Bagaimana Kabarmu, Sayang?
“Lepaskan tanganku, berengsek!”
“Berhentilah meronta, Nona. Kami tidak ingin melukai tubuh ataupun pergelangan tanganmu sedikitpun.”
Liora cukup terperanjat dengan pernyataan dingin dari salah satu lelaki bertubuh besar, keturunan kulit hitam berkepala pelontosnya. Kedua lelaki dengan warna kulit sama dan tubuh besarnya menculik Liora.
Tepatnya ketika rasa kantuk menyerang Liora. Ia baru saja pulang dari klub, bersenang-senang merayakan pesta terakhirnya di Dubai. Bersiap sebentar lagi melepas masa lajangnya sebelum kembali ke Amerika.
Perempuan itu tidak sadar jika dirinya bukan berada di atas ranjang nyamannya. Sialnya, seorang Liora Felice Zucca baru tersadar ketika sudah tepat berada di sebuah basement dengan deretan mobil mahal. Lelaki itu membopongnya yang masih setengah tersadar, lalu ia memekik dan meronta setelah masuk ke dalam lift. Kedua lelaki itu langsung mencekal kedua tangannya.
“Kalian tidak bisa menculikku!”
“Aku akan melaporkan kalian ke kantor polisi terdekat setelah ini!” pekiknya kembali meronta dan dirinya harus kembali mengumpat karena tidak bisa menggigit lengan besar itu.
Ia menelan saliva susah payah, mengetahui ketebalan lengan dan warna yang membuatnya langsung enggan menancapkan taringnya di sana.
Liora tidak mampu menendang kedua betis mereka yang begitu kuat menahan serangan Liora.
“Tidak akan ada yang bisa menolong Anda setelah kita sampai di lantai unit, Nona,” ucap salah satu lainnya dan membuat napas Liora tercekat.
Denting lift itu menyadarkan Liora. Ini lantai tiga puluh lima dan perempuan itu merasa tenggorokannya begitu kering saat ada tiga pria dengan postur tubuh yang sama menantinya di depan. Meskipun dengan kulit tubuh yang sedikit berbeda, lebih pada keturunan bangsa Eropa.
“Silakan kalian mengantar Nona Zucca.”
“Tuan sudah menunggunya,” lanjut salah satu dari mereka, sedikit menundukkan kepalanya menyambut kedatangan Liora.
Ia mengerjap, berusaha menahan diri saat langkahnya akan kembali dibawa keluar lift. “Tidak. Aku tidak ingin mengikuti kalian dan aku tidak peduli siapa pun yang tengah menungguku di dalam,” ucapnya dengan begitu panik, nyaris membuat dadanya bergemuruh cepat.
Bahkan, detak jantungnya bertalu lebih cepat melihat interior lantai di mana ia berpijak begitu mewah. Ia seolah tidak asing mengenali unit gedung ini.
“Maafkan kami Nona. Tapi kau harus tetap mengikuti perintah Tuan,” balasnya dan kembali memaksa Liora untuk berjalan mengikuti perintah mereka.
Liora memekik. Ia terus meronta dan mengumpati mereka semua yang menculiknya meskipun dengan setelan yang tidak bisa diragukannya. Siapa pun pria yang tengah menyuruh mereka untuk menculik Liora, pria itu pasti salah sasaran.
“Aku hanya pendatang di sini! Aku tidak mengenal siapa pun dari kalian semua!” pekiknya berusaha menyadarkan mereka.
“Anda perempuan yang bernama Liora Felice Zucca. Kami tidak akan salah mengenalimu, Nona,” cetus mereka dan membuat tubuh Liora menegang setelah sampai di depan pintu menjulang tersebut.
Ia ternyata tidak salah dengar ketika salah satu di antara lelaki asing tadi menyebut nama belakangnya. Liora merasakan sekujur tubuhnya menggigil, terpaku oleh pintu yang perlahan di buka. Sebanyak apa pun ia meronta, kekuatan Liora tidak akan sebanding dengan lelaki asing itu.
Tubuhnya sudah terdorong masuk ke dalam dan sepersekian detik, ia sadar telah dikunci dari luar. “Hei! Lepaskan aku! Kalian salah orang, bodoh!”
“Aku akan melaporkan kalian ke polisi!” pekiknya, tapi tidak ada satupun orang yang akan mendengarkan teriakannya dalam Royal Suite dengan keadaan kedap suara.
Napas Liora tercekat.
Benar. Salah satu dari barang di Royal Suite ini menunjukkan ukiran nama dari tempatnya berpijak.
Jumeirah Al Naseem, Uni Emirat Arab.
Ruangan yang dilihat Liora begitu besar. Interior mewah dan ada beberapa spot menarik menampilkan view yang sangat menggoda dari luar jendela kaca besar itu. Keindahan malam di Dubai terlihat dari Liora berdiri.
Pandangannya teralihkan dengan detak jantung yang semakin berdetak kuat. Tidak ada siapa pun di ruang tengah. Ia menelan saliva susah payah, menapaki kakinya yang tidak memakai alas apa pun.
Sial! Mereka menculik Liora dan tidak mengambilkan perempuan itu sandal, jika mereka terlalu enggan membawakan sepasang heels untuknya.
Ia melihat satu pintu besar. Kamar. Perempuan itu yakin jika di sana adalah sebuah kamar yang pasti akan memberikannya petunjuk, siapa pemilik dari Royal Suite ini.
Tangannya dengan gemetar dan rasa takut, perlahan membuka pintu tersebut. Namun, ia harus dibuat terkejut ketika ruangan itu justru memperlihatkan kelopak mawar yang menghiasi ranjang berukuran king size.
Napas Liora tercekat. Langkahnya cukup ragu untuk semakin mendekati dekorasi pengantin tersebut.
Ada beberapa keidentikan yang bisa dirinya lihat, jika ini layaknya ruangan untuk pengantin. Terutama di sisi lain ada dua kimono terlipat rapi dan lilin aroma terapi, begitu menambah keintiman ruang kamar ini.
“Kau menyukai penyambutan ini, Nona Zucca?”
Tubuh Liora menegang dan napasnya sukses tercekat saat suara bariton itu mengenai indera pendengarannya.
Di belakangnya. Sumber suara itu dirinya yakin berasal dari pintu kamar.
Tanpa berpikir panjang dan rasa takut yang begitu kentara mendapati kejutan aneh seperti ini, membuatnya tidak bisa membuang waktu. Ia ingin mengumpati dan melaporkan kejadian ini pada pihak berwajib. Ia harus pergi dari tempat ini sekarang juga, sebelum dirinya tinggal membawa nama saat kembali ke Amerika.
Deg!
Bibir yang sempat terbuka, nyaris akan memaki dan bersikap angkuh, nyatanya tidak sebanding ketika respons lain tubuhnya sangat kentara.
Tubuhnya seolah membeku, sedangkan manik hijaunya membeliak sempurna mendapati senyum penuh kemenangan dari pria di depannya.
Detak jantung Liora bertalu kuat untuk sekian lama pertemuannya dengan pria bertubuh tinggi—187 senti itu, akhirnya berdiri di hadapannya.
“Chris-topher?”
Senyum miring diperlihatkan pria bermanik biru dengan tatapan angkuhnya. “Ya. Aku Christopher Harcourt,” balasnya sangat puas mendapati wajah Liora yang semakin memucat.
Kaki panjang itu melangkah pasti mendekati Liora. Tubuh perempuan itu bergetar, ia justru mundur perlahan dengan sorot ketakutan mendapati tatapan mengintimidasi dan wajah dingin di hadapannya.
“Apa ... Apa yang kau lakukan di sini?” cicitnya penuh tanya, meskipun langkahnya tetap mundur.
“Menurutmu?”
Tuk!
Liora terduduk di atas ranjang dan sepersekian detik, ia tidak bisa menjauh saat tangan pria itu mendorong kedua bahunya sampai tubuh itu terlentang di atas kungkungan pria dengan sorot tajam.
Ia bisa melihat kembali manik biru itu sangat dekat menatapnya.
Napas Liora tercekat, tidak berkutik saat jemari panjang Christopher membelai sensual bibir ranum kemeraham milik Liora.
Christopher dapat merasakan napas memburu dari Liora. Perempuan itu tampak terkejut mendapati kehadirannya di depan perempuan itu. “Bagaimana kabarmu, Sayang? Apa kau masih merindukanku sampai saat ini?”
Tubuh Liora bergetar. Ia merasa kaku ketika jemari itu beralih mengusap tengkuknya, semakin turun membelai bahunya yang sedikit terbuka oleh gaun yang belum sempat diganti perempuan itu dalam tidur nyenyaknya.
Manik biru itu berkilat, mendapati bahu mulus itu terlihat di depan matanya dengan gaun model sabrina yang dikenakan Liora.
Di saat Liora akan mengucapkan kalimatnya, perempuan itu terkesiap saat Christopher tidak memberikan kesempatan untuknya berbicara dan langsung memagut bibir itu dengan menggebu.
Menuntut lebih dalam tanpa memberikan akses lebih dulu pada Liora. “Kau berada dalam kungkunganku mulai detik ini,” desisnya mengambil jeda, lalu tidak membiarkan setelahnya Liora mengucapkan kalimat apa pun.
**