Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 6

Xena segera menyahut, "Halo, saya adalah murid Pak Wibowo." Pria itu sempat terdiam. "Aku nggak punya waktu luang sekarang." Xena menjawab dengan hati-hati, "Saya bisa kapan saja, kira-kira kapan Anda punya waktu luang?" "Setelah jam enam, mau ketemuan di mana?" "Terserah Anda saja, saya siap ketemuan di mana saja." "Setelah jam enam, kamu datang ke Firma Hukum Kencana." "Baik." Tit, tit … Panggilan terputus. Xena berkedip-kedip tak percaya, orang ini sungguh dingin. Sekarang masih pagi, sedangkan janji temu mereka setelah jam enam malam, berarti dia punya waktu luang seharian penuh. Xena menelepon Wina untuk bertanya apakah bisa bertemu untuk menyerahkan uang kepadanya. Wina hari ini sedang sibuk,jadi Xena tak bisa menemuinya. Hanya bisa bertemu di lain waktu. Dia berpikir tinggal di hotel terus-menerus bukanlah suatu solusi. Renovasi rumah membutuhkan waktu tiga bulan, jadi dia ingin mencari kontrakan untuk tinggal sementara sampai rumahnya selesai direnovasi. Jadi, Xena memutuskan untuk mencari kontrakan di internet. Namun, setelah mencari seharian, dia tetap tak menemukan kontrakan yang cocok. Jam setengah lima sore. Dia tiba di Firma Hukum Kencana lebih awal. Kantor pusat Firma Hukum Kencana terletak di kawasan sibuk ibu kota. Gedung tinggi, mewah, dan megah menjulang tinggi ke awan. Dia menunggu di lantai bawah sampai jam enam lebih, setelah itu dia memutuskan untuk berjalan masuk. Tak heran jika gedung ini merupakan salah satu dari delapan firma hukum terkemuka. Ruang tunggu lobi begitu luas dan terang, mampu menampung lebih dari 100 orang. Dia berjalan ke meja resepsionis. "Malam, aku ingin bertemu dengan Pak Jinan." Resepsionis bertanya. "Apa sudah ada janji sebelumnya?" "Sudah," Balas Xena. "Silakan ikuti saya." Resepsionis membawanya naik lift ke lantai atas, melewati daerah perkantoran. Sesampainya di depan pintu kantor, Resepsionis mengetuk pintu. Tuk, tuk! Terdengar suara dari dalam. "Masuk." Resepsionis membuka pintu. "Pak Jinan, ada wanita yang ingin bertemu dengan Anda. Dia bilang sudah membuat janji sebelumnya." Xena melihat ke dalam, sebuah ruang kantor yang terang dengan gaya minimalis, terlihat tumpukan dokumen berserakan di atas meja besar. Wajah seorang pria terbenam di dalamnya, wajahnya tak terlihat, hanya tampak rambut hitam legam. Jinan menengadahkan wajah, saat itulah Xena melihat muka pria itu. Dia memiliki bentuk wajah segitiga dan tampak menawan. Tatapan matanya terlihat sedikit dingin seolah bisa melahap segala emosi. Aura kuat memancar dari tubuhnya yang membuat siapa saja kagum dan takut mendekatinya di saat bersamaan. Xena tiba-tiba merasa canggung. Aura pria ini begitu menekan. Sandy juga orang yang memiliki tatapan tajam, hanya dengan sekali tatap orang bisa terdiam ketakutan. Tetapi aura tekanan orang ini berasal dari sifat tenangnya, aura yang terpancar merupakan hasil dari pengalaman yang tak terhitung. Jinan melihat orang yang berada di pintu dengan tatapan datar, lalu berdiri dari mejanya. Pria itu mengenakan setelan kemeja hitam dengan ujung baju masuk ke dalam celananya, postur tubuhnya begitu semampai. "Candra, tolong ambilkan dua gelas air." "Masuk dan duduklah." Pria itu sedikit mengangkat celana dan duduk di sofa ruang tunggu. Xena masuk dan duduk di hadapannya. Pandangan Jinan tak sengaja tertuju ke tubuh Xena. Wajah Xena begitu mungil, setelah potong rambut, kontur wajahnya menjadi sangat jelas. Satu sisi rambut disematkan ke belakang telinga, memperlihatkan telinga kecilnya yang putih dan lembut, hidung mancung, serta bibir merah muda yang menambah kesan anggun sekaligus bermartabat. "Ini resume saya." Xena menyerahkannya kepada Jinan. Jinan menerima resume tersebut, lalu membacanya. Candra membawa air dan memberikannya kepada Xena. Wanita itu menerima dengan kedua tangan sembari berterima kasih, "Terima kasih." Candra tersenyum. "Sama-sama." Dia meletakkan gelas air lainnya di depan Jinan. Kemudian, keluar dari ruangan itu. Jinan menengadahkan wajah dengan acuh tak acuh, lalu berkata, "Magister universitas hukum dengan nilai tinggi, tapi nggak punya pengalaman kerja?" Dia menyandarkan punggung ke sofa. "Kenapa nggak kerja setelah lulus?" Xena terdiam sejenak. "Saya menikah." Jinan tak bertanya lebih jauh lagi. "Aku bisa mempekerjakanmu, tapi harus mulai dari bawah dengan masa percobaan selama setahun," ucapnya dengan acuh tak acuh, bahkan terdengar agak galak. Xena segera mengangguk. "Siap." Bisa mempekerjakannya saja sudah menjadi kesempatan. "Datanglah besok." Setelah mengatakan itu, Jinan berdiri dan kembali ke meja kerjanya. Xena berdiri dan berkata, "Baik, terima kasih." Jinan menoleh ke arahnya. "Aku melakukan ini demi Pak Wibowo." Xena mengambil kembali resumenya sembari mengatupkan bibir. "Saya tahu." Dia keluar ruangan dan menutup pintu dengan lembut. Setelah pintu tertutup, Jinan melihat ke arah pintu dengan ekspresi rumit. Huu … Setelah menutup pintu, Xena menghela napas lega. Meskipun nantinya akan terasa cukup sulit untuk menghadapi atasan seperti itu, kesempatan ini bisa mengasah tekad juga, 'kan? Dia pun bergegas menuju lift untuk turun ke lobi. Xena datang kemari menggunakan taksi, dia bersiap untuk jalan-jalan guna menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Dia mengenakan sepatu hak tinggi, karena sudah lama tak memakainya, kakinya terasa agak tak nyaman. Berjalan sebentar saja sudah membuat kakinya sakit. Dia duduk di tepi taman bunga, ketika ingin melepas sepatu untuk memeriksa kondisi kakinya, tiba-tiba sebuah bayangan menutupinya. "Kamu datang mencariku?" Suara yang terdengar begitu familier. Xena menengadahkan wajah dan melihat Sandy berdiri di bawah lampu sembari menatapnya. Dari sudut pandangnya, garis rahang pria itu terlihat jelas. "Aku hanya kebetulan duduk di sini." Xena menjelaskan. Wajah Sandy terlihat begitu muram. "Kebetulan? Kebetulan berdandan, mengenakan pakaian bagus, berada di dekat kantorku, dan bertemu denganku. Bukannya kamu sengaja berdandan untuk menemuiku dan mengajak balikan? Xena, meski kamu berusaha mengelak, carilah alasan yang cukup meyakinkan. Bukannya ini kebetulan beruntun?" Hari ini Xena mengenakan mantel berwarna cokelat dengan sabuk, menunjukkan pinggangnya yang ramping dengan jelas, sepatu bot pingai terpasang di kakinya, memperlihatkan sedikit betisnya yang putih dan ramping membuat wanita itu terlihat lebih tinggi dan bahenol. Terutama saat duduk, kakinya makin kelihatan. Dia berpakaian seperti ini agar tetap bermartabat saat bertemu dengan orang. Dia tak bisa menahan untuk tak terkekeh. Dulu, Xena menghabiskan hari-harinya untuk merawat Sandy, mulai dari pakaian, makanan, sampai rumah. Dari setelan apa yang dikenakan hingga perpaduan dasi, bahkan sampai merek sabun yang dia suka. Semua hal dia perhatikan dengan teliti. Dirinya sama sekali tak memiliki waktu untuk berdandan. Dia tiba-tiba berpakaian seperti ini memang tampak sengaja berdandan. Xena berdiri dan menoleh ke sekeliling tempat dia berada saat ini tanpa sadar. Kantor Sandy berada tak jauh dari sana. Tak heran pria itu mengira Xena mencarinya untuk berbaikan. Sungguh kebetulan yang ajaib. Wanita itu menarik napas dalam-dalam. "Kamu benar-benar salah paham. Kalau sudah cerai, ya cerai. Aku nggak mungkin balikan denganmu." Sandy yang mendengar itu, menjadi semakin kesal. Ini sudah berapa hari? Apa amarahnya masih belum reda? Semalam, dia punya kebiasaan memeluk Xena. Namun, alhasil kini sisi lain ranjang kosong. Setelah terbangun, pria itu tak bisa tidur dan selalu menunggu pesan dari Xena. Meski sudah menunggu semalaman, tetap tak ada pesan darinya. Dulu, wanita itu pasti akan mengiriminya beberapa pesan setiap hari. "Kamu mau makan apa?" "Pulang jam berapa?" "Kerjaan hari ini sibuk, nggak?" Meski terkadang mereka bertengkar, dia tak pernah mengabaikan Sandy lebih dari 24 jam. Sebesar itulah rasa cinta Xena kepadanya. Namun, kali ini, dia merajuk cukup lama. Sandy merasa tak terbiasa ketika pulang tak melihat sosok Xena. Beberapa hari ini, sarapan tak pernah tepat waktu sampai membuat perutnya agak sakit. Kebiasaan hidup yang sudah terbentuk selama bertahun-tahun tiba-tiba berubah, ritme hidupnya pun menjadi kacau. "Xena, apa kamu masih marah?" Dia menggertakkan gigi. "Kamu benar-benar berusaha keras demi membuatku jengkel. Jelas-jelas kamu tahu aku paling suka penampilanmu dengan rambut panjang, tapi kamu malah sengaja potong rambut. Apa yang sudah kamu lakukan ini berlebihan." Walau dengan potong rambut pendek, dia tampak menjadi lebih memesona. Namun, Sandy lebih menyukai penampilan polosnya dengan rambut panjang. Xena, "?" Dia tertawa karena marah. "Gangguan kepribadian narsistik juga merupakan penyakit. Sebaiknya kamu pergi ke rumah sakit untuk menemui psikiater buat konsultasi dan memeriksa otakmu."

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.