti ujian masuk universitas, jadi hari ini keluargaku merayakan ulang tahun Ibu secara kecil-kecilan. Setelah selesai ujian di hari pertama .... Valen mencegatku di luar ruang ujian. "Amelia, kamu nggak akan menyalahkanku, 'kan?" tanya Valen sambil memamerkan cincin berlian yang melingkari jari tengahnya. "Aku sebenarnya nggak mau, tapi Gerald bersikeras membelikannya buatku. Aku benar-benar nggak bisa menolaknya." "Nggak kok," sahutku sambil tersenyum kecil. "Semoga kalian berbahagia, ya." Aku pun berbalik ke samping dan hendak berjalan pergi. Namun, Gerald bergegas menghampiriku dan mendorongku menjauh. "Amelia, kamu ini benar-benar nggak tahu malu. Keluarga kita sudah sepakat untuk membatalkan pertunangan, kenapa kamu masih cari ribut dengan Valen?" Rasanya aku seperti disambar petir. Aku ingin sekali bertanya kepada Gerald apakah pria itu buta atau tidak. Jelas-jelas ini ruang ujianku, tetapi dia malah mengatakan aku mencari ribut dengan Valen. Belum sempat aku membantah, Gerald sudah berjalan pergi sambil memeluk Valen. Aku pun mengeluarkan ponselku. Aku berniat menelepon Gerald untuk mengklarifikasi kesalahpahaman tadi, sekaligus menyatakan batas di antara kita dengan jelas. Namun, ternyata nomorku diblokir! Sudahlah, Gerald juga tidak akan memercayai apa pun yang kukatakan sekarang. Lebih baik kubuktikan saja dengan tindakanku. Tak lama kemudian, ujian masuk universitas pun selesai. Setelah ini, aku akan melakukan sesuatu yang besar. Sebelumnya aku memberi tahu Ibu bahwa aku akan ke desa untuk menemani Nenek selama beberapa hari, tetapi alih-alih melakukan hal itu, aku malah pergi ke gedung Grup Buseno. Aku ke sini bukan untuk menemui Johan ataupun Gerald, melainkan Chris Buseno, pamannya Gerald. Di kehidupanku yang sebelumnya, Chris adalah orang pertama yang tahu tentang kabar bunuh diriku di rumah sakit jiwa. Walaupun Gerald menentang, dia tetap memakamkanku di lahan pemakaman Keluarga Buseno. Itu karena anak perempuan yang sudah menikah tidak boleh dikuburkan di lahan pemakaman keluarganya. Karena aku tidak bisa dimakamkan di tanah Keluarga Nizina, itu berarti aku harus dimakamkan di lahan pemakaman biasa. Begitulah kebiasaan kami di sini. Karena Gerald menolak mengakuiku sebagai istrinya, pada akhirnya aku dimakamkan sebagai istri Chris. Chris sendiri tidak pernah menikah. Sekarang aku menyadari kenapa dulu Chris sesekali selalu muncul di rumah sakit jiwa tempat aku dirawat. Bukan karena Gerald yang menyuruhnya, tetapi karena dia memang tulus begitu mencintaiku. Jelas-jelas ada pria sebaik Chris di sampingku, tetapi aku malah terobsesi dengan Gerald. Itu sebabnya di kehidupanku yang ini, aku ingin memberanikan diri untuk menyatakan perasaanku kepada Chris. Cuaca di bulan Juni itu cenderung tidak terprediksi. Langit yang semula tampak begitu cerah dan terang mendadak menjadi mendung. Hujan pun langsung turun. Diiringi dengan embusan angin yang dingin menusuk kulit. Lebih parahnya lagi, aku tidak membawa payung. Gaun merah yang sengaja kukenakan untuk menemui Chris pun segera menjadi basah kuyup. Penampilanku yang anggun tampak suram di tengah terpaan hujan dan angin. Di saat aku sedang kecewa karena sepertinya gagal bertemu Chris, sebuah payung hitam besar tiba-tiba muncul di atas kepalaku dan menudungiku dari terpaan hujan badai. "Gerald nggak ada di sini." Itu suara Chris! Suara pria itu terdengar rendah dan memikat seperti dulu. Mataku pun langsung berkaca-kaca.
Previous Chapter
1/100Next Chapter

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.