Bab 3
"Ting, tong!" Di saat Isabel sedang kebingungan, tiba-tiba bel pintu berbunyi. Suara wanita yang lembut pun terdengar di luar pintu.
"Cedric, tolong buka pintunya. Tanganku lagi penuh."
Itu suara Kate!
Sekujur tubuh Isabel sontak gemetar. Jantungnya berdebar begitu cepat sampai-sampai rasanya mau melompat keluar dari kerongkongannya. Dia refleks mendorong Cedric menjauh dengan tenaga yang entah dari mana munculnya.
Gawat, gawat!
Kakaknya datang!
Bagaimana ini?
Tentu saja Cedric juga mendengar suara di luar pintu sana. Dia pun menatap wanita di hadapannya yang terlihat pucat, lalu mengernyit dan menjawab layar bel pintu. Begitu melihat sosok wanita yang sama di luar sana, mata Cedric sontak terbelalak.
Apa-apaan ini?
"Kate" 'kan ada di dalam pelukannya? Kenapa di luar ada lagi?
Suasana di antara mereka pun terasa mencekam.
Isabel sama sekali tidak mengacuhkan tatapan Cedric yang menyelidik, dia terlihat begitu gelisah.
Waktu itu kakaknya sudah melarangnya untuk muncul lagi di hadapan Cedric. Apa yang akan kakaknya pikirkan apabila melihat bibirnya yang kemerahan dan pakaiannya yang acak-acakkan saat ini?
"Pak, tolong aku!" pinta Isabel dengan panik.
Cedric sontak terdiam.
Wanita ini ... bukan Kate?
Wajah tampan Cedric sontak terlihat lebih serius, nada bicaranya menjadi lebih rendah. "Siapa kamu?"
Telapak tangan Isabel sontak menegang.
Dia adalah adik Kate, tetapi jika dia mengatakan siapa dia yang sebenarnya, bukankah itu berarti kenyataan akan terungkap?
"Ting, tong! Ting, tong!"
"Cedric, kamu di dalam nggak?" Belum sempat Isabel memikirkan jawabannya, Kate sudah mendesak dari luar.
Cedric menatap ekspresi Isabel yang terlihat gelisah dan kikuk dengan tajam. Ada banyak sekali pemikiran yang berseliweran dalam benaknya. Namun, untuk menghindari masalah yang tidak perlu, Cedric akhirnya berujar dengan nada datar.
"Kamu masuk dulu, jangan keluar sebelum kuperintahkan."
Suara Cedric mendadak menjadi dingin dan terdengar memerintah, beda sekali dengan suara hangatnya yang sebelumnya.
"Oke." Isabel mengangguk, lalu buru-buru berlari ke ruang tamu dan bersembunyi di balik tirai.
Gerakannya bahkan lebih cepat daripada kelinci.
Setelah Isabel bersembunyi, barulah Cedric mengalihkan pandangannya dan membuka pintu dengan anggun.
Di luar pintu, Kate sedang memegang setumpuk sayuran. Begitu melihat Cedric, senyumannya langsung mengembang.
"Ternyata kamu ada di rumah, Cedric? Kukira kamu lagi keluar soalnya dari tadi pintunya nggak dibuka."
Kate tersenyum dengan lembut seolah-olah dia adalah seorang istri yang berbakti.
Cedric menatap wajah Kate yang sama persis dengan wanita dalam pelukannya tadi. Sebenarnya dia merasa kebingungan, tetapi ekspresinya tetap terlihat datar. Dia akhirnya bertanya.
"Bukannya kamu lagi sibuk kerja? Kenapa ke sini?"
Ekspresi Kate sedikit berubah.
Waktu itu kakeknya mendadak meninggal mendadak dan Kate juga tidak mendapatkan akta nikahnya. Setelah itu, Cedric tidak pernah mengungkitnya dan mengabaikannya. Itu sebabnya akhirnya Kate sengaja pindah kerja ke sini agar bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersama Cedric. Dia melakukan semua ini demi Cedric, tetapi pria itu malah ....
"Soalnya aku mengkhawatirkanmu," jawab Kate sambil berusaha mengulas senyum. "Ke mana pun kamu pergi, kamu pasti nggak terbiasa dengan cuaca dan makanannya. Jadi, aku sengaja ke sini buat memasakkanmu makanan."
Cedric pun menunjukkan pesanannya sambil tersenyum kecil.
"Nggak usah repot-repot, aku sama Kelvin sudah punya restoran langganan."
Nada bicara Cedric terdengar begitu dingin. Pembawaannya pongah dan sama sekali tidak ada manis-manisnya.
Pria satu itu! Padahal kakaknya sudah berbaik hati mau memasak buat Cedric, tetapi dia malah bersikap sesombong itu?
Isabel pun mengomel di dalam hati.
Kate juga tidak menyangka Cedric akan langsung mementahkan antusiasmenya. Senyumannya sontak berubah menjadi getir.
Saat dia hendak mengatakan sesuatu, dia tiba-tiba melihat sehelai rambut wanita menempel di bagian dada kemeja putih Cedric. Kate pun bertanya dengan kaget.
"Loh, Cedric? Kok ada rambut wanita di badanmu?"
Rambut!
Sial, rambutnya pasti rontok karena sebelumnya dia meronta!
Bagaimana ini? Jika kakaknya tahu dia bersembunyi di sini, tamat sudah riwayatnya!
Isabel pun menahan napas dengan gelisah.
Sebaliknya, Cedric hanya memandangi helaian rambut Isabel itu, lalu menjawab dengan suaranya yang dingin dan bermartabat.
"Itu pasti rambut si wanita tukang antar."
Kata-kata Cedric terdengar begitu tenang, acuh tak acuh dan datar tanpa emosi.
Namun, bisa-bisanya seorang wanita tukang antar makanan masuk ke dalam rumah? Tadi juga lama sekali Cedric tidak membuka pintu. Apa jangan-jangan ada wanita yang ke sini untuk merayu Cedric?
Meskipun ada ribuan pertanyaan dalam benak Kate, dia tetap berusaha bersikap seanggun mungkin.
"Oh. Kalau begitu, kamu makan dulu saja, Cedric. Biar kubereskan ruang tamunya."
Belum sempat Cedric menolak, Kate sudah meletakkan masakannya dan mulai berberes.
Dia ke lemari terlebih dulu, lalu membukanya dan membersihkannya. Setelah itu, Kate ke sofa dan membungkukkan tubuhnya untuk meluruskan bantalan sofa sekaligus melihat ke bawah.
Semua gerakannya terlihat seperti sedang berberes, tetapi sebenarnya Kate sedang mencari sesuatu!
Isabel bersembunyi di balik tirai sambil memperhatikan setiap gerakan kakaknya, rasanya dia jadi sulit bernapas.
Terlihat jelas kakaknya sedang mencari sesuatu karena merasa curiga!
Walaupun ruang tamu ini sangat luas, cepat atau lambat persembunyiannya pasti akan ketahuan!
Benar saja, dua menit kemudian, pandangan Kate pun tertuju pada tirai!
Kate berjalan selangkah demi selangkah menghampiri.
Isabel sontak mengepalkan tangannya yang mulai berkeringat dingin.
Gawat, gawat ....
Dia akan ketahuan sebentar lagi ....