Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 9

Nadira lamat-lamat menatap gedung tinggi Ruby Jewelry di hadapannya. Awalnya, Ruby Jewelry adalah saham yang diwariskan kakeknya. Ketika berusia 20 tahun, Nadira mengambil alih dan dalam waktu tiga tahun berhasil mengembangkannya menjadi perusahaan besar. Dia sepenuh hati mendukung Yohan menjadi CEO, sementara dia puas menjadi Manajer Umum. Dia rela bekerja di balik layar, selalu merasa bahwa suatu saat nanti mereka akan menjadi keluarga. Namun, dalam waktu sepuluh hari yang singkat ... semua berubah! Nadira mengepalkan tangannya erat dan langsung menuju ruang rapat pemegang saham di lantai paling atas. Karena pintu tidak tertutup, Nadira pun masuk. Tiba-tiba, dia melihat dua orang berpelukan erat di atas meja rapat. Yohan memeluk Sabrina yang sekarang duduk di atas meja, kemudian pria tinggi itu menunduk dan menciumi leher Sabrina penuh gairah. Sabrina mendesah manja, tetapi tatapannya penuh kemenangan saat memandang Nadira. Begitu genit saat bicara, "Kak Yohan, ini meja kesukaan Kak Nadira …" Hati Nadira sebetulnya sudah mati rasa ketika diculik. Namun, situasi di depan matanya ini masih membuat hatinya sakit. Dulu, dia bodoh sekali. Dia berpikir, di meja rapat ini, Yohan akan duduk di kursi utama dan dia duduk di sebelahnya. Mereka akan terlihat sangat serasi sebagai sepasang kekasih. Dia paling suka menggambar di atas meja ini karena meja ini adalah warisan kakeknya. Sudah berapa kali mereka menghina meja kesayangan miliknya itu? Nadira menatap langsung senyum sinis Sabrina. Karena dia sudah menantang, Nadira akan memenuhinya. Dia mengambil segelas air, lalu menyiramkannya begitu santai. "Ah!" Sabrina langsung basah kuyup. Dia menoleh dengan kaget dan berteriak, "Kakak?" Yohan tiba-tiba menoleh. Wajah tampannya langsung menegang begitu melihat Nadira. Matanya menunjukkan perasaan yang rumit. Sabrina dengan lemah meringkuk di pelukan Yohan, sengaja memperlihatkan luka di tangannya untuk menarik perhatiannya. Yohan mengernyitkan dahi dan bertanya, "Sabrina, tangan kananmu kenapa?" Sabrina menatap Nadira dengan tatapan memelas. "Aku dan orang tuaku berniat menjemput Kak Nadira pulang kemarin, tapi dia marah dan tanpa sengaja melukaiku …" "Apa?" Yohan langsung muram saat melihat luka Sabrina yang cukup besar. "Nadira, mereka baik-baik menjemputmu pulang, tapi kamu malah melukai Sabrina. Kamu benar-benar keterlaluan!" Nadira hanya bisa tertawa sinis. Hatinya yang sudah mati rasa, masih bisa berdarah. Dia melihat pria yang dulu dia cintai. Ketika mereka menculiknya, itu tidak dianggap berlebihan. Namun, ketika dia melukai Sabrina, itu dianggap keterlaluan. Sabrina makin meringkuk di pelukan Yohan, tampak puas dengan situasi ini. Dia tahu betul, Yohan mencintai wanita lemah. Bukankah karena keunggulan Nadira yang menekan dirinya? Kalau tidak, mana mungkin Yohan bisa tidur dengannya? Kemarin, wanita jalang ini memukulinya dan ibunya. Hari ini, Nadira harus menderita. "Kak Yohan, jangan salahkan Kak Nadira." Sabrina terisak. Nadira mendekati mereka dengan senyum mengejek. "Dengar itu, dia bilang jangan salahkan aku. Mungkin lukanya nggak terlalu sakit." Dia langsung meraih tangan Sabrina dan menekannya ke meja, lalu menusukkan pena ke luka itu dengan keras. "Aaah!" teriak Sabrina sekencang-kencangnya. "Nadira!" Yohan memandangnya dengan wajah suram. Nadira mengulurkan tangan kanannya yang belum sembuh akibat diinjak Sabrina. "Balasan setimpal. Sekarang, kapan kalian akan mengembalikan nyawaku?" Yohan menatap wajah pucat nan dingin milik Nadira dengan terkejut. Sekilas, rasa bersalah melintas di pikirannya. Jika saja Nadira mau menyerahkan kuasa perusahaan, dia tidak akan pernah berpikir sejauh ini. Sabrina menangis lemah. "Kak Yohan, Kak Nadira tetap menyalahkan kita." Dia sebenarnya sedang mengingatkan Yohan bahwa Nadira datang untuk menuntut balasan. Sempat terlihat kaget mendapati kehadiran Nadira, Yohan kembali bersikap dingin. Nada datarnya terdengar saat bertanya, "Kamu sudah bukan lagi Manajer Umum Ruby Jewelry, untuk apa kamu datang ke sini?" Sabrina, yang bersandar di pelukan Yohan. memperlihatkan lencana di dadanya bertuliskan 'Manajer Umum' dengan huruf emas. Tatapan mata Nadira makin dingin. Pria itu dulu pernah berjanji padanya. "Nadira, kamu akan selalu menjadi Manajer Umum." Dia menyeringai sinis sambil menatap Yohan dengan sorot mata tajam, kemudian langsung membuka pintu. Terlihat semua pemegang saham perusahaan berdiri di luar sana. Jelas semua orang mendengar kedatangan Nadira, sehingga tidak ada yang berani masuk. Nadira acuh tak acuh berjalan kembali ke kursi Manajer Umum, kemudian mengangkat dagunya dengan tenang. "Silakan duduk semua." Aura kepemimpinan yang dia pancarkan adalah hasil dari bertahun-tahun pengalaman berbisnis, sangat berbeda dengan wajahnya yang cantik dan lembut. Semua orang takut padanya, tetapi sekarang dia sudah tidak berkuasa. Banyak pemegang saham yang tidak lagi menurutinya dan malah menatap Yohan. Yohan melirik dingin ke arah Nadira. Dia paling tidak suka sikap dominan Nadira ini. Sebelumnya, Nadira pun tidak pernah memberinya muka. Sabrina dengan lembut mencoba menenangkan pria itu. "Jangan marah. Kakakku memang selalu begitu." Nadira sama sekali tidak menggubris mereka berdua. Dia menatap semua orang dengan sedikit senyum sinis. "Sebagai pemegang saham utama di Ruby Jewelry, saya dengar hari ini ada pemungutan suara untuk mengalihkan kuasa perusahaan kepada Yohan dan Sabrina? Saya masih hidup, hadirin sekalian. Jadi, surat wasiat palsu itu nggak berlaku." Mata Yohan membelalak menatap dagu Nadira yang terangkat dengan angkuh, tetapi bibirnya terkatup rapat. Sabrina segera berdiri, mengeluarkan selembar catatan medis dengan ekspresi pilu. "Kak Nadira, semua orang senang kamu sehat-sehat saja. Tapi, kamu sudah sakit cukup lama dan Pak Yohan terpaksa memberhentikanmu untuk beristirahat. Dengan kondisi gangguan saraf dan trauma psikologis yang berat, kamu nggak bisa lagi mengelola perusahaan. Semua ini ada rekam medisnya." Nadira tiba-tiba menoleh, tatapan dinginnya membuat Sabrina langsung terdiam kaku. Namun, Sabrina merasa percaya diri setelah melirik ke arah Yohan yang tetap diam. Dia menyodorkan rekam medis kepada Nadira. "Kamu bisa lihat sendiri." Nadira menatap Yohan dengan tatapan tidak percaya saat melihat "rekam medis" itu. Berkas itu adalah rekam medis lama saat dia mengalami gangguan kecemasan jangka pendek karena tekanan pekerjaan demi membantu Yohan mendapatkan klien besar. Saat itu, hanya Yohan yang tahu. Kini, dia menggunakan catatan itu untuk memalsukan tuduhan bahwa Nadira mengalami gangguan saraf dan mental. Tanpa harus membunuh terlalu jauh, Yohan telah memanfaatkan pengorbanan Nadira di masa keemasannya sebagai pedang untuk menghancurkan Nadira di kemudian hari. Nadira tertawa dingin, bahkan nyaris menangis karena marah. Salah satu pemegang saham berseru, "Ada stempel resmi rumah sakit. Ini pasti asli!" "Palsu! Suaraku jelas dan pikiranku jernih. Apa kalian nggak bisa melihatnya?" balas Nadira lantang. Kepemimpinannya yang tenang selalu mengesankan, sampai-sampai para pemegang saham tertegun sejenak dan tidak dapat menjawab. Saat itu, salah satu pemegang saham kecil diam-diam melirik Sabrina dan berkata, "Nadira, kamu mengurangi pembagian keuntungan kita dan nggak bisa mengelola perusahaan dengan baik. Semua orang tahu kalau perusahaan berkembang pesat berkat kerja keras Pak Yohan dan Bu Sabrina sebagai desainer." "Betul! Selama ini perusahaan bisa bertahan karena Pak Yohan berhasil mendapat klien besar dan Sabrina mendesain perhiasan yang laku keras. Bahkan, kalau kamu nggak sakit, kamu tetap nggak layak mengelola perusahaan ini!" Nadira terdiam sejenak, lalu tersenyum sinis. Ya. Selama ini, dia selalu menjadi "kambing hitam." Demi membuat Yohan terlihat hebat, dia menyerahkan semua proyeknya pada Yohan. Demi satu kalimat "aku mencintaimu" dari Yohan, dia memberikan semua sketsa desainnya pada Sabrina. Saat itu, Yohan ingin menjadikan Sabrina sebagai ikon perusahaannya, dengan alasan agar Nadira punya lebih banyak waktu saat menjadi istrinya. Namun, semua itu bohong! "Nadira, kamu terlalu ketat mengelola perusahaan dan nggak becus kerja. Mending kamu istirahat saja! Siapa yang setuju Nadira berhenti, angkat tangan!" Lima pemegang saham mengangkat tangan mereka di ruang rapat. Kemudian, beberapa pemegang saham lainnya mengikuti dan perlahan mengangkat tangan mereka. Sabrina melihat Nadira penuh kemenangan, senyumnya sarat akan racun. Wajah Nadira pucat pasi. Tatapan dinginnya menyaksikan semua kekejaman dunia ini. Dia paham, keluarga Winata saat ini memang sangat berkuasa. Apalagi dengan tuduhan bahwa dia sakit mental, tidak ada yang berani mendukungnya. Semua ini sudah direncanakan sejak lama. Dia memang tidak bisa berbuat apa-apa hari ini, tetapi dia akan merebut kembali perusahaan ini suatu hari nanti. Yohan pun berdiri dan mengumumkan, "Proses pengalihan kepemilikan perusahaan sudah selesai." "Saya mengangkat Sabrina Winata sebagai Manajer Umum dan mulai sekarang, semua orang harus mengikuti perintahnya!" Sabrina menghampiri Nadira dengan tatapan angkuh dan menjabat tangannya dengan munafik. "Cepat sembuh, Kak. Biar kamu bisa bekerja lagi di perusahaan." Nadira langsung menepis tangan Sabrina. "Jangan sentuh aku. Aku muak." Sabrina langsung marah. "Kamu!" Tepat saat dia hendak mengamuk, sekelompok orang datang dari luar.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.