Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 7

Meredith mulai meneriakinya saat rasa cemburu mengubah wajahnya menjadi sangat menakutkan. Madeline tersenyum acuh tak acuh. “Sebagai istri Jeremy, aku senang bisa menyingkirkan semua masalahnya.” “Madeline, kau … kau sangat murahan!” “Jangan bandingkan aku dengan dirimu, Mer. Kau membius Jeremy agar kau bisa menikahinya. Kenapa? Apakah Jeremy pernah menolakmu saat dia dalam keadaan sadar?” Wajah Meredith terlihat canggung seakan-akan Madeline sudah membuka kedok sesuatu. Akan tetapi, dia tetap memasang ekspresi tenang dan arogan. “Tentu saja, Jeremy suka sekali menyentuhku. Dia sangat suka menggodaku! Dia selalu berada di sisiku setiap malam, tidak bisa dibandingkan denganmu. Kau hanya bisa menunggu di rumah saat suaminya di luar.” Kata-kata Meredith bercampur dengan duri. Kemudian, dia mengeluarkan beberapa dokumen dan meletakkannya di depan Madeline. “Ini adalah surat-surat cerai yang Jeremy minta aku untuk menyuruhmu menandatanganinya. Cepat tanda tangani surat-surat itu. Jeremy tidak mau melihat perempuan nakal yang tidak berpendidikan dan miskin sepertimu lagi.” Madeline melakukan berbagai cara untuk bisa memasang topeng yang membuatnya terlihat percaya diri dan santai. Akan tetapi, ia membeku saat melihat surat-surat cerai itu. Cerai. Jeremy ingin menceraikannya. Madeline merasa seperti terjatuh ke dalam gua es. Sangat dingin hingga setiap sel di tubuhnya kesakitan. Ia sudah tahu bahwa hari ini akan tiba. Akan tetapi, ia tidak mengira akan secepat ini datangnya. Jeremy mencintai Meredith. Dalam perebutan cinta ini, Madeline lah pecundangnya. Ia ditakdirkan untuk menderita kekalahan yang sangat menyakitkan. Menatap wajah Madeline yang mulai memucat, Meredith mulai tertawa dengan kejam. “Madeline, lihat dirimu. Jeremy tidak akan jatuh cinta dengan gadis sepertimu. Sudah sering kali Jeremy mengatakan padaku kalau kau adalah gadis paling menjijikkan dan tidak tahu malu yang pernah dia temui. Menikahimu adalah noda terbesar di hidupnya!” Meredith melangkah dan melirik Madeline dengan hina. Kepala Madeline tertunduk saat ia menatap surat-surat cerai itu. Sebaliknya, Meredith dengan dingin menyeringai dan menjadi semakin arogan. “Pelacur tak tau malu! Enyah dari Glendale setelah kau tanda tangani surat-surat itu. Kalau tidak, aku akan menghajarmu setiap kali aku melihatmu!” “Hmph.” Tiba-tiba, Meredith mendengar Madeline tertawa kecil. Detik berikutnya, Madeline mengangkat surat-surat itu, dan dengan beberapa gerakan cepat, merobeknya menjadi serpihan-serpihan kecil. Seulas senyum muncul di bibirnya yang pucat, dan ia melemparkan serpihan-serpihan surat itu ke muka Meredith. “Seperti yang kau katakan kepada Jeremy, aku akan mengganggunya bahkan setelah aku mati. Kau mau aku menceraikan Jeremy? Hanya dalam mimpimu!” “Apa?” Meredith sangat geram setelah tertegun beberapa saat. “Berani-beraninya pelacur sepertimu bicara seperti ini padaku! Apa kau sudah bosan hidup?” Sifat aslinya yang kejam sudah terekspos. Meredith mengangkat tangannya untuk diayunkan ke wajah Madeline. Di saat kritis itu, dia tidak menyangka Madeline lebih dulu mengambil aksi. Madeline menggunakan seluruh kekuatannya dan menampar wajah Meredith dengan keras. “Dengar ya, Meredith. Aku tidak akan pernah menceraikan Jeremy meskipun aku mati! Aku akan membuka wajah aslimu di depan Jeremy. Seorang gadis yang sangat kejam dan tidak punya hati sepertimu tidak pantas menjadi pasangan Jeremy!” Setelah berkata demikian, seluruh tubuh Madeline mulai gemetaran. Setelah mengetahui kalau ia hanya pion di dalam skema jahat Meredith, ia sepenuhnya sudah tidak percaya lagi dengan hubungan mereka . Tidak, ia seharusnya bilang kalau sudah tidak ada lagi kasih sayang di antara dua kakak beradik atau pun kasih sayang keluarga di antara mereka. Yang ada hanyalah sebuah aksi kasih sayang yang munafik dan skema yang sudah diperhitungkan. “Madeline, berani-beraninya kau menamparku!” Meredith berteriak. Raut wajahnya terlihat tidak wajar. “Aku akan membuatmu menyesali ini!” Dia menunjuk ke Madeline dan membalikkan badan dengan marah. Madeline tidak peduli. Ia duduk kembali di tempat tidur, tidak yakin apakah tadi ia menggunakan tenaga yang berlebihan karena rasa sakit yang melemahkan itu datang. Setelah beberapa saat, Meredith kembali. Setelah memasuki ruangan, dia duduk di lantai dan menyangga wajahnya. Dia terlihat sangat terluka. “Maddie, jangan begini. Semua ini salahku. Tolong jangan marah. Timpakan semua kesalahan padaku. Akan tetapi, jangan marah pada bayi yang ada dalam kandunganku. Bayi ini adalah anak Jeremy.” Apa? Madeline benar-benar bingung. Namun saat ia melihat seorang pria yang berdiri di depan pintu, ia mengerti semuanya.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.