Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 10

Kalau saja jam alarm itu tidak berdering keesokan paginya, Madeline tidak akan bisa bangun dari tidur. Wajahnya serasa terbakar saat ia mengingat kembali apa yang ia katakan dan lakukan ke Jeremy dalam kondisi mabuknya. Kembali ke kantor, Madeline terlihat sedang mengerjakan desainnya dengan setengah melamun. Ia tidak mampu mengenyahkan bayangan Jeremy di kepalanya. Sudah dua belas tahun. Sangat mustahil untuknya melepaskan cinta yang sangat dalam ini hanya dalam satu hari. Setengah melamun ia menyentuh perut ratanya. Kalau memungkinkan, ia ingin memberikan anak ini sebuah keluarga yang sempurna. “Ting!” Tiba-tiba, sebuah notifikasi dari ponselnya menariknya kembali ke kenyataan. Ia melirik ponselnya dan melihat sebuah pesan singkat. Dari Jeremy! Jantung Madeline mulai berdetak tanpa irama. Tangannya bahkan mulai gemetaran saat ia membuka pesan singkat itu. Hal pertama yang Madeline lihat adalah foto. Foto berisi Madeline dan Meredith. Mereka mengambil foto ini saat dia diadopsi Keluarga Crawford. Di dalam foto, Meredith mengenakan gaun mahal. Cahaya menerangi wajahnya yang bersinar-sinar, dan dia terlihat bagai puteri yang tak tergapai. Dia terlihat sangat elegan dan luar biasa. Sebaliknya, Madeline mengenakan gaun putih keabu-abuan. Ia terlihat sama buruknya dengan seekor bebek buruk rupa di pojokan yang gelap. Di bawah foto itu ada pesan dari Jeremy. Saat ia membaca isinya, suhu di ujung jari-jarinya menurun drastis. ‘Madeline, lihat Meredith, lalu lihat dirimu. Bagaimana mungkin seorang gadis rendahan dan kotor sepertimu memenuhi standar untuk menjadi istriku?’ Kata-kata itu menusuk matanya seperti sebilah pisau yang terbuat dari es. Memilukan hati dan tidak menyenangkan untuk dipandang. Ia mengingat kembali musim panas dua belas tahun yang lalu. Ia tidak mampu mengatasi kekejaman dan kebencian yang Jeremy punya untuknya saat ini. ‘Jeremy, dulu kau pernah bilang kalau aku adalah gadis paling baik hati dan termanis yang pernah kau temui. Kau bilang kau akan menikahiku agar kau bisa bersamaku selamanya. Tapi apa yang terjadi sekarang?’ Jantung Madeline berdegup sangat kencang. Ia tahu ia tak bisa membiarkan hal ini pergi begitu saja. Buru-buru ia menambahkan, ‘Jeremy, aku tahu kau punya prasangka buruk terhadapku, tapi sekarang aku hamil. Tolong, beri aku kesempatan untuk mencintaimu dan kesempatan buat anak ini mempunyai keluarga yang lengkap, oke?’ Setelah Madeline mengirimkan pesan itu, ia merasa gelisah dan cemas. Namun, ia sangat menunggu balasan dari Jeremy. Ia bertanya-tanya dalam hati apakah Jeremy akan bahagia bila tahu kalau ia sedang mengandung anaknya. Apakah dia juga menunggu dengan tidak sabar kelahiran anaknya? Akan tetapi, dalam sekedip mata, angan-angannya hancur berantakan. Jeremy membalas pesannya dengan hanya dua kata, ‘Gugurkan bayimu.’ Madeline merasa seolah-olah hatinya dibelah dengan sebilah benda tajam. Sebelum rasa sakitnya reda, Jeremy mengirim pesan lain, ‘Madeline, aku peringatkan dirimu. Hanya Meredith yang punya hak untuk melahirkan anakku. Pelacur tidak tahu malu sepertimu seharusnya sudah menandatangani surat cerai itu secepatnya dan enyah dari hadapanku! Kalau kau tidak mau tanda tangan, aku akan bunuh anak haram itu dengan kedua tanganku sendiri.’ Darah di dalam tubuh Madeline seketika membeku. Kata-kata tajam itu penuh dengan penghinaan, dan seakan-akan Jeremy sedang menginjak-injak tubuhnya. Pada saat yang bersamaan, rasa sakit yang menusuk tulang membuat Madeline menyadari bahwa pria ini tidak sepadan. Dia tidak layak untuk ia cintai dengan begitu dalam. … Di ujung telepon yang lain, Meredith menghapus semua pesan yang ia kirimkan beberapa saat yang lalu. Tangannya masih berkeringat bahkan setelah ia mengirim pesan itu. Ia takut kalau sampai meninggalkan jejak dan Jeremy mengetahui kebenarannya. Dua tahun sebelumnya, ia menemukan buku diari Madeline lengkap dengan pembatas bukunya saat ia menggeledah kamar Madeline. Tanda tangan Jeremy ada di pembatas buku itu. Sepuluh tahun lalu tertulis di tanggal yang tertera. Berarti, jelas-jelas kalau Madeline dan Jeremy saling bertemu sepuluh tahun yang lalu. Apalagi, mereka punya perjanjian romantis di antara mereka. Akan tetapi, saat itu, nama Madeline bukanlah Madeline, dan Jeremy tidak mengenalinya sebagai gadis kecil yang membuat perjanjian dengannya. Dengan begitu, Meredith berhasil mengeksploitasi situasi mereka. Dengan sekali klik, pintu kaca otomatis itu membuka dan tubuh atletis Jeremy muncul di pintu. Meredith sedang duduk di meja Jeremy, dan mendadak wajahnya berubah. Dengan cepat ia berdiri dan mengembalikan ponsel Jeremy ke tempat semula solah-olah tidak terjadi apa-apa .

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.