Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Penyelamat

Ku buka perlahan mata ini. Ku dapati mas Guna sudah tersungkur di lantai. Di sisi lain, aku melihat pak Al dengan amarahnya yang meluap kembali mengukung orang yang berusaha melecehkan ku tadi. Bertubi-tubi pukulan mendarat ke tubuh pria yang berada dibawahnya. Hingga pria tersebut terkulai lemas dengan luka memar di sekujur tubuhnya. Tak tega melihatnya aku pun berteriak. "Pak Al tolong hentikan!!!" Seketika pria tersebut menghentikan aksinya. Ia berbalik menatapku. Segera ia bangkit, dan mendekat. "Kamu nggak apa?" tanyanya cemas. Ia pegang kedua bahuku yang sudah tak tertutup baju. Karena ulah Mas Guna tadi. "Ya Tuhan Wik," gumamnya seraya melepas jasnya, kemudian mengalungkannya padaku. "Brengsek, dasar laki-laki brengsek." Ia terus mengumpat, dan hampir kembali tersulut emosi. Namun aku menariknya, agar tak kembali memukul mas Guna. Melihat keadaan ku yang tak baik-baik saja. Perlahan ia mendekap ku dalam pelukannya. Aku terisak di sana. Sakit, takut jika mengingat kejadian tadi. Ku lihat mas Guna mulai beranjak, dengan menahan sakit di tubuhnya. Ia berhasil berdiri. Sorot matanya semakin membenci ku. Dengan terhuyung, ia pun pergi meninggalkan kami berdua. "Kamu nggak apa 'kan?" ulang Pak Al. "Saya takut Pak. Takut...." Ia kembali mendekap ku. "Jangan takut. Ada saya di sini." ******"****************** Malam semakin larut, udara dingin pun mulai mengusik permukaan kulit. Dengan di papah oleh pak Al, kami berhasil keluar dari area toilet tersebut. Kaki ku rasanya lemas, seluruh tubuh pun ikut lemah. Jika teringat kejadian tadi. Aku tak pernah menyangka. Kalau pria yang harusnya menjaga seorang wanita. Justru ingin menodainya. Apa alasannya? Sehingga ia nekat melakukannya. Kami pun sampai di kediamanku. Setelah melewati perjalanan puluhan menit. Di rumah ini. Rumah yang menjadi kenangan manis antara aku dan mas Guna. Seketika melebur menjadikan ketakutan tersendiri untuk diriku. Perlakuannya tadi membuat ku amat sangat membencinya. Betapa tidak? Dia sudah terang-terangan menolak ku. Tapi dia menginginkan tubuh ini. Sungguh menyedihkan. "Kamu yakin berani sendirian di rumah?" Pak Al nampak khawatir meninggalkan ku seorang diri. "Saya takut. Pria tadi akan kembali menyerangmu. Lebih baik, kamu pulang ke rumah saja. Di sana, kamu bisa aman sayang," tuturnya penuh kecemasan. "Nggak Pak, saya sudah gak apa. Saya jamin dia tidak akan datang ke sini," sahutku berusaha menyakinkan beliau. Tapi ia tak begitu saja percaya. Sedetik kemudian ia ambil ponsel milikinya dan nampak menghubungi seseorang. "Kamu kirim anak buah kamu ke sini. Nanti akan saya kirim alamatnya," ucapnya pada seseorang di seberang sana. "Saya akan tugaskan anak buah saya berjaga di sini," sambungnya dan aku tak bisa menolaknya. Jujur aku masih takut kalau mas Guna akan datang kembali. Seperti apa yang di bilang pak Al tadi. Beberapa saat berlalu. Dua orang pria bertubuh kekar turun dari mobil. Segera kedua pria itu menemui kami. Beberapa perintah dipaparkan oleh pak Al. Setelah itu mereka dengan sigapnya berdiri di depan pintu. Tak hanya itu, seorang wanita paruh baya yang mengenakan pakaian kebaya pun keluar dari mobil lainnya. Wanita itu pun segera masuk kedalam. "Bik, tolong temani kekasih saya di sini. Jika ada apa-apa langsung hubungi saya," titah pak Al pada wanita tadi. "Iya Mas Al," balas wanita itu mengangguk patuh. Bergegas wanita itu pergi ke kamar almarhumah nenek. Tentu dengan petunjuk dari ku. Sesaat di antara kami hanya saling pandang. "Saya pamit dulu, ya sayang. Jika ada apa-apa. Langsung hubungi saya," pesan pak Al padaku. "Terimakasih ya Pak. Bapak sudah mau membantu saya," balasku. Ia tersenyum padaku. Sesaat sebelum ia pergi, di elusnya lembut dagu ini seraya berbisik, "I love you." Seketika ketegangan yang tadinya menerpa diriku. Lenyap seketika mendengar kata mesra dari pria itu. Ia pun berlalu setelah mengucapkan kalimat itu. Tak bisa di pungkiri, aku terpesona pada atasanku itu. Tapi ada ketakutan tersendiri yang membuat diriku ragu untuk membalas perasaannya. Takut jika ia tahu statusku yang sesungguhnya. Apa dia masih mau menerimaku. Aku sendiri masih bingung dengan hubungan yang kami jalani saat ini. Dan saat aku menerima lamarannya di pesta tadi. Itu bukan dari dalam hati ku. Aku hanya tak ingin mengecewakan bu Intan. Terlebih, saat pak Al mengatakan kalau beliau mempunyai riwayat penyakit jantung. Karena alasan itu aku menerima lamaran dari pak Al di depan umum. Setelah semalam aku tak bisa tidur dengan nyenyak. Kini diharuskan untuk beranjak dari ranjang. Dari semalam aku muntah-muntah. Ada yang aneh di dalam perutku. Rasanya penuh, sesak dan juga mual. Pagi ini pun sama. Panggilan alam yang memaksaku harus berada di kamar mandi. Segera ku keluarkan semua yang berada di dalam perutku. Hingga cairan berwarna hijau pekat pun keluar. Lidah terasa pahit. Mendengar hal itu bi Minah, wanita yang di tugaskan pak Al menemaniku pun datang. "Mbak kenapa?" Digosok-gosok nya tengkukku agar aku bisa mengeluarkan semuanya. "Nggak tahu Bik. Perut rasanya sakit. Mual ingin muntah," jawabku yang masih terasa mual. "Saya telpon Mas Al dulu ya Mbak?" "Jangan Bik. Mungkin saya masuk angin. Soalnya dari semalam gak bisa tidur. Bisa tolong balutkan minyak angin ke punggung saya." "Tentu saja Mbak. Mari saya bantu berjalan," ujarnya dengan memapah ku menuju ke ranjang. Setelah mengambil minyak angin, bi Minah membalurkan ke punggung, perut ku. Rasanya sedikit enakan. "Saya buatkan susu hangat ya Mbak." "Iya bik, saya minta tolong ya. Maaf sudah merepotkan." "Itu sudah menjadi tugas saya Mbak." Aku pun tersenyum. Bu Minah kembali ke belakang membuatku susu untukku. Sepuluh menit kemudian, ia kembali dengan nampan yang berisi segelas susu coklat lengkap dengan roti bakarnya. Nampan itu ia letakkan di atas meja. Lalu mengambil segelas susu dan di berikannya padaku. Belum sempat aku menerimanya. Perut ini kembali mual setelah mencium aroma dari susu coklat itu. Bergegas aku turun dari ranjang dan lari ke toilet. Entah sudah berapa banyak cairan yang keluar dari dalam perutku. Sehingga membuat tubuh ini melemas. "Apa Mbak gak suka susu coklat?" tanya bi Minah heran. "Suka Bik. Itu minuman wajib yang selalu ada kalau pagi hari." Ia pun mengernyit heran. Tampak jelas dari wajahnya, kalau dia sedang bingung dengan keadaan ku. "Tapi kenapa hari ini kok muntah? Apa Mbak sudah datang bulan." Pertanyaan dari beliau membuat ku sedikit tak nyaman. Seolah ia menangkap hal yang lain dalam tubuh ini. "Maaf kalau perkataan saya sedikit menyinggung mbak Dewi." Aku baru ingat kalau beberapa hari yang lalu. Sempat ada bercak darah di celana dalam ku. Aku pikir aku sudah datang bulan. "Nggak apa Bik. Dua hari yang lalu saya datang bulan kok, bik. Tapi cuma sedikit. Nggak kayak biasanya." "Mungkin cuma ngeflek Mbak. Lebih baik mbak Dewi periksa ke dokter. Takut ada penyakit berbahaya dalam tubuh Mbak," ujarnya membuatku sedikit takut. Kalau di lihat dari caranya menatapku. Seperti ada kecurigaan terhadapku.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.