Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Kaget

Suara dari pria itu membuatku segera menarik tangan ini. Aku angkat wajah ini agar bisa melihat siapa yang baru saja menegur kami. Dan ketika aku tahu siapa orang itu, aku hanya bisa menahan sesak dalam dada ini. Sosok yang sudah hampir dua bulanan ini tidak pernah aku temui. Sosok yang tetap aku sayangi walau sudah mengusirku. Nyata di depanku. "Bapak." Satu kata namun sulit untuk aku ucapkan. Dengan netranya yang memerah serta rahangnya yang mulai mengerat, beliau menamparku di depan banyak orang. "Puas kamu Dewi buat malu orangtua. Sekarang bukannya kamu sadar. Malah semakin menjadi," teriaknya lantang, sontak kami pun menjadi pusat perhatian pengunjung mall tersebut. Terlebih pak Al. Pria itu hanya diam dalam kebingungannya. Sesekali aku menangkap, ia mengerutkan keningnya. Kemudian merangkul pundak ku. Aku hanya bisa memegangi pipiku yang memanas. "Om, jangan kasar dengan putri anda. Apa yang Om lihat tidak seperti apa yang terjadi." Kemudian dia mulai menjelaskan semuanya pada bapak. "Saya hanya minta Dewi untuk memilihkan cincin yang akan saya berikan pada ibu saya. Karena cincinnya tidak bisa di lepas. Maka saya membantu untuk melepasnya, " sambungnya namun bapak tak bergeming. Beliau justru semakin emosi. "Bapak benci kamu Wik, benci. Kamu sudah membuat malu keluarga." Beliau pun pergi meninggalkan kami dengan amarahnya yang masih meluap. Aku berusaha mengejarnya. Namun tangan ini berhasil di cekal oleh pria yang sedari tadi setia berada di samping ku. "Nggak usah di kejar. Bapak kamu masih emosi, biarkan emosinya meredam dulu. Baru setelah itu kamu ceritakan semuanya," saran Pak Al dan aku pun menurut. "Lebih baik saya antar kamu pulang. Wajahmu terlihat pucat." Aku pun mengangguk. Kami mulai pergi meninggalkan toko perhiasan tersebut. Tak sadar, tangan kami masih saling berpegangan. Membuat orang yang sedang berpapasan dengan kami berbisik manja. Entah apa yang sedang mereka bicarakan. Setelah itu mereka menatap kearah kami. Sadar menjadi pusat perhatian orang lain. Aku pun mulai mencari-cari sesuatu yang aneh. Dan benar saja, setelah aku menyadarinya segera ku hempaskan tangan milik pak Al. Perlakuan ku berhasil membuat dirinya terkejut. "Em..maaf Pak." Segera aku meminta maaf padanya. Sebelum dia marah padaku. "Kira-kira dong kalau mau nglepasin genggamannya. Kasar banget jadi cewek," sungutnya dengan wajah kesal. "Maaf Pak, saya gak sengaja. Saya cuma kaget saja," bela ku tak enak hati. "Lagian kenapa juga pake di lepasin. Jarang-jarang loh cowok sekece saya, mau gandeng cewek. Dan kamu termasuk orang yang beruntung," pujinya pada diri sendiri. Aku pun mendelik sebal. Sejak kapan bos ku ini jadi super pede kayak gitu. Padahal yang aku tahu, dia adalah tipe cowok yang cool dan jaim. Entahlah. Mungkin dia sedang kerasukan setan pedenya. Tapi lucu juga sih menurutku. Saat kami sedang perjalanan menuju ke rumah. Ponsel pak Al terus berdering. Membuat dia sedikit tak konsentrasi dengan pengemudinya. Ia menghentikan mobilnya di tepi jalan. Kemudian menerima panggilan telpon yang entah dari siapa. Tapi aku bisa menangkap dari raut wajahnya. Kalau dia sedang terkena masalah. Ia pun segera mengakhiri panggilannya. Sejenak setelah itu, ia menoleh kearah ku. "Boleh aku minta tolong padamu?" Suaranya berat penuh harap. "Kalau saya bisa. Saya akan bantu." Aku pun menjawabnya singkat. "Coba kamu cek medsos kamu sekarang juga," titahnya membuat ku bingung. "Emangnya ada apa Pak." Aku pun segera membuka medsos ku. Netra ini langsung membulat sempurna, saat melihat video aku dan pak Al sedang berpegangan tangan tadi. Di unggah di Instagram. Kami hanya saling pandang. Sesaat kemudian ponsel pak Al kembali berdering. Ia menjawabnya kembali. Namun kali ini dia bersuara. "Iya mi.. Al pulang." Pak langsung menghembuskan nafas kasar. "Kamu harus ikut pulang ke rumahku." "Hah... Untuk apa Pak?" "Karena mami ku menganggap kamu itu pacar saya. Dan beliau ingin bertemu dengan mu." Ya Tuhan cobaan apa lagi ini. Masalah yang satu belum kelar. Ini nambah masalah baru. Aku hanya bisa mengelap wajahku kasar, seraya menyenderkan kepala ini di jok mobil. "Sffft.. sial..siapa sih yang berani memvideokan kita dan mengunggahnya di Instagram," umpatnya memukul kemudi. "Bapak harus jelaskan semuanya pada orangtua Bapak. Kalau kita nggak punya hubungan apa-apa," ujarku, sukses membuat dia menoleh ke arahku. "Apa kamu keberatan menjadi pacar saya..." Ia menatapku lekat, dan anehnya jantung ini berdetak kencang. Membuat aku menjadi salah tingkah. "Mmm maksudnya menjadi pacar pura-pura." "Apa?" "Kenapa kamu kaget begitu? Atau kamu ingin jadi pacar sungguhan saya?" Ia terkekeh melihat ekspresi ku yang kaget. "Ayolah tolong saya. Sekali ini aja. Saya janji setelah ini, gak akan minta kamu untuk jadi pacar saya lagi." Entah mengapa aku merasa iba melihat wajahnya yang memelas. Sikap wibawanya seketika runtuh di hadapan ku. "Mau 'kan? Ya?" Ia masih berusaha membujuk dan aku pun mengangguk. "Makasih." Akhirnya kami sampai juga di sebuah rumah mewah dengan halaman yang sangat luas. Di sekitar halaman tersebut ada sebuah air mancur mirip seperti di taman-taman. Belum lagi halaman yang di tumbuhi rumput hijau yang sangat terawat memanjakan mata ini. Tak sampai di situ. Aku dikejutkan lagi dengan hal yang menakjubkan. Di tempat kami berdiri saat ini adalah pintu lift menuju ke lantai dua. Tepatnya di kamar pak Al. Menakjubkan. Pemandangan itu lebih indah jika di lihat dari atas. Aku pun terperangah di buatnya. Kami berjalan menuju ke lantai dua. "Hmmm kalau tau gini kita gak usah naik lift tadi Pak. Ujung-ujungnya kita turun juga," keluhku membuat dirinya menghentikan langkah. "Jangan panggil Pak. Panggil sayang, bisa?" Aku pun mendelik sebel. Mimpi apa semalam bisa sial begini. Harus jadi pacar pura-pura atasanku sendiri. Tibalah kami di ruang keluarga. Ruangan yang luasnya setengah dari tempat tinggal ku. Dengan TV yang hampir mirip layar tancap di sisi kanan tempat aku berdiri. Di sebelah kiri sofa jaguar yang sering aku tonton-tonton di televisi terpasang apik di sana. Seorang wanita paruh baya tapi masih terlihat cantik tersenyum hangat kearah kami. Ia pun beranjak dari duduknya dan langsung menghampiri ku. Kemudian beliau memeluk erat. "Mami senang, akhirnya kamu bawa pacar kamu pulang ke rumah, Al." Ia mengurai pelukannya dan menatapku lekat setelah itu memuji diriku. "Cantik, Mami sangat suka. Ayo sini sayang? Temenin mami nonton TV." Kami bertiga pun duduk di sofa, di mana tempat wanita itu duduk tadi. "Oh iya nama kamu siapa sayang?" "Dewi Bu," jawab ku singkat. Sungguh aku merasa gugup berhadapan dengan wanita itu. "Jangan panggil Bu dong. Panggil Mami, ok. Sama kayak Al manggil ke saya." Aku pun tersenyum kuda. "Lagian 'kan kamu akan menjadi bagian dari rumah ini." Aku semakin terkejut mendengarnya. "Oh iya sudah berapa lama kalian pacaran?" Pertanyaan wanita itu mampu membuat kami saling pandang. Ku lihat pak Al mengangguk. Aku pikir dia yang memintaku menjawabnya. "Dua," jawab pak Al bersamaan denganku. "Tiga." Sikap kami membuat bu Intan memandang kami secara bergantian. "Dua tahun tiga bulan maksudnya Mi. Iya kan sayang?" jelas Pak Al, kemudian mengedipkan sebelah matanya kearah ku. Aku hanya bisa pasrah. Apalagi. "Lama juga ya. Terus kenapa kamu baru bawa Dewi ini ke rumah Al?" "Itu Mi. Kan Al sibuk. Gak sempet," kilah pak Al aku pun tersenyum getir. "Jadi kapan kalian akan meresmikan hubungan kalian?"

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.