Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 6

Sejak kecil, Calvin selalu vulgar ketika makan. Dia tidak menutup mulut sehingga sekitar mulutnya pasti terkena minyak. Berlina makan dengan gigitan kecil, sangat elegan. Bibir merahnya mengkilap karena terkena sedikit minyak. Akan tetapi, Berlina juga tidak kalah cepat saat makan. Makanan di kantin sekolah biasanya berminyak dan asin. Masakan daerah Jimbaran cenderung pedas. Masakan pembantu keluarga Berlina tampak cantik, tetapi lebih hambar. Justru membuat orang tidak punya selera jika memakannya setiap hari. Adapun Feryanto ... dia sangat gelisah. Dia terus menggerakkan pantat di kursinya secara tak terkendali. Tentu saja .... Orang yang duduk di seberang adalah gadis genius dan primadona SMA 1 Likinang, Putri Berlina! Feryanto tidak dapat bersikap vulgar seperti Calvin. Feryanto tidak peka. Akan tetapi, tidak peduli seberapa tidak peka Feryanto, dia perlahan-lahan menyadari perubahan pada Calvin setelah liburan Hari Pendidikan Nasional berakhir. Calvin yang sebelumnya juga berandal, tetapi akan gugup dan gelisah saat berhadapan dengan gadis cantik. Hanya saja, tidak sejelas Feryanto. Adapun Calvin yang sekarang, bahkan saat menghadapi wanita cantik sekelas Berlina, Feryanto dapat merasakan kekaleman dari dalam tubuh Calvin. Calvin menyadari kegugupan Berlina dan kegelisahan Feryanto. Calvin mengambil inisiatif untuk memulai topik pembicaraan. Berkat EQ Calvin, suasana yang tegang segera mencair. Berlina melirik Feryanto sekilas, lalu berbisik pada Calvin, "Kalian ... juga teman baik?" Calvin mengangguk. Dia tersenyum seraya memperkenalkan Feryanto pada Berlina. "Ini Kak Feri. Kami sudah kenal sebelum lahir. Pertemanan kami telah teruji. Dia bisa mengorbankan apa pun untukku!" Otot wajah Feryanto bergetar. Jadi, aku harus mengorbankan segalanya untukmu? Pertemanan kita telah teruji? Cih, lebih baik jangan berteman saja! Berlina tersenyum. Dia benar-benar merasa Calvin sangat hebat. Sama-sama memiliki mulut, mengapa Calvin bisa berbicara begitu banyak dan begitu seru? Feryanto sangat lesu. Dia memutuskan untuk mencari kemenangan dari aspek lain. Feryanto menargetkan sayap ayam di piring Calvin, lalu mengambilnya dan memakannya dengan lahap. "Bangsat ...." Calvin sangat marah. Dia paling suka makan sayap ayam. Untung saja, masih ada dua di piringnya. Melihat itu, mata ramping Berlina berbinar seketika. Calvin adalah teman pertamanya. Berlina sama sekali tidak punya pengalaman dalam berteman. Dia harus mempelajari bagaimana cara berinteraksi dengan teman. Sebagai gadis genius, Berlina memiliki bakat yang luar biasa tinggi dalam belajar. Dia segera menyusun premis dalam benaknya. Pertama, Calvin dan Feryanto adalah teman baik. Kedua, dia dan Calvin juga adalah teman baik. Ketiga, Feryanto merebut sayap ayam Calvin. Keempat, jadi, dia juga seharusnya merebut sayap ayam. "Paham!" Mata Berlina yang cerah penuh semangat. Di saat Calvin sedang tidak memperhatikan, Berlina membidik targetnya dan beraksi. Dia mencontohi Feryanto, mengambil sayap ayam yang tersisa di piring Calvin dan dengan cepat memasukkannya ke dalam mulut. Adegan itu membuat mata Calvin dan Feryanto membelalak. "Apa ... apa yang salah?" Setelah makan satu gigitan kecil, Berlina menaruh sayap ayam itu ke piringnya. Ekspresinya heran dan polos. Calvin memasang ekspresi aneh. "Kamu ... nggak merasa ada yang salah?" "Bukannya teman baik memang begini?" Berlina menganalisis dengan serius. "Kalian teman baik, aku dan kamu juga teman baik. Dia rebut sayap ayammu, jadi aku juga seharusnya rebut!" Lalu, Berlina memakan sayap ayam itu lagi. Mulutnya berminyak. Entah mengapa, Berlina merasa sayap ayam yang dia ambil dari piring Calvin terasa sangat amat enak! Sudut mulut Calvin bergetar. Dia berpikir dalam hati, penalaran gadis ini logis sekali, seperti anak jurusan pemrograman. Hebat sekali, sudah melangkah ke era modern lebih dulu. Calvin akhirnya paham. Rumor tentang sifat angkuh Berlina adalah kebohongan. Sejatinya, Berlina sangat lugu. Terutama naif dalam sosialisasi. Calvin mengangkat alis. "Ehm ... nggak ada yang salah juga, tapi ... selain aku, kamu nggak boleh rebut makanan orang lain lagi!" "Ke ... kenapa?" "Nggak kenapa-napa, pokoknya nggak boleh. Kalau nggak, kita nggak jadi teman." Calvin mengeluarkan sedikit wibawanya sebagai presdir di kehidupan sebelumnya. "Baiklah ...." Berlina mengangguk. Sebenarnya, dia tidak akan merebut makanan orang lain selain Calvin. Sekalipun dia punya teman lain di kemudian hari. Adapun alasannya, mungkin orang lain bukan Calvin. Usai makan, mencuci piring dan membenahinya, mereka bertiga meninggalkan kantin. Mereka menyita banyak perhatian di sepanjang jalan. Dapat dibayangkan bahwa Calvin akan menjadi berita utama di SMA 1 Likinang. Putri Berlina pergi makan ke kantin bareng seorang pemuda. Itu adalah berita heboh. Adapun Feryanto ... orang lain tidak bodoh. Mereka semua menganggapnya tidak penting. Bagaimanapun, tatapan mata Berlina hanya tertuju pada Calvin selama makan. Mereka bertanya-tanya bagaimana Calvin bisa berkenalan dengan Berlina. Feryanto yang terlibat pun merasa heran. Sampai di luar kantin, Feryanto merangkul bahu Calvin sambil berlari kecil beberapa langkah. Lalu, dia berbisik, "Calvin, sebenarnya bagaimana kamu bisa kenal Putri Berlina?" "Tentang ini, aku ceritakan nanti." "Baiklah ...." Feryanto menurunkan tangannya dari pundak Calvin. Calvin menoleh pada Berlina yang sedang berjalan di belakang mereka. Berlina juga mengangkat tangan, ingin merangkul bahu Calvin. Calvin terkejut. "Berlina, kamu mau apa?" Meskipun makan bersama Berlina akan menyebabkan kehebohan, mereka hanya sekadar makan. Hal itu mudah untuk dijelaskan. Jika Berlina benar-benar melakukan kontak fisik dengannya, sulit bagi Calvin untuk memberi penjelasan. Berlina adalah murid yang berpotensi masuk ke Universitas Kintani dan Universitas Benin. Jika Berlina terlibat dalam skandal cinta ketika masih sebulan lebih dari waktu Ujian Nasional, pihak sekolah pasti akan turun tangan. Kemungkinan besar Calvin akan diminta untuk berhenti dari sekolah dan belajar di rumah. Berlina menjelaskan dengan sungguh-sungguh, "Feryanto rangkul bahumu, aku juga mau." Calvin bergegas menggelengkan kepala. "Nggak bisa ...." Berlina murung. "Kenapa?" "Ini ...." Calvin menggaruk bagian belakang kepalanya. Menurut Calvin, jika membicarakan tentang kesenjangan antara pria dan wanita dengan Berlina, gadis polos ini mungkin tidak akan mengerti. Berlina dilindungi dengan sangat baik oleh keluarganya sehingga sangat polos dalam masalah itu. Calvin langsung mengganti penalaran yang dapat dipahami oleh Berlina. "Aku dan Feri sudah mulai kenal sejak dalam kandungan. Dia dapat mengorbankan apa pun untukku, jadi dia bisa rangkul bahuku. Paham?" Setelah merenungkannya, Berlina menggelengkan kepala dengan sedih. "Ehm ... aku paling takut sakit." "Jadi," Calvin menekankan nadanya. "Turunkan tanganmu." "Baiklah ...." Berlina dengan patuh menurunkan tangannya. Mereka bertiga melintasi lorong panjang ke pondok, lalu duduk mengitari meja semen. Mereka mengobrol, sekaligus mencerna makanan yang baru dimakan. Feryanto dengan sadar diri duduk di seberang Calvin dan Berlina. Dia kaget ketika mendapati dua orang itu cukup serasi. Dari segi penampilan, Calvin sama sekali tidak sepadan dengan Berlina. Calvin juga tampan, tetapi kecantikan Berlina tiada duanya. Akan tetapi, aura percaya diri yang terpancar dari dalam tubuh Calvin dapat melengkapi kekurangannya di segi penampilan. Meski Feryanto juga tidak paham dari mana Calvin bisa mendapatkan kepercayaan diri seperti itu. Feryanto bertanya karena penasaran, "Calvin, sekarang sudah bisa cerita, 'kan? Bagaimana kamu bisa kenal Putri Berlina?" "Tentang ini ...." Calvin mulai bercerita. Sampai di bagian signifikan, dia tiba-tiba berhenti. "Lalu?" "Berikutnya adalah konten berbayar. Kak Feri, silakan isi dana." Feryanto tidak bisa berkata-kata. Pada akhirnya, Berlina menceritakan kronologi pengenalan mereka dari sudut pandangnya. Berlina hanya tidak suka berbicara. Tidak ada kendala dengan kemampuan bahasanya, justru lebih terorganisir daripada kebanyakan orang. "Hanya karena satu salah paham?" Feryanto merasa dirinya seperti sedang menonton drama cinta, manis sekali. Calvin malah cemberut. "Berlina, kamu belum sebut poin pentingnya. Poin pentingnya adalah karena aku tampan." Feryanto memutar mata. "Calvin, nggak masalah kamu sok tampan di depanku, tapi kamu sok tampan di depan Putri Berlina?" "Feri, aku beri tahu kamu. Kamu juga tahu aku pergi ke ibu kota provinsi beberapa waktu lalu dan kebetulan ada acara penandatanganan Tulus di Jalan Kembang. Begitu aku ke sana, Tulus langsung bicara denganku .... Coba kamu tebak apa yang dia katakan." "Ehm, apa katanya?" "Ari Wibowo, kamu juga ke sini?" Calvin berekspresi serius. Otot wajah Feryanto bergetar. Berlina menutupi senyuman di wajahnya. Setelah selesai tertawa, Berlina mengajukan satu pertanyaan. "Calvin, apa kamu punya standar dalam berteman?" "Tentu saja ada." Calvin mengangguk. "Setidaknya harus cantik." Calvin menatap Berlina. "Seperti kamu, cantik." Lalu, Calvin menoleh pada Feryanto. "Seperti Kak Feri ...." Feryanto terhibur seketika. "Calvin, setelah bertahun-tahun, kamu akhirnya mengakui ketampananku?" "Dengarkan aku dulu." Calvin memutar mata. "Berlina cantik, tapi kamu ... konyol." "Tinju!" Kemarahan Feryanto memuncak. Dia mengacungkan tinjunya yang besar dan mulai mengejar Calvin. Ketika melihat mereka bercanda tawa, senyuman melengkungkan mata ramping Berlina. Dia juga diam-diam mengepalkan tinju.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.