Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 3

Hari itu, aku pingsan karena kesakitan. Pada hari keenam sebelum kejadian, aku terbangun dan saat itu hari sudah terang. Setelah hujan reda, matahari bersinar dengan sangat cerah. Aku berjuang untuk berdiri dari lantai dan darah di antara kedua kakiku sudah mengering. "Arya, aku sangat takut. Apa yang harus kulakukan? Apa yang harus kulakukan?" Di ruang tamu, terdengar suara tangisan Yuna. Sambil gemetar, dia terus berkata bahwa dia telah menjadi sasaran si pembunuh. Dia takut mati. "Arya, kami sudah memeriksa CCTV. Kak Yuna memang sudah diincar. Mau lapor polisi, tidak?" "Jangan ... Arya, jangan lapor polisi. Pembunuh ini sangat kejam, dia sengaja memilih wanita muda untuk dibunuh. Polisi sudah menemukan enam mayat, tapi mereka belum menangkapnya. Kalau kita membuatnya marah ... " Yuna menggelengkan kepalanya dengan takut dan menolak untuk melapor polisi. Arya memeluk Yuna sambil menghiburnya dengan lembut, "Yuna, jangan takut." Bukannya dia tidak bisa bersikap lembut, hanya saja dia tidak pernah bersikap lembut padaku. Aku berdiri di tempat dengan sedikit canggung dan sedikit kaku, entah harus melakukan apa. "Kak Yuna, saat kamu berjalan dari Gang Hondu kemarin, kamu pakai baju apa?" tanya sahabat Arya, Felix Pratama. "Pakai gaun merah." Selesai berbicara, Yuna menatapku sambil berkata, "Shani ... " Aku tidak berbicara dan mengalihkan pandanganku, kemudian aku berjalan ke dapur dengan kaki gemetar untuk mengambil makanan. "Arya, aku punya cara untuk memancing pembunuh itu keluar. Setelah menangkapnya, kita akan lapor polisi untuk mencegah pembunuh itu berbuat macam-macam pada Kak Yuna. Dengan begitu, akan lebih aman," ucap Felix sambil menatap Arya. Arya mengangguk sambil berkata, "Coba katakan." "Cari seorang wanita, lalu suruh dia pakai gaun Kak Yuna dan pergi ke Gang Hondu pada tengah malam untuk memancing pembunuh itu keluar. Ada kamera di sekitar, jadi kita bisa awasi mereka, tidak akan terjadi apa-apa," kata Felix sambil menatap Arya. Arya mengerutkan keningnya sambil berkata, "Ide buruk macam apa itu? Kamu mau suruh pacarmu pergi?" Yuna menatapku, lalu berbisik, "Shani, kamu tidak terlihat begitu baik, kamu tidak apa-apa, 'kan?" "Ngapain kamu peduli padanya? Dia hampir membunuhmu, tapi kamu masih peduli padanya." Arya memeluk Yuna dengan erat, dia terlihat sedikit kesal. Tanganku yang memegang air panas langsung membeku dan rasa sakit hatiku langsung menyebar ke seluruh tubuhku. "Suruh dia yang pergi saja! Dia hampir membunuh Kak Yuna, biarkanlah dia menebus dosa-dosanya pada Kak Yuna!" "Iya! Suruh Shani yang pergi saja. Shani dan Kak Yuna terlihat sedikit mirip, suruh dia pergi saja!" Aku menatap Arya dengan panik, ingin mendengar penolakan darinya. Dia tahu jelas aku takut gelap, bagaimana aku bisa pergi ke tempat terpencil seperti itu di tengah malam ... Arya tertegun sejenak. Dia menatapku dengan tatapan dingin. Setelah sekian lama, akhirnya dia menjawab, "Kamu harus menebus apa yang kamu perbuat pada Yuna." Ucapannya seolah-olah menjatuhkanku ke dalam jurang yang dalam. Jari-jariku kesemutan sehingga aku tidak bisa memegang cangkir berisi air panas itu dengan baik. Air itu pun tumpah ke punggung tanganku. Aku terkena air panas, tetapi aku seperti mati rasa. Sepuluh tahun sudah, tetapi aku tetap tidak bisa menghangatkan hati pria ini. Sedangkan Yuna bisa mendapatkannya dengan mudah. “Aku tak mau pergi ... ” Aku menolak, mana mungkin aku mau mempertaruhkan nyawaku. "Arya, jangan paksa Shani ... " Mata Yuna memerah. "Shani tidak sengaja mendorongku dari tangga." "Jangan membelanya!" Arya tiba-tiba marah. Yuna terkejut. Dia berdiri, lalu berjalan ke arahku. Aku menggelengkan kepalaku dengan ketakutan. "Arya, aku tak mau pergi!" "Aku tak bisa membantumu!" Arya bersikeras ingin aku pergi. "Kami akan mengawasimu dan tidak akan membiarkanmu mati, kok." Arya sedang meyakinkannya. Aku terus menunduk sambil bercucuran air mata. Arya merendahkan suaranya dan berjanji, "Setelah kamu membayar kembali apa yang kamu perbuat pada Yuna, aku akan menganggapmu sudah berubah dan tidak akan mencari masalah denganmu lagi." Bodohnya, aku malah percaya. "Apakah kamu benar-benar ... akan menjamin keselamatanku?" "Jangan banyak omong kosong." Arya sedikit tidak sabar. Aku menatap Arya dengan putus asa sambil berkata, "Arya, aku tidak melakukan apa-apa pada Yuna. Setelah menangkap pembunuh itu, bisakah kamu berjanji satu hal padaku?" Bukannya aku ingin tawar-menawar dengannya, tetapi ada sesuatu yang ingin kukatakan padanya. "Jangan tak tahu diri, ya." Ekspresi Arya langsung berubah. Aku hanya menunduk dan tidak berbicara lagi. Di rumah Keluarga Japardi ini, aku memang selalu bergantung pada orang lain. Aku mencintainya, tetapi juga takut padanya. "Oke ... aku akan pergi." Aku menyetujuinya. "Anggap saja sebagai balas budi karena kamu sudah menyelamatkanku waktu itu." Aku menyerahkan hidupku kepada Arya. "Setelah masalah ini selesai, aku akan membatalkan pertunangan dan memberinya kebebasan. Aku akan pergi ke luar negeri dan meninggalkan rumah Keluarga Japardi selamanya ... "

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.