Bab 5
Aku dengan gugup menoleh ke arah kamar mandi. Carson yang hanya memakai handuk melangkah keluar.
Carson memiliki bahu yang lebar, pinggang ramping, dan tubuh yang proporsional.
Kulitnya tidak hitam, tetapi juga tidak putih pucat, melainkan tampak cerah dan bugar.
Dulu, aku tidak membolehkan Carson untuk tampil telanjang di depanku. Di malam reuni teman sekolah kali itu, aku juga tidak sepenuhnya sadar. Oleh karena itu, aku tidak tahu Carson punya postur badan yang begitu bagus.
Saat menyadari aku melamun karena melihat badan Carson, aku memalingkan mata dengan canggung.
Carson segera berjalan ke arahku dengan membawa hawa panas.
Aku mundur dengan gugup dan tergagap saat bertanya, "Ka ... kapan kamu pulang? Lapar nggak? Aku ... aku masakkan."
"Masak?" Carson menyeringai sinis. "Selain makan, memangnya kamu bisa masak?"
Aku tidak bisa berkata-kata.
Di mata Carson, aku mungkin adalah seorang nona yang tidak bisa apa-apa.
Namun, kenyataannya memang begitu. Aku juga tidak tahu aku punya keterampilan apa lagi selain menari.
Carson tiba-tiba mendekat sehingga napasnya yang hangat berembus ke telingaku dan membuatku tegang.
"Sebenarnya, selain masak, kamu bisa lakukan yang lain untuk membuatku senang."
Mata Carson sangat gelap, penuh akan hasrat yang terlihat jelas.
Sebagai wanita simpanan, aku tahu aku harus menjilat dan menyenangkan Carson.
Akan tetapi, tubuhku tidak mematuhi perintah otakku.
Perbedaannya terlalu besar. Sulit bagiku untuk menyesuaikan diri dengan status sebagai wanita simpanan Carson.
Ketika aku sedang galau, Carson tiba-tiba menciumku.
Ciumannya galak dan kuat, serta mendominasi.
Aku terkejut sehingga memukul bahunya secara refleks sebagai bentuk perlawanan.
Carson melepaskanku, lalu mengernyit dan menyeringai. "Kalau aku Carman, kamu nggak akan melawan, 'kan?"
Carman adalah adik Carson.
Namun, apa hubungannya dengan Carman?
Benar, dulu aku menyukai Carman. Akan tetapi, aku sudah putus kontak dengan Carman sejak menikah dengan Carson.
Sudah tiga tahun aku tidak bertemu dengan Carman.
Jika Carson tidak mengungkitnya sekarang, aku hampir melupakan Carman.
"Carman akan pulang ke dalam negeri sebentar lagi. Kamu sangat merindukannya, 'kan?" Tebersit kedinginan di mata Carson yang gelap saat dia menatapku.
Aku menjilat bibirku dan ingin menyuruh Carson jangan asal menebak.
Carson tiba-tiba menyeringai sinis lagi. "Di matamu, aku selalu kalah dibanding Carman. Sekalipun aku sudah sukses sekarang, kamu juga memandang rendah aku, 'kan?"
Mengapa sepertinya Carson agak pesimis?
Aku buru-buru berujar, "Carman memang unggul, tapi kamu ...."
"Diam!"
Carson tiba-tiba membentak dengan suara rendah. Ekspresinya sedingin es.
Aku menelan kembali kata "lebih unggul" yang ingin kuucapkan.
Carson jelas sedang marah. Aku merapatkan bibir dan terdiam.
Carson bersandar di ambang jendela dan menyalakan sebatang rokok. Dia menatapku seraya tersenyum.
Carson mengembuskan lingkaran asap, lalu berkata dengan santai, "Kelihatannya Nona Meisy masih sombong, nggak cocok jadi wanita simpanan."
Khawatir Carson akan berubah pikiran untuk melunaskan utang keluargaku, aku segera berujar, "Bukan, aku ... aku hanya belum terbiasa."
Carson menyeringai sinis.
Aku menggigit bibir, lalu turun dari ranjang dan berjalan menuju Carson.
Aku sudah memilih jalan ini, maka aku tidak bisa tinggi hati.
Sampai di depan Carson, aku memegang bahu Carson dan mencium bibirnya dengan kikuk, lalu mencium lehernya.
Mata Carson menjadi lebih gelap.
Aku mulai meraba dada Carson, seperti bagaimana wanita cantik di bar menggoda pria.
Namun, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan setelahnya. Aku hanya bisa meraba-raba dada Carson dengan panik.
Carson terkekeh-kekeh dan memegang tanganku yang asal merabanya. Suara Carson sangat serak saat bertanya, "Nggak pandai?"
Aku menundukkan kepala, tidak berani menatap Carson.