Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 8

Tangan Jason pun bergerak hendak membalas sapaan Alena, tetapi pembawaannya yang serius dan acuh tak acuh mencegahnya untuk melakukannya. Pada akhirnya, dia memutuskan untuk tidak membalas sapaan istrinya. Namun, ekspresi acuh tak acuh Jason sedikit melembut melihat senyuman istrinya. Setelah berpikir sejenak, dia akhirnya bangkit berdiri dan berjalan pergi. Alena menunggu hingga Jason benar-benar pergi, lalu bertanya kepada pria tua itu dengan suara pelan, "Kakek, kok Kakek bersemayam di jam tangan Jason?" "Kamu bisa melihatku?" tanya pria tua itu balik. "Ya. Aku bisa melihat dan mendengar ucapan Kakek." Pria tua itu tampak terkejut. Dia sudah bertahun-tahun meninggal, tetapi ini pertama kalinya ada manusia yang bisa melihat arwahnya. Gadis ini aneh juga. Meskipun begitu, gadis ini memberikan kesan yang baik terhadapnya. Begitu melihat Alena, pria tua itu refleks tersenyum. "Kamu kenal Jason?" Pria tua itu bertanya pada Alena. "Dia itu suami sahku, baru beberapa jam yang lalu kami mendapatkan buku nikah kami," jawab Alena dengan jujur. Pria tua itu sontak terdiam. Dia menatap Alena dengan kaget. Beberapa saat kemudian, pria tua itu pun bertanya dengan suara pelan, "Kok kamu bisa mendapatkannya? Oh, aku kakeknya Jason. Karena kamu sudah menikah dengan Jason, itu berarti aku kakekmu juga. Jason itu anak yang sangat keras kepala. Dia berusia 26 tahun waktu Kakek meninggal, tapi belum pernah pacaran." "Bukannya nggak ada yang menyukainya, justru malah dia yang nggak suka siapa-siapa. Kakek dan neneknya khawatir sekali dengan perkembangan emosionalnya, tapi kami juga nggak bisa berbuat apa-apa. Setelah Kakek meninggal, entah kenapa arwah Kakek malah bersemayam di jam tangan Jason. Oh, mungkin karena Kakek memakai jam tangan itu selama bertahun-tahun sebelum akhirnya Kakek berikan ke Jason." "Kakek juga bukannya yang bisa muncul setiap hari, Kakek bahkan nggak yakin kapan waktu yang tepat untuk keluar. Sepertinya kali ini Kakek berani mengambil risiko karena insting Kakek mengatakan ada frekuensi yang cocok." "Kakek nggak perlu risau memikirkan alasannya," sahut Alena dengan lembut. "Pasti ada alasannya kenapa arwah Kakek bersemayam di jam tangan itu. Dunia ini mengikuti hukum sebab-akibat, jadi biarkan saja berjalan senatural mungkin." "Makin dipikirkan, makin kesulitan sendiri. Hidup itu yang terpenting adalah merasa bahagia. Jadi, biarpun mati, pasti jadi arwah yang bahagia." Pria tua itu pun merenungkan ucapan Alena. Lalu, segera berkata, "Berhenti dulu mengobrolnya, cucuku yang dingin seperti gunung es itu sudah kembali." Alena mengiakan singkat, lalu duduk dengan lebih tegak. Pria tua itu tertawa dengan geli. Dia merasa akting Alena boleh juga, gadis satu ini cukup serius berpura-pura. Alena belum memberitahunya bagaimana dia berhasil mendapatkan hati Jason. Namun, setelah mendengarkan perkataan Alena, pria tua itu mendadak merasa tidak perlu menanyakan alasannya. Jason menuangkan segelas air hangat untuk Alena. Dia meletakkan gelas itu di depan Alena, lalu duduk kembali dan menatap Alena sambil bertanya, "Kamu habis mengobrol sama siapa?" Jason tidak bisa mendengar ucapan Alena dengan jelas, hanya suara gadis itu. "Kita 'kan hanya berdua di sini, jadi siapa lagi yang mungkin kuajak bicara kalau bukan kamu?" Alena balik bertanya. Alena sudah diperingatkan oleh gurunya untuk tidak memberi tahu siapa pun tentang bakat istimewanya yang luar biasa itu. Bahkan sahabatnya sendiri saja tidak tahu. Sewaktu kecil, Alena tidak mengerti kenapa gurunya mengambil sikap seperti itu. Namun, setelah besar, dia menyadari bahwa tindakan gurunya itu semata-mata demi kebaikannya sendiri. Mana mungkin ada yang berani mendekatinya jika mereka tahu bahwa dia terlahir dengan mata ketiga, bahkan bisa melihat dan berbicara dengan hantu? Jika para ahli dunia mistis atau semacamnya juga sampai tahu, bisa saja mereka memanfaatkan dan mengeksploitasi kemampuan Alena demi tujuan pribadi. Jason pun berhenti bicara. Mereka sepasang suami istri yang tidak suka mengobrol. Akan tetapi, Alena selalu menatap Jason secara terang-terangan. Dia suka wajah Jason yang sangat tampan itu. Jason memang memiliki pembawaan yang dingin, tetapi Alena merasa seperti sedang melihat pemandangan gunung bersalju. Dingin dan terkesan berbeda. "Kenapa kamu selalu menatapku begitu?" Jason yang terus ditatap Alena itu akhirnya bertanya. "Karena kamu tampan." Jason sontak terdiam. "Kamu juga nggak bakalan tahu aku lagi menatapmu kalau nggak menatapku." Jason tidak berkomentar apa-apa. Dia mengangkat tangannya untuk melihat arlojinya lagi, lalu mengernyit. Saat melihat ekspresi cucunya, pria tua itu pun berkata kepada Alena, "Bocah ingusan ini lagi menyalahkanmu, dia merasa kamu membuang-buang waktunya. Dia selalu menganggap waktunya adalah uang, dia selalu kesal kalau harus menyia-nyiakan setiap menit." Ternyata cucu sulungnya ini masih gila kerja. Pria tua itu sangat berharap suatu hari nanti bisa melihat cucunya merelakan waktu kerjanya demi Alena. Semoga suatu saat nanti Jason tidak akan risau memikirkan waktu yang berjalan dan mengutamakan kebahagiaan Alena. Alena refleks mengangkat alisnya. Jason sendiri yang sedari tadi mengulur waktu dan tidak langsung berbicara ke intinya. Pria itu yang menyuruhnya ke sini, jadi bisa-bisanya dia juga yang menyalahkan Alena karena merasa waktunya terbuang percuma? Harusnya pria ini ganti nama saja jadi "Tuan Anti Buang-buang Waktu" atau semacamnya. "Alena." Jason memanggil dengan suara rendah, lalu menatap Alena dengan tidak peduli. "Kuharap kamu bisa merahasiakan hubungan kita." "Dirahasiakan? Oh, aku paham. Maksudmu, pernikahan rahasia, 'kan? Oke, aku nggak akan kasih tahu siapa-siapa. Aku menikah denganmu juga cuma karena aku mengikuti takdirku." Lagi pula, Alena juga bukannya yang sangat menyukai Jason. Dia bahkan tidak tahu nama pria itu sebelum mendapatkan buku nikahnya. "Kamu punya hubungan apa dengan Feli?" "Teman lama." Setelah menjawab, Alena pun terpikir sesuatu dan segera menanyakannya, "Kamu suka Feli?" Jika benar begitu, Alena tidak keberatan pergi ke Kantor Catatan Sipil bersama Jason sekarang juga untuk mengurus perceraian mereka. Bagaimanapun juga, dia sudah mendapatkan buku nikahnya sesuai dengan garis takdirnya. "Nggak, tapi dia itu karyawan perusahaanku. Aku nggak mau dia sampai tahu soal kita atau nanti akan tersebar ke seluruh perusahaan dan bahkan ke penjuru Kota Dastan." Oh, ternyata itu alasannya. "Tenang saja, aku nggak akan kasih tahu siapa-siapa kok, termasuk Feli," janji Alena sambil tersenyum. Feli ternyata bekerja di perusahaan milik Jason. Alena sedang berada di depan perusahaan tempat Feli bekerja saat melihat mobil yang ditumpangi Jason itu. Alena yang langsung menarik garis merah pun bertanya untuk memastikan, "Grup Pramana itu perusahaan keluargamu? Kamu bos perusahaan Feli, ya?" Jason mengiakan dengan suara rendah. "Sudah kuduga itu kamu. Tadi aku melihat mobilmu waktu lagi menunggu Feli di depan gedung perusahaan." Jason tidak berkomentar. Tentu saja dia juga melihat Alena. Namun, Jason tidak menyapanya. Dia bahkan tidak menurunkan kaca jendela mobil ataupun melirik ke arah Alena. Jason benar-benar cuek dan memperlakukan Alena sebagaimana orang asing. "Jangan bilang kamu menyuruh orang untuk membawaku ke sini cuma buat memberitahuku soal ini?" Jason tetap diam, tetapi itu berarti dia mengiakan. Alena pun mengeluarkan ponselnya. Dia mengklik tombol WhatsApp dan membuka kode QR akunnya, lalu meletakkan ponselnya di hadapan Jason sambil berkata, "Ayo kita saling bertukar kontak. Mulai sekarang, kalau ada yang mau kamu sampaikan kepadaku, langsung kontak WhatsApp-ku saja. Nggak perlu sampai bersikap begini. Orang lain bisa mudah salah paham mengira bawahanmu itu suka mencegat orang di tengah jalan dan merampok mereka." Pria tua itu sontak terkekeh dengan geli. Alena balas menatap pria tua itu. Pria tua itu pun tertawa terbahak-bahak, tetapi cucu sulung kesayangannya itu tidak dapat melihatnya ataupun mendengar tawanya. Akan tetapi, Jason menyadari Alena sedang melirik ke sampingnya. Dia refleks mengikuti arah pandangan Alena, tetapi dia tidak melihat apa pun. "Maaf sudah menyinggung perasaan Nona Alena, aku memang kurang berpikir panjang." Jason meminta maaf dengan kaku, lalu mengeluarkan ponselnya dan memindai kode QR akun Alena. Jason pun menyimpan nomor WhatsApp Alena. Alena mengangkat ponselnya dan balik menyimpan nomor Jason.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.