Bab 10
Serina berkata dengan ekspresi acuh tak acuh, "Dia telah melakukan semua yang harus dan tidak boleh dilakukan seorang istri. Satu-satunya hal yang hilang di antara kalian berdua adalah akta nikah."
Aldi menatap wajah Serina, mencoba menemukan sedikit pun kesedihan di wajahnya, tetapi tidak ada, Serina benar-benar tidak peduli lagi.
Entah kenapa, Aldi merasakan sakit di hatinya.
Aldi membuang muka lalu berkata dengan nada dingin, "Selama kita belum bercerai, kamu punya kewajiban untuk menjagaku!"
Serina merasa agak kesal tapi terlalu malas untuk berurusan dengan Aldi. Saat ini, dia mengeluarkan ponselnya untuk mengeluarkan Merina dari daftar blokir dan mengiriminya pesan.
Kediaman Keluarga Drajat.
Merina sudah selesai mandi dan bersiap untuk tidur, tapi wajahnya menjadi pucat setelah menerima pesan dari Serina.
Serina, perempuan jalang ini!
Dia segera bangkit, mengganti pakaiannya lalu turun ke bawah. Dia kebetulan bertemu dengan Melisa dan Alex yang baru kembali dari jamuan makan. Melihat bahwa Merina akan keluar, orang tuanya itu tidak bisa menahan cemberut.
"Merina, kemana kamu akan pergi selarut ini?"
Merina memaksakan senyum, memandang Melisa lalu berkata, "Bu, Kak Aldi minum terlalu banyak. Dia sendirian di rumah sekarang. Aku mengkhawatirkannya, jadi aku pergi untuk melihatnya."
Melisa melirik Alex sebentar. Ketika melihat bahwa Alex tidak menunjukkan ekspresi apa pun, Melisa pun tersenyum kepada Merina sambil berkata, "Sekarang sudah terlalu malam, tidak aman kalau kamu menyetir sendiri, Pak Andi saja yang mengantarmu."
"Oke, terima kasih, Bu," jawab Merina.
Setelah Merina pergi, sambil berpikir Melisa pun berkata, "Sepertinya Aldi masih punya perasaan pada Merina, kalau tidak, dia tak akan bilang kalau dia habis minum pada Merina."
Alex mengangguk lalu berkata, "Biarkan Merina mengurusnya dengan baik. Kebetulan tidak banyak orang yang tahu tentang pernikahan Aldi dengan Serina, jadi tak akan mengganggu saat mencari calon suami untuk Merina nanti."
Bagi Alex, tidak masalah apakah Serina atau Merina menikah dengan Aldi, selama itu bisa membawa keuntungan bagi perusahaannya.
Adapun Serina, setelah menceraikan Aldi, Alex akan mencarikannya seorang suami yang dapat membawa manfaat bagi Keluarga Drajat.
Serina juga Aldi terdiam sepanjang jalan. Ketika mereka sampai di depan pintu rumah, tanpa sadar Aldi mengerutkan kening ketika dia melihat lampu di dalam menyala.
Selain dia dan Serina, hampir tidak ada yang datang ke rumah ini, apalagi hari sudah sangat larut.
"Apakah kamu sudah pulang hari ini?" tanya Aldi.
Serina pun berkata dengan tenang, "Kamu akan tahu saat kamu membuka pintu."
Aldi pun memasukkan kata sandi vila. Begitu dia membuka pintu, dia melihat sesosok tubuh ramping dan tanpa sadar tatapannya menjadi dingin.
"Serina, apa maksudmu!" kata Aldi.
Merina telah memasak sup pengurang mabuk dan baru saja menaruhnya di atas meja saat dia mendengar suara Aldi dari depan pintu.
Merina berbalik lalu segera berjalan menuju pintu.
Di depan pintu.
Aldi menatap Serina dengan ekspresi kesal, hatinya terasa hancur.
Tanpa diduga, Serina bisa melakukan ini, dia memanggil Merina ke rumah mereka!
Apakah dia tahu apa artinya ini!
Serina tampak acuh tak acuh lalu berkata tanpa ekspresi, "Bukankah kamu bilang kamu minum terlalu banyak? Jadi aku membantumu menelepon orang yang kamu rindukan siang dan malam untuk datang dan menjagamu. Kamu harusnya berterima kasih padaku."
"Coba katakan sekali lagi!" kata Aldi.
Melihat ekspresi tidak percaya Aldi, Serina tidak berminat untuk terus menyulut kemarahannya. Dia pun dengan dingin berkata, "Aku sudah mengundang Merina untukmu. Aku tak akan mengganggu percakapan romantis kalian di sini. Stelah kamu tandatangani perjanjian perceraiannya, kirimkan saja melalui kurir."
Serina berbalik lalu pergi dengan tenang, tidak menunjukkan bahwa dia menahan dirinya sama sekali.
Aldi sangat marah dan hendak mengejarnya saat lengannya tiba-tiba ditarik.
"Kak Aldi ... aku sudah memasak sup pengurang mabuk untukmu, masuklah dan minumlah," ujar Serina.
Melihat ekspresi hati-hati Merina, Aldi mengerutkan kening, mengulurkan tangannya sambil berkata, "Merina, pulanglah."
Merina menggelengkan kepalanya, "Kak Aldi, kalau tak mau pergi, aku akan tinggal di sini bersamamu. Kakakku mengirimiku pesan yang mengatakan kalau kamu mabuk. Aku khawatir kalau kamu sendirian di sini."
Aldi mengerutkan keningnya, lalu berkata dengan suara pelan, "Serina memberikan kata sandinya padamu?"
"Iya ...."
Melihat wajah Aldi menjadi muram, Merina berkata dengan cepat, "Kalau kamu tak suka aku datang, aku tak akan datang lain kali. Jangan marah."
Aldi menutup matanya lalu berkata dengan suara yang rendah, "Merina, aku ingin sendiri sebentar."
"Aku akan tinggal bersamamu dalam diam dan tak akan mengganggumu," kata Merina.
"Aku akan meminta Pak Yatno untuk mengantarmu pulang."
"Kak Aldi ...."
"Turuti aku!" bentak Aldi.
Merina menggigit bibir bawahnya, mengangguk, lalu dengan enggan berkata, "Oke, kalau kamu merasa tak nyaman. Nanti kamu harus meneleponku, ya!"
"Iya."
Setelah Merina pergi, Aldi menutup pintu lalu masuk ke ruang tamu. Ketika melihat surat perjanjian cerai masih di atas meja, tatapan dingin melintas di matanya, dia pun segera berjalan ke meja, mengambil surat perjanjian cerai tersebut lalu merobek-robeknya dan langsung membuangnya ke tempat sampah.
Ingin bercerai dengan Aldi? Hanya mimpi!
Keesokan paginya, tidak lama setelah Serina tiba di kantor, Bagas Kadir datang.
Dengan ekspresi marah di wajahnya, Bagas memelototi Serina sambil berkata, "Bu Serina, Anda memberhentikan setengah dari orang-orangku, bukankah itu terlalu berlebihan!"
Serina tampak acuh tak acuh. Dia mengangkat alisnya sambil berkata, "Pak Bagas, harap bersabar, aku akan berkomunikasi dengan departemen personalia. Saat ada rekrutmen karyawan, departemen Pak Bagas akan menjadi orang pertama yang dipertimbangkan."
Wajah Bagas memerah karena marah, apakah yang Serina maksud!
Semua kerabat yang Bagas rekrut untuk bekerja di Madelinne sudah diberhentikan. Teleponnya tidak berhenti berdering sepanjang pagi, menanyakan apa yang terjadi.
Awalnya, Bagas bekerja sebagai tukang bata di lokasi konstruksi. Kemudian, dia bertemu dengan Serina secara kebetulan. Saat itu, keluarga Bagas sangat miskin, jadi setelah Bagas membantu Serina, Serina memberinya 10% saham Madelinne sebagai imbalan.
Awalnya, Bagas tidak menganggapnya serius sahamnya, tetapi setelah itu Madelinne berkembang di bawah kepemimpinan Serina dan dividen tahunan Bagas mencapai puluhan juta. Pada saat itulah Bagas menyadari bahwa 10% saham Madelinne sangatlah berharga.
Awalnya, Bagas berterima kasih pada Serina, tetapi jumlah uang yang hadir tiba-tiba dan berjumlah sangat banyak itu juga telah mengubah kejiwaannya secara drastis.
Bagas menjadi sombong karena dibanggakan oleh kerabat serta orang-orang di kampung halamannya. Dia juga menikmati perasaan hebat karena bisa suka-suka merekrut kerabatnya ke dalam Madelinne.
Sekarang, setelah Serina memecat semua kerabatnya dan membuatnya kehilangan muka di depan mereka, dia menjadi sangat benci pada Serina.
"Bu Serina, kalaupun kita merekrut kembali, itu akan memakan waktu cukup lama. Siapa yang bisa menjamin kalau karyawan baru akan bisa langsung mahir dalam pekerjaan yang sekarang dikerjakan oleh karyawan yang diberhentikan? Begitu orang-orang ini diberhentikan, departemen yang saat ini aku kelola pasti akan langsung lumpuh!"
Serina meletakkan dokumen di tangannya lalu menatap Bagas dengan mata jernih yang seolah-olah memiliki kemampuan untuk menembus segalanya.
Entah kenapa, Bagas tidak berani menatap Serina. Dia selalu merasa seolah Serina bisa membaca pikirannya.
Serina tersenyum lalu berkata, "Lalu menurut Pak Bagas, apa yang harus kita lakukan?"
Bagas buru-buru berkata, "Bu Serina baru saja kembali bekerja, jadi masih awam dengan semua urusan perusahaan. Aku sarankan sebaiknya Ibu belajar dulu tentang bagaimana perusahaan ini berjalan. Biarkan masing-masing departemen berjalan dengan normal, baru memikirkan untuk memberhentikan mereka."
Setelah hening beberapa saat, Serina mengangguk sambil berpikir. Setelah itu, dia pun berkata, "Pak Bagas benar."
Mendengar ini, Bagas merasa senang. Serina sangat mudah dibodohi, sepertinya Bagas bisa terus menambahkan orang ke Madelinne di masa depan.
Namun, detik berikutnya, kata-kata Serina membuatnya membeku di tempat.
"Kebetulan Pak Bagas ada di sini sekarang. Bagaimana kalau Pak Bagas memberitahuku sekarang apa yang telah dilakukan departemen yang Bapak pimpin dalam beberapa tahun terakhir. Selain itu, apa yang dilakukan orang-orang yang saya berhentikan setiap hari?"