Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 6

Ketika terbangun, Selina agak terkejut melihat Jordan duduk di sofa. Melihat Selina terbangun, dia segera meletakkan bukunya dan berdiri. "Waktu itu ada rencana mau lihat matahari terbenam, 'kan? Langitnya mendung akhir-akhir ini, mungkin kita ke Universal Studios dulu saja. Kalau kapan-kapan cuacanya cerah, kita ke Gunung Bayan." Ajakan itu terdengar begitu teratur dan terencana. Selina menatapnya dengan tenang selama beberapa saat sebelum mengangguk pelan. Selama tiga tahun berpacaran, Selina yang selalu merayu untuk pergi berkencan. Sementara itu, Jordan belum pernah mengajak Selina pergi berkencan atas kemauan sendiri. Jadi, dia memang agak terkejut saat ini. Mungkinkah Jordan menyadari sesuatu? Selina telah memutuskan untuk melepaskannya. Pergi berkencan tidak lagi menghadirkan kegembiraan yang sama seperti dulu. Keduanya pergi bermain ke Universal Studios hingga siang, berkeliling, dan mencoba berbagai macam wahana. Melihat wajah Selina yang masih terasa dingin, Jordan pun bertanya. "Kamu bosan, ya?" Selina tersenyum ringan sambil menggeleng pelan. "Nggak, aku senang." Seorang fotografer buru-buru menghampiri saat melihat pasangan pria dan wanita yang elok itu tengah berjalan mendekat. "Halo, kalian mau foto?" Jordan tertegun. Dia seketika teringat, mereka tidak pernah foto berdua setelah tiga tahun pacaran. Pria itu hendak membuka mulut, tetapi ponselnya tiba-tiba berdering. Melihat nomornya, dia mengangkat tangan untuk memberi isyarat dan menjawab panggilan terlebih dahulu. Ekspresinya agak berubah usai mendengarkan kata-kata penelepon itu selama beberapa saat. Selina pun diam-diam mengawasinya. Saat kepala Jordan mendadak menoleh, dia ikut menoleh. Giselle, yang mengenakan bando kelinci, hadir di hadapan mereka. Jordan segera mendekat padanya dengan wajah gembira dan bertanya sedang apa gadis itu di sini. Begitu Giselle datang, Jordan benar-benar lupa segalanya. Selina menunduk, menolak tawaran fotografer tersebut dengan sopan, lalu berjalan pergi dengan perlahan. Meskipun hanya sekali, Selina sempat mengira bahwa mereka bisa foto bersama sebelum dia pergi. Ternyata, tidak sama sekali. Giselle tampak tersenyum cerah sebelum menjawab, "Hari ini, aku pergi main sama Kak Jeremy. Tapi, dia ada urusan mendadak dan harus pergi duluan. Bosan sekali sendiri. Eh, aku malah lihat orang mirip kamu dari belakang, ternyata memang kamu. Kebetulan, ya!" Mendengarkan semua itu, sirat bahagia di wajah Jordan seketika luruh. "Kak Jeremy siapa? Aku kenal dia? Punya hubungan apa kalian? Kamu baru pulang dari luar negeri, kenapa tiba-tiba mengajakmu main?" Jordan begitu perhatian dan ingin tahu sejelas-jelasnya soal Giselle, membuat Selina membeku hingga jemarinya mengepal tanpa sadar. "Kamu kenal, kok. Kak Jeremy kakak kelas kita di SMA. Dia mau kuliah di luar negeri juga dua tahun lalu. Aku bantu rekomendasikan dia ke salah satu dosen dan mau berterima kasih saja padaku." Meskipun Giselle sudah menguraikan semuanya dengan jelas, wajah Jordan tetap terlihat kelam. "Panggil aku kalau kamu mau pergi ke mana pun. Jangan pergi dengan orang-orang yang nggak jelas, aku khawatir ada apa-apa sama kamu." Sejak kenal pria itu bertahun-tahun, baru kali ini Selina melihat Jordan sangat posesif terhadap orang lain. Lantas, dia menertawakan diri sendiri dalam hati. Tiga tahun bersama, mana pernah Jordan bicara begitu pada Selina? Bukan tidak mungkin kalau pria itu tidak akan sadar jika Selina pulang larut malam bersama pria lain. Pada akhirnya, merasa begitu khawatir meninggalkan Giselle sendirian, Jordan menawarkan agar mereka bertiga pergi bersama. Giselle langsung setuju tanpa pikir panjang. Selina mengangguk dalam diam, lalu mengikuti keduanya di belakang menuju rumah hantu yang ditargetkan untuk pasangan kekasih. Ruangan berbentuk labirin itu tampak gelap gulita. Hantu dan monster yang menakutkan mulai menampakkan diri dari waktu ke waktu. Giselle tidak pernah berhenti berteriak sejak memasuki rumah hantu. Dia berjalan ketakutan sambil menempel ke dinding, sementara Jordan selalu melindungi di sisinya. Melihat dua orang itu semakin dekat, Selina diam tanpa kata dan mendorong pintu menuju ruang misi. Rumah berhantu ini dirancang khusus untuk pasangan kekasih. Begitu memasuki pintu, dia melihat selembar kertas bertuliskan misi: "Untuk mendapatkan kunci, satu pria dan satu wanita harus berciuman." Giselle mendadak khawatir. Mengamati sekeliling, semua pasangan datang bergandengan tangan ketika dia datang seorang diri. Sosok-sosok hantu menyeramkan sesekali berkelebat di sekitarnya. Dia sangat ketakutan dan ingin segera pergi, sehingga dia menarik satu-satunya pria yang baru masuk. "Maaf, bisa tolong bantu aku ..." Baru setengah kalimat, Jordan yang menunggu di sampingnya segera menarik tangan Giselle dan memeluknya. Dia menundukkan kepala dan mengecup bibir gadis itu dengan lembut. Bibir Giselle masih basah. Matanya terbuka lebar, tetapi Jordan tidak menatapnya, hanya menyerahkan kunci untuk pergi keluar dan berbisik, "Kamu takut, keluar duluan saja." Setelah mengatakan itu, dia menoleh dan melihat Selina. Saat itu, dia baru teringat bahwa Selina bersama mereka. Napasnya agak tercekat. Sepertinya, Jordan tengah memikirkan cara untuk menjelaskan perilaku konyolnya yang mencium gadis lain di depan sang pacar. "Giselle penakut, aku takut dia ..." Belum sampai setengah jalan, tiba-tiba Giselle berteriak dan melompat. Ada sekelompok hantu mengikutinya dalam jumlah banyak. Jordan khawatir gadis itu benar-benar ketakutan, sehingga dia segera berlari ke pintu keluar sambil memeluknya. Lorong sempit itu langsung kacau balau. Selina terjebak di kerumunan, mengamati dua sosok yang gerak-geriknya makin menjauh. Pada akhirnya, selalu Selina yang ditinggalkan.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.