Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 1

Aku sudah meninggal. Meninggal pada malam saat dia memaksaku untuk memancing si pembunuh demi melindungi kekasih barunya. Setelah meninggal, tubuhku dibuat menjadi spesimen dan dimasukkan ke dalam etalase kaca. Namun, Arya Japardi tiba-tiba menggila ... Di rumah Keluarga Japardi, Kota Hairo. Aku juga tidak tahu mengapa rohku bisa kembali ke rumah ini setelah aku meninggal. "Shani masih belum bisa dihubungi? Sudah beberapa hari, loh." Bibi Vero duduk di sofa sambil bergumam dengan suara pelan, "Anak ini selalu patuh. Dia pasti akan mengangkat teleponku. Apakah terjadi sesuatu?" Aku adalah putri angkat dari Keluarga Japardi. Aku datang ke rumah ini saat aku berusia 18 tahun. Ibuku adalah sahabat Bibi Vero. Setelah orang tuaku meninggal dalam kecelakaan mobil, dia membawaku ke rumah Keluarga Japardi. "Bu, jangan pedulikan dia. Dia sudah dewasa, apa yang bisa terjadi padanya?" Arya melihat jam dengan agak tidak sabar, lalu berkata, "Hari ini adalah hari ulang tahun Yuna, aku pergi dulu, ya." Ketika melihat Arya, aku tersenyum sambil menertawakan diriku sendiri. Dia tidak akan peduli dengan hidup dan matiku. Dulu, kami adalah teman masa kecil, kami berdua sangat polos. Aku suka mengikutinya ke mana pun dia pergi dan dia juga suka memegang tanganku. Dia bilang dia menyukaiku dan aku sudah jatuh cinta padanya selama 10 tahun seperti orang bodoh. Sayangnya, perasaan masa muda itu terlalu lemah. Setelah Arya bertemu dengan cinta sejatinya, semua perasaan di antara kami langsung lenyap. Vero merasa sedikit cemas, lalu dia memohon dengan suara kecil, "Arya ... Baru-baru ini, ada rumor tentang kasus pembunuhan berantai yang membunuh gadis-gadis muda dan cantik. Kelopak mataku selalu berkedut dan jantungku juga selalu berdebar tak karuan. Tolong hubungi Shani dan bilang padanya bahwa aku merindukannya." Setelah orang tuaku meninggal, Bibi Vero adalah satu-satunya orang yang paling sayang dan paling perhatian padaku. Dia menghibur dan menemaniku seperti seorang ibu dan memperlakukanku seperti putri kandungnya sendiri. Aku ingin menghibur dan memeluknya, tetapi sekarang aku tidak bisa melakukannya. Bahkan ... aku membuatnya begitu sedih. "Bibi, maafkan aku ... " Sambil terisak, aku merentangkan kedua tanganku untuk memeluknya, tetapi aku tidak bisa menyentuhnya. "Dia memang tak tahu berterima kasih. Walaupun dia marah padaku, dia juga tidak seharusnya menolak untuk menjawab telepon Ibu. Dia benar-benar keras kepala." Arya mengataiku dengan penuh kebencian. Aku masih ingat saat tahun itu Arya terluka karena dipukul oleh para penculik, aku yang berusaha mati-matian untuk mengalihkan perhatian orang-orang itu. Aku hanya ingin dia selamat. Aku masih ingat dia berkata kepadaku sebelum dia pingsan: Shani, aku akan memperlakukanmu dengan baik seumur hidupku ... Sekarang, cinta itu sudah lenyap dan aku malah dianggap sebagai orang yang tak tahu berterima kasih. "Arya, aku sudah mati, akhirnya kamu bisa bebas dan tidak merasa terbebani lagi." Aku berdiri di depan Arya dan menertawakan diriku sendiri. "Ternyata di hatimu, aku hanyalah orang yang tidak tahu berterima kasih." "Arya, Ibu tahu kamu tidak ingin menikahi Shani, tapi kamu adalah teman masa kecilnya dan sudah dijodohkan dengannya. Kalian juga tumbuh bersama sejak kecil, jadi sedikit banyaknya pasti ada perasaan. Kalau kamu tidak menikahinya, bagaimana aku bisa mempertanggungjawabkan kepada ibunya?" Raut wajah Arya tampak muram dan dia berkata dengan nada sinis, "Jangan bicara tentang teman masa kecil lagi. Memangnya kalau tumbuh bersama wajib menikahinya? Itu hanya angan-angannya saja. Dia menggunakan janji masa kecilnya sebagai alasan untuk merayuku agar bisa menikah denganku. Dia bahkan tidak menginginkan harga dirinya lagi." Aku sangat syok hingga seluruh tubuhku gemetar. Aku mengangkat tanganku untuk memukulnya, tetapi gagal. "Arya, kamu memang bajingan!" Malam itu, jelas-jelas dia yang menggila dan menyentuhku. Namun, setelah kejadian itu dia malah bilang bahwa aku yang menjebaknya! ... Saat Arya pergi, rohku terpaksa mengikuti Arya ke pesta ulang tahun Yuna Tanoto. Begitu dia masuk, teman-teman Arya tersenyum dan memanggil Yuna dengan sebutan kakak ipar. "Kakak Ipar, selamat ulang tahun, ya. Kak Arya sudah menghabiskan banyak uang untuk merayakan ulang tahunmu, loh." Arya tersenyum penuh kasih sayang pada Yuna, lalu memberikan hadiah di tengah keriuhan semua orang. "Arya, apakah Shani ... masih belum ada kabar?" tanya Yuna dengan suara pelan seolah-olah teringat sesuatu. Aku mencibir, "Tidak usah berpura-pura baik. Bukannya kamu yang mencelakaiku?" Arya mengernyit sambil berkata, "Jangan ungkit dia lagi, merusak suasana saja." Yuna tersenyum sambil berkata, "Bagaimanapun, dia adalah adikmu, jangan seperti itu." "Adik?" Arya mendengkus dingin. "Dia hampir mencelakaimu, tapi kamu masih membelanya. Kamu terlalu baik." Yuna memeluk Arya sambil bertingkah manja dalam pelukannya. "Aku tidak peduli ... " Aku berdiri di depan Arya dan berusaha mati-matian untuk menjelaskan, "Bukan aku, aku tak pernah mencelakainya, dia ... dia yang mencelakaiku!" "Arya! Dia yang mencelakaiku!" Namun, Arya sama sekali tidak bisa mendengarnya. Aku menangis dengan cemas dan berusaha keras untuk menjelaskan. Setelah menjelaskan terlalu banyak, aku tiba-tiba merasa lelah. Arya tidak pernah memercayaiku. "Apa kalian sudah dengar, pembunuh berantai itu masih belum tertangkap. Polisi sudah menemukan enam mayat dan semuanya adalah wanita cantik." Ada orang yang sedang membahas soal pembunuh. "Beberapa waktu lalu, bukannya pembunuh itu mengincar Kak Yuna? Untung saja Arya melindunginya dengan ketat. Kalau tidak, Kak Yuna akan berada dalam bahaya." "Shani menjadi umpan untuk memancing pembunuh itu keluar, tapi pembunuh itu tidak keluar. Bahkan pembunuh pun tidak menyukainya, hahaha ... " "Benar, bahkan pembunuh pun tidak menyukainya. Bagaimana dia bisa dibandingkan dengan Yuna?" Arya tersentak, entah kenapa dia merasa sedikit kesal. "Apa gunanya kalian mengatakan hal ini?" Dia menyalakan sebatang rokok. Saat ponselnya berdering, dia pun mengangkatnya. "Halo?" "Apakah ini Tuan Arya? Kami dari Bareskrim Polri Kota Hairo. Maaf, apa hubunganmu dengan Shani Kusuma?" Arya tiba-tiba berdiri dan memberi isyarat kepada semua orang untuk diam. "Diam!" Dia tampak sedikit gugup, jari-jarinya juga sedikit memucat. "Shani itu ... adikku." Aku menatap Arya dan tiba-tiba tersenyum. Sampai mati pun, aku hanya dianggap sebagai adiknya. "Mungkin sudah terjadi sesuatu padanya. Kami menemukan ponsel dan barang-barangnya di TKP. Datanglah untuk memastikannya."
Previous Chapter
1/751Next Chapter

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.