Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 9

Samudra tidak suka Nenek sekaligus Bibi. Melihat Bibi dan Nenek menyalahkan Mami, Samudra segera berdiri di depan melindungi sang mami. Samudra adalah pria sejati, harus melindungi ibu kandungnya. Seperti yang dikatakan Paman Tristan, berdirilah di depan Mami seperti seorang pria, mencintainya dan melindunginya. Sekaran, ada yang bicara buruk tentang Mami, dia harus berani pasang badan. Sikap putranya membuat Yunara sangat bahagia. Dia mengelus lembut rambut putranya, hati pun terasa hangat. Kalau itu terjadi sebelumnya, untuk menghormati Yoel, dia hanya akan diam saja, pura-pura tidak mendengar, dan pergi diam-diam. Membiarkan ibu dan anak itu mengolok dirinya sendiri. Baru saja, Samudra memberinya kepercayaan diri. Karena sudah memutuskan bercerai dengan Yoel, tidak perlu lagi menahan sikap sombong keluarga Henderson. "Samudra benar, virus nggak bisa dicegah karena nggak terlihat dan nggak bisa diraba." Ini pertama kalinya Yunara membalas. Wela, seorang wanita anggun dan berkelas, tidak pernah mengira Yunara akan membalas. Ekspresinya sungguh terkejut Agak terpaku, tatapannya masih terlihat kosong. Tidak tahu bagaimana meresponsnya sejenak. Jina yang arogan, begitu melihat Yunara membalas, dia langsung berdiri dan bertanya, "Yunara, bagaimana caramu mendidik anak-anak? Anak kecil bicara nggak sopan sama orang dewasa, nggak kamu urus, hah?" Jina sudah lama tidak suka dengan Samudra. Kalau bukan karena ayah dan kakek menyukai anak ini, Yunara tak akan tinggal di sini! Anak haram itu mencuri kasih sayang Ayah dan Kakek darinya. Ini membuat Jina makin membenci Yunara. Karena itu, menghadapi penjelasan Samudra, Jina pun murka, bahkan ingin memukul anak kecil itu. Yunara melihat Jina menyerang Samudra, membuatnya segera menunjukkan sikap bertahan dengan berkata, "Aku adalah kakak iparmu. Kamu bicara padaku dengan cara begitu, tentu anak kecil meniru-niru." Yunara bicara dengan nada lembut, wajahnya samar-samar dihias senyuman. Melihat Yunara makin marah, Jina membalas sama murkanya, "Yunara, kamu ... kamu sudah melampaui batas! Berani sekali bicara seperti ini padaku!" "Ibu! Lihatlah wanita yang nggak tahu malu ini, akhirnya dia kasih lihat wajah aslinya." Wela melihat Jina, lalu melihat Yunara dan berkata dengan tidak senang, "Bagaimana? Setelah mantan kembali, kamu punya perlindungan?" Sandra yang duduk di sofa meraih tangan Jina yang berdiri. "Jina jangan marah, Ibu juga jangan marah. Marah besar-besaran merugikan tubuh, nggak layak untuk orang seperti ini." Yunara tahu, Jina pasti tidak akan berkata hal yang baik setelah itu. Dia membungkuk dan mencium wajah kecil putranya yang masih segar, lalu berkata padanya, "Sayang, kamu mau main sendiri di lantai atas sebentar?" Yunara enggan menyeret konflik orang dewasa pada anak-anak. Jadi, dia membiarkan pengasuh membawa anak-anak ke atas. Anak kecil itu agak enggan melihatnya sebelum bertanya, "Nanti Mami bagaimana?" Yunara mengeluarkan senyuman, memegang pipi anak itu dengan lembut. "Mami akan datang mencarimu sebentar lagi." Samudra menggelengkan kepala dan bersikeras bicara, "Samudra ingin melindungi Mami, nggak mau naik." Kata-kata sehangat aliran sungai kecil yang menjalari hati sungguh menghangatkannya. Senyum di wajahnya melebar. Dia menangkup wajah sang putra dengan kedua tangan, menghiburnya. "Sayang, jangan khawatir. Mami bisa menyelesaikannya, percayalah pada Mami." Anak kecil itu melihat mata ibunya yang penuh keyakinan dan memutuskan untuk memercayainya. "Kalau begitu, aku akan tunggu Mami di lantai atas." Setelah melihat anaknya dan pengasuh naik ke lantai atas seraya masuk ke kamar, Yunara mendekati tiga wanita yang sedang duduk di sofa. Karena dia mencintai Yoel, dia mencintai rumah dan segala aksi keluarganya dengan sabar. Sekarang, dia memutuskan untuk tidak mencintainya lagi, ingin bercerai dengannya, dan tentu saja tidak akan lagi menoleransi kedua wanita ini tanpa batas. "Jina, siapa yang menghilangkan fotomu menginap dengan orang lain?" Baru saja Jina bersikap angkuh, sekarang bagaikan terong kempes setelah disiram embun beku. Dengan penuh kebencian, Jina menatap Yunara, tetapi dia tidak berani mengatakan apa-apa lagi. Benar-benar tidak ada lagi keangkuhan sebelumnya. Wela menggerakkan bibirnya. Baru saja ingin mengatakan sesuatu, Yunara lebih dulu membuka mulutnya, "Nyonya Wela, antara aku dan Kak Tristan, semuanya bersih dan nggak ada yang nggak pantas dilihat." "Kalau kamu ingin memberi selingkuhan pada putramu, tanyakan dulu pendapatnya!" Tiga wanita di sofa saling memandang. Mereka belum pernah melihat Yunara seperti ini, bagai orang berbeda yang membuat mereka tercengang. Ketika dia ingat bagaimana harus membalas dendam, Yunara sudah pergi dengan anggun menuju lantai atas. ... Yunara langsung masuk ruang kerja Yoel di lantai atas dan segera menuju mesin pencetak. Menyalakan komputer, menghubungkan mesin pencetak, dan cetak apa yang paling diinginkan olehnya. Surat cerai. Lalu, menulis namanya dengan rapi di kolom wanita. Setelah menandatangani namanya, dalam waktu singkat sebelum menutup pena, dia melihat dengan saksama nama yang telah dia tandatangani. Lima tahun berlalu, dia telah memberikan segalanya, tetapi tidak dapat memperoleh Yoel dan sorot mata yang tidak tajam. Benda yang bukan miliknya, meski dipegang, hanya bisa dimiliki sebentar saja. Setelah menghela napas panjang, dia meletakkan surat cerai di tempat yang terlihat jelas, kemudian meninggalkan ruang belajar sambil memeluk laptop. Lantas, dia kembali ke kamar tidur dan merapikan barang-barang. Vila keluarga Henderson sangat besar, punya beberapa halaman dan semuanya adalah kompleks vila lima lantai. Meskipun tak bersama sehari-hari, makan malam wajib bersama. Kakek Jordan suka keramaian. Jadi, dia buat aturan seperti ini. Anggota keluarga Henderson, kecuali dalam situasi khusus, harus makan bersama pada malam hari. Saat Yunara membawa Samudra ke Kompleks Malapari, semua orang sudah ada, menyisakan mereka berdua. Kakek Jordan melihat dia membawa Samudra datang, lalu segera mengisyaratkan kepada Samudra, "Samudra, sini sama Kakek Buyut!" Si Kecil melepas tangan Yunara dan berlari dengan riang menuju Kakek Jordan. "Kakek Buyut, apa kabar?" Kakek Jordan melihat anak kecil yang cantik dan imut, tersenyum unjuk gigi. "Hei, hei, hei! Cucu kesayanganku yang paling lucu, Kakek Buyut sangat senang melihatmu." "Ayo, biarkan Kakek Buyut menciummu." Samudra berdiri tegak seraya Kakek Jordan menciumnya. Yunara menyapa semua orang, "Kakek, Papa, Mami." Kakek Jordan mengangguk kepadanya. "Silakan duduk!" Chris tersenyum dan menjawab, "Silakan duduk." Wela melihat Yunara dengan tidak suka, tetapi di hadapan Kakek Jordan, dia tidak bisa mempermalukan Yunara, sehingga dengan enggan dia menjawab, "Hmm." Yoel juga ada. Yoel melepas jaketnya dan mengenakan kemeja garis biru dengan dasar hitam saja. Lengan kemeja digulung ke atas, metampakkan lengan bawah yang kuat dan berotot, garis-garisnya indah. Kancing di leher tidak terkait, sedikit menyajikan tulang selangka yang indah. Pria itu berwajah dingin, pandangannya tajam kala melihat Yunara datang, lalu dia mengerutkan keningnya. Yoel duduk di sebelah Sandra. Melihat Yunara hadir, dia mendekat ke samping Yoel dan berbisik di telinganya, membuat Yoel tersenyum. Karena Sandra juga ada di sini, pelayan menempatkan Yunara di sebelah Jina. Yunara tidak peduli dengan ini, dia langsung duduk tanpa tanya.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.