Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 6

Orang yang lahir di keluarga kaya bisa langsung melihat kesan murahan yang melekat di diri Valerie. Tidak ada gunanya berusaha untuk menyenangkan hati. Abigail tidak menyukainya, apalagi Valerie. Kemunculan Naomi seketika menjadi sasaran amarah Abigail. "Benar-benar bodoh, bahkan pria sendiri pun nggak bisa dijaga, sampai membiarkan perempuan murahan masuk ke rumah!" Sean langsung melindungi Valerie di belakangnya, suaranya dingin dan mengintimidasi. "Valerie bukan perempuan murahan, dia temanku. Tolong jaga ucapan Tante!" Naomi mengingat pertama kali dia datang ke rumah keluarga Lennox. Bahkan sebelum masuk ke dalam, Sean sudah mengingatkan berkali-kali agar dia tidak bertengkar dengan anggota keluarga Lennox demi masa depan mereka berdua. Ya, saat itu Sean hanyalah anak haram yang baru diakui kembali. Namun, sekarang, dia adalah pewaris tidak terbantahkan dari keluarga Lennox. Tentu saja, dia bisa melindungi siapa pun yang ingin dia lindungi. Valerie menggenggam tangan Sean dengan ragu-ragu, matanya penuh dengan kekaguman dan rasa kagum yang berlebihan. Seolah menganggap pria itu sebagai dewa. "Sean, maaf sudah merepotkanmu." Dalam hati, Sean merasa sangat puas. Dia tidak bisa menahan diri untuk melirik ke arah Naomi. Namun, yang terlihat hanyalah wajah Naomi yang tenang dan datar. Perempuan ini selalu dimanja olehnya, terlalu angkuh untuk menundukkan kepala dan mengalah. Kalau sudah kesal, dia hanya akan diam, wajahnya kaku tanpa ekspresi. Harus benar-benar melampiaskan emosinya dulu baru bisa tenang, tidak peduli di mana pun tempatnya. Memangnya di rumah keluarga Lennox ini Naomi bisa seenaknya bertingkah? "Nana, temani Valerie duduk sebentar. Aku akan segera kembali." Sean menarik tangannya dari genggaman Valerie, lalu berjalan naik ke lantai atas menuju ruang kerja. Abigail duduk dengan anggun di sofa, seluruh tubuhnya memancarkan aura kemewahan, tetapi sikapnya arogan dan penuh penghinaan. "Naomi, ternyata aku meremehkanmu. Demi menjadi menantu keluarga Lennox, kamu benar-benar bisa menahan diri, ya?" Naomi tidak ingin membuang waktu berbicara dengannya. "Tante, jangan bercanda. Aku pergi memasak untuk Kakek dulu." Naomi menggulung lengan bajunya dan menuju dapur. Dia akan memasak sekali sebagai tanda terima kasih. Setelah ini hubungannya dengan keluarga Lennox akan benar-benar berakhir. Valerie secara refleks ingin mengikuti Naomi. Namun, matanya beralih dan dia segera menghentikan langkahnya. Dia akan menjadi nyonya rumah keluarga Lennox di masa depan, jadi mana mungkin dia mau masuk ke tempat seperti dapur yang hanya pantas untuk pembantu. Saat Naomi baru selesai memasak hidangan ketiga, tiba-tiba dari luar terdengar suara tamparan keras, diikuti oleh jeritan memilukan dari Valerie. Dia langsung mengambil spatula dan bergegas keluar. Namun, ada seseorang yang lebih cepat darinya. Dari lantai atas, Sean berlari turun dengan panik, lalu memeluk Valerie yang sudah terkulai lemas di lantai. "Tante, apa yang sedang Tante lakukan?" Henry juga turun sambil membantu Zeff. Wajah keduanya tampak muram. Abigail melemparkan sebuah kotak hadiah ke lantai. "Sean, meski aku bukan ibu kandungmu, aku tetap orang yang lebih tua darimu! Kamu membawa teman ke rumah untuk makan, aku seharusnya menyambutnya dengan baik. Tapi dia malah memberiku barang palsu! Apa dia ingin mengejekku, mengatakan kalau aku ini nggak pantas dengan statusku sebagai nyonya rumah keluarga Lennox?" Pernikahan antara Abigail dan Henry adalah hasil perjodohan. Sejak awal, tidak ada banyak cinta di antara mereka. Namun, masalahnya, Abigail hanya melahirkan seorang anak perempuan, sementara selingkuhan Henry di luar justru melahirkan Sean. Selain itu, Sean ternyata sangat berbakat, hingga akhirnya menjadi CEO Grup Lennox. Di kalangan sosialita, banyak nyonya kaya yang diam-diam mengejeknya, mengatakan kalau cepat atau lambat, dia akan kehilangan statusnya sebagai nyonya rumah keluarga Lennox. Bagaimana mungkin dia tidak marah saat Valerie memberinya barang palsu? Valerie memegangi wajahnya yang sudah bengkak akibat tamparan, tubuhnya gemetar ketakutan di dalam pelukan Sean. "Sean, aku nggak bermaksud gitu. Kamu yang memberikan barang itu padaku. Aku sudah memilih yang paling mahal, mana mungkin itu barang palsu?" Saat tahu akan datang ke rumah keluarga Lennox, dia dengan berat hati memilih salah satu perhiasan dalam kotaknya, dengan harapan bisa mengambil hati keluarga Lennox. Naomi melirik gelang giok yang pecah di lantai. Dia pernah melihat barang ini di dalam brankas Sean. Itu adalah barang yang Sean beli di sebuah lelang, satu set lengkap dengan mahkotanya. Saat itu, Sean berkata kalau barang itu akan digunakan untuk pernikahan mereka. Namun, ternyata dia malah memberikannya kepada Valerie. Hal yang lebih parah, barang di lantai itu palsu. Tiba-tiba, Sean menoleh tajam ke arah Naomi. "Kamu menyentuh kotak perhiasan Valerie?" Naomi langsung tertegun. Valerie sudah menangis dengan wajah penuh air mata, terlihat begitu menyedihkan. "Kak Naomi, Kakaklah yang membiayaiku kuliah, Kakak juga yang memperkenalkanku dengan Sean. Aku benar-benar sangat berterima kasih pada Kakak. Aku rela berbagi segalanya dengan Kakak. Kalau Kakak menyukai sesuatu, ambil saja. Tapi kenapa harus menggantinya dengan yang palsu?" Naomi benar-benar marah. "Sean, kamu juga berpikir aku yang menggantinya?" Sean menepuk punggung Valerie dengan lembut, sementara suaranya dalam dan berat. "Jangan bikin ribut. Kakek sudah lapar, kalau makanannya sudah siap, segera sajikan saja." Jelas sekali, dia percaya pada Valerie. Naomi tersenyum mengejek dirinya sendiri. "Kalau gitu, kita panggil polisi saja. Gelang semahal ini cukup untuk dilaporkan sebagai kasus kriminal." Wajah Sean menjadi makin gelap. "Naomi, kemarilah, temani Kakek." Suara Zeff memotong suasana yang makin tegang. Naomi menoleh ke arah Zeff. Melihat wajahnya yang pucat dan terlihat kelelahan, dia tidak tega untuk membantah. Dia berjalan mendekat dengan patuh dan membantu Zeff pergi ke ruang makan. Tidak lama kemudian, para pembantu menyajikan semua hidangan. Makanan yang dibuat oleh Naomi diletakkan khusus di depan Zeff. "Hanya Naomi yang paling perhatian. Dia tahu kalau aku suka makanan ini." Suasana di sisi ini terasa hangat dan nyaman. Namun tiba-tiba, Valerie mengambil gelas anggur dan berdiri. "Kakek, Tante, maafkan aku. Ini semua salahku karena mengganggu kalian. Aku ingin meminta maaf." Dia hendak meminum anggur itu, tetapi Sean segera menahannya. "Kamu lupa kalau dokter sudah melarangmu minum alkohol?" Valerie menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Tapi aku merasa nggak enak hati." Sean menatap Naomi. "Nana, kamu minum saja menggantikan Valerie. Anggap masalah ini selesai." Dia seperti seorang penguasa yang berada di atas segalanya, memancarkan aura seorang pewaris keluarga besar yang mengendalikan situasi. Naomi mencibir dalam hatinya. Dia meletakkan sumpit yang tadi dia gunakan untuk mengambilkan makanan untuk Zeff. Kemudian, dia berkata dengan nada datar, "Perutku sakit, aku nggak bisa minum." Ekspresi Sean seketika membeku. Dia teringat kalau tadi malam Naomi memang mengeluh sakit maag. Seketika, nasihat dokter yang dulu dia ingat dengan baik kembali terlintas di benaknya. Tatapannya dipenuhi rasa bersalah dan kebingungan. Namun, sebelum dia sempat mengatakan apa pun, Valerie sudah lebih dulu menenggak segelas penuh anggur merah. Setelah minum, tubuhnya langsung limbung dan jatuh ke dalam pelukan Sean, lalu batuk berulang kali. "Sean, aku tidak apa-apa. Asalkan kamu nggak marah padaku, aku rela melakukan apa saja." Sean langsung memerintahkan pembantu untuk menyiapkan sup ginseng, alisnya berkerut tajam karena cemas. "Naomi, apa kamu nggak bisa sedikit bersabar?" Kalau saja Naomi bisa bersabar, semua ini akan segera berlalu. Kenapa dia harus membuat keributan di keluarga Lennox? Dia sudah mengingatkan Naomi. Ayahnya terus memaksanya untuk menikahi putri dari keluarga kaya lain, tetapi dia tetap bersikeras melindungi Naomi dan menanggung semua tekanan. Kenapa Naomi tidak bisa sedikit lebih pengertian? Ucapan itu menusuk hati Naomi seperti belati tajam, meninggalkan luka yang menyakitkan. Dulu, dia pernah rela mempertaruhkan segalanya demi masa depan Sean. Bahkan nyawanya pun hampir dia korbankan. Namun, yang dia dapatkan sekarang hanyalah kata "bersabar". Kenapa dia harus bersabar! "Sean, yang diam-diam memberikan hadiah lalu menimbulkan masalah itu bukan aku. Yang memaksakan diri minum alkohol dan membuat keributan itu juga bukan aku. Apa kamu buta atau tuli?" Sean tidak menyangka Naomi akan berbicara seperti itu di depan semua anggota keluarga Lennox. Wajah tampannya langsung menggelap dan terlihat sangat menyeramkan. "Hah!" Abigail tertawa sinis, suara ejekannya langsung menyentuh titik paling sensitif dan menyakitkan dalam diri Sean. Rasa malu dan hinaan saat statusnya sebagai anak haram kembali menghantam dirinya dengan keras.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.