Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bagian Terburuk

“Felice ... Apa kau mengganti nomor ponselmu, Sayang?” Ivander menatap sendu layar ponselnya. Sudah berulang kali sejak hari di mana Liora memutuskan pergi, Ivander tidak hentinya mengirimi pesan atau sekadar menelepon, berharap jika perempuan itu sudah mengaktifkan ponselnya. Tapi nihil. Pria bermanik coklat itu menunduk sedih. Ia terduduk di kursi jemur area kolam renang. Berhadapan langsung dengan kolam renang berbentuk persergi panjang itu, tampak tenang di saat langit sore telah menyambut. Air itu tampak tenang, tapi tidak bisa mensugesti Ivander untuk menghentikan gemuruh dalam dadanya, rasa sesak dan perih yang belum mendapatkan kabar dari kekasih hatinya. “Aku akan tetap meminta pernyataan langsung darimu, Felice. Entah kenapa, selama bersamu ... Kau tidak pernah menunjukkan kebohongan dalam menyayangiku. Kita tidak pernah bertengkar hebat, kecuali untuk meluapkan ego kecil saja dan menyelesaikannya saat itu juga.” Ivander menunduk kembali dengan embusan napas lelah. Ia mengenggam erat ponsel miliknya, sangat berharap ia bisa bertemu Liora sesegera mungkin. Sekalipun pesta pernikahan mereka telah gagal, terlalu banyak media telah menambahkan sensasi dalam berita tersebut, Ivander tidak akan pernah menyesal telah mengikat Liora. Felice-nya adalah perempuan terbaik yang pernah ia kenal. Pria itu bahkan mengubah prinsip hidupnya. Menjadikan Liora sebagai perempuan pertama yang membuatnya melepaskan keperjakaannya. “Ivander.” Pria itu tersentak dari lamunannya. Mendapati sang Ayah angkat—Tuan Isaac—sudah berjalan mendekat ke arahnya dalam balutan kerja. Lelaki itu baru saja pulang kerja dan telah meminta Ivander untuk di Mansion selama beberapa hari terakhir ini. Lebih tepatnya saat seluruh media meliput dan mencari di mana keberadaan calon pengantin Keluarga Isaac dari tunangannya. Ya. Ivander tidak bisa berbicara untuk menyatakan kehongan pada media. Ia lebih baik menghindar dan tidak sanggup saat para wartawan mencoba menuduh calon istrinya. “Ada apa Pa?” Tuan Isaac menatap lurus putranya dan berdeham sejenak. Ia melihat jika tatapan putranya sudah tidak menunjukkan binarannya, terlebih saat putranya sudah jarang menjaga pola makan teraturnya. Anaknya semakin terikat pada Liora sejak pertemuan pertama mereka. “Felice sudah mengkhinati cinta tulusmu, Nak.” Ivander tersenyum pedih dan menggeleng lemah. “Aku yakin Felice sangat tulus mencintaiku, Papa. Selama ini hubungan kami berdua sangat baik dan aku tidak pernah melarang atau mengekang tunanganku untuk melakukan apa pun.” “Tapi pesta lajang itu menjadi awal dia memutuskan dari keluarganya, bukan?” Tuduhan itu membuat perasaan Ivander sedih. Sorot tajam dari Tuan Isaac membuat Ivander tidak menipiskan senyum lembutnya. Ia kembali menggeleng, “Felice akan kembali dan kami akan menikah, Papa.” Embusan napas berat Tuan Isaac membuat Ivander merasa bersalah. Ia tahu mengenai hal ini sudah membuat nama keluarganya malu. Tapi berulang kali ia hanya membutuhkan lelaki itu yakin padanya di saat sang Ibu sudah mendukungnya. Ia sangat bersyukur diadopsi oleh keluarga baik. Tapi ia untuk kali pertama membuat kesalahan besar yang dianggap khalayak, begitupula keluarga terdekat orangtuanya. “Kau tau aku sangat menyayangimu kan, Nak? Meskipun berulang kali kau sadar bukan putra kandungku bersama istriku, tetap saja aku sudah merawatmu penuh kasih sayang saat kau kecil. Kau anakku satu-satunya dan sangat aku banggakan. Tidak ada hal yang membuatku ingin menghadirkan sedih dalam kehidupanmu. Aku selalu berusaha untuk membahagiakanmu, termasuk pernikahan ini.” “Papa ...” Lelaki itu mengangguk, meminta Ivander untuk diam dalam sorot tenang yang lelaki itu berikan. Ia mengulurkan tangan dan menepuk hangat bahu putranya. “Jika kau bersikeras untuk bertahan dan percaya padanya. Aku tidak bisa melarangmu, Nak. Bagaimanapun kau yang menjalani kisah percintaan ini. Meskipun aku melakukannya untukmu juga, tetap saja kau sangat mencintai Felice-mu.” “Semoga kita bisa cepat menemukannya dan kau bisa mendengar semua penjelasan darinya.” Senyum bahagia terbit dari paras tampan pria keturunan Amerika itu. Ia mengangguk cepat dan segera mendekap lelaki yang sangat ia sayangi itu. Tuan Isaac menepuk hangat punggung putranya. “Sebaiknya kau mencarinya lebih keras, Ivander. Biar aku saja yang memegang alih perusahaan sementara waktu.” “Tapi bagaimana dengan pekerjaan Papa di dunia politik?” Lelaki itu tertawa kecil, mengusap penuh sayang puncak kepala putranya yang sudah tumbuh dewasa. Bahkan, anak lelaki yang dulu hanya sebatas pinggangnya, kini lebih tinggi darinya. “Itu sebabnya kau harus cepat menemukan keberadaan Felice. Kau tidak ingin membuatku jatuh sakit, kan?” ada nada jahil dan senyum hangat itu terulas dan dibalas gelengan pelan Ivander dengan raut sendunya. “Aku tidak ingin dirimu jatuh sakit, Papa.” “Terima kasih telah percaya padaku. Aku akan segera menemukan Felice apa pun yang terjadi.” “Baiklah, Nak. Aku akan selalu percaya padamu,” balasnya. ** Liora merebahkan tubuhnya di atas ranjang, menatap langit kamarnya dengan tatapan nelangsa. “Bagaimana kabar Mama dan Papa? Apa kalian mencariku atau kalian membenciku?” Liora tersenyum getir dengan napas sedikit sesak. Ia tidak akan menduga lebih ketika Nyonya Zucca adalah wanita yang berhati lembut. Tapi tidak dengan sang Ayah; Tuan Zucca. Lelaki itu cukup keras dalam mendidiknya, meskipun akan selalu memanjakannya. Sayangnya untuk orang di luar sana, mereka akan sangat takut jika berbicara dengan Ayah Liora. “Apa kau sudah termakan tulisan dari pria berengsek itu, Papa?” napasnya terembus berat. Liora tidur menyamping, mengubah posisinya seraya memeluk guling. “Aku merindukan Mansionku ... Orangtuaku dan juga suasana di sana.” Ia memang sangat dimanja. Setiap permintaan Liora akan segera terkabul dengan sangat cepat. Apa yang dirinya minta akan dengan segera dilakukan orangtuanya. Itu sebabnya ia tidak tertarik dengan tawaran Christopher. Tapi pria itu seolah mengekangnya di sini. “Ivander,” lirihnya merasakan air matanya membumbung tinggi. Ia sangat merindukan pria baik itu. Liora tidak pernah menemukan pria sebaik Ivander setelah percintaannya kandas. Christopher membuang cintanya dan saat itu ia terlalu sulit untuk membuka hati. Banyak hal yang sudah mereka lalui dan ketika Liora malas untuk pergi keluar Mansion. Ivander akan datang dan masuk ke kamarnya untuk memberikan pelukan hangat atau ciuman penuh kerinduan. Liora menikmatinya. Ia sangat dicintai begitu tulus. “Kenapa aku menangis?” Ia tersenyum getir, menghapus sudut matanya yang berair. Ia tahu air mata ini menjadi tanda jika Liora harus sadar telah menyakiti perasaan Ivander. Bagaimanapun perempuan itu telah dipaksa menikah dan beberapa kali bercinta dengan pria masa lalunya. Liora tahu meskipun Ivander tidak kecewa ia bukanlah perawan, tapi pria itu dengan senang hati memberikan keperjakaannya untuknya. “Kau sangat baik, Ivander ...” Senyum tulus dan rasa ingin memeluk pria itu begitu kuat. “Aku ingin bertemu denganmu dan membicarakan bagian termanis dalam perjalananku ke Dubai,” lanjutnya yang tidak akan pernah menginginkan bagian buruk—penutup—dari pesta lajangnya untuk ia beritahu. Itu adalah mimpi buruknya dan sudah menghancurkan segalanya saat malam itu. **

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.