Bab 6
Tak ada orang lain di lorong evakuasi, menyisakan lemahnya suara napas dua orang di sana yang terus-menerus mengelilingi.
Tidak ada lampu di sini, membuat Yunara tidak bisa melihat Yoel dan ekspresi wajahnya.
Akan tetapi ...
Yunara bisa menangkap sebaran tekanan yang rendah dari pria itu yang mengungkung sekitarnya.
Kuatnya rasa penindasan membuat bulu kuduk merinding.
Keheningan makin mengimpit suasana yang sudah mencekik.
Yunara menangkup rapat dadanya, menggenggam erat tinjunya, lalu mengucapkan beberapa kata yang telah lama berputar di kepalanya, "Yoel, mari kita bercerai."
Menahan selama itu, Yunara kehabisan tenaga dan tak bisa jalan lagi.
Yoel membenci pernikahan ini. Dia juga membenci wanita ini dan membenci anak yang dilahirkannya.
Jadi, ketika Samudra sakit dan membutuhkan figur ayah, pria ini bisa begitu dingin dan tidak peduli sedikit pun dengan ikatan sepasang ayah dan anak.
Yoel bisa membencinya, mengabaikannya, bahkan menginjak semua harga dirinya. Namun, dia tidak bisa bersikap sama terhadap Samudra!
Sikap dingin Yoel pada Samudra adalah hal terakhir bagi Yunara.
Biasanya, Yunara hanya menahan diri hingga dirinya lepas kendali karena mengucapkan dua kata itu.
Dalam kegelapan, suaranya terdengar sangat jelas.
Terdengar jelas ada perasaan kecewa di balik suaranya.
Hanya ...
Pria tampan itu tidak memercayai apa yang dikatakan Yunara.
Selang terdiam beberapa saat, Yoel menghela napas pelan seraya bertanya, "Apa katamu?"
Pandangan tajam jatuh pada mata Yunara, seolah-olah ingin lihat ke sekeliling hatinya.
Yunara menenangkan dirinya, mengambil napas dalam-dalam, dan membawa serta ucapan yang sudah lama terpendam di hatinya. "Aku bilang, ayo, kita cerai."
Suaranya agak lebih keras dari sebelumnya. Kecepatan bicaranya juga begitu lamban hingga setiap kata terdengar cukup jelas di telinga Yoel.
"Hei!"
Di lorong sempit dan gelap itu, terdengar cemoohan pria yang terkesan meremehkan.
Tertawa penuh penghinaan.
Layaknya telah mendengar lelucon hebat.
Tidak tahu apa yang mereka tertawakan, Yunara menggertakkan giginya sebelum bersikap tenang saat menjelaskan, "Yoel, aku tahu lima tahun ini kamu sudah menderita karena hidup dengan orang yang nggak kamu cintai. Jadi, aku ingin membebaskanmu."
"Jangan cemas. Aku cuma butuh Samudra, nggak perlu yang lain."
Bagi Yunara, anak adalah segalanya. Dia tak bisa hidup tanpanya, tak terkecuali dengan Samudra.
Dengan kekayaan dan pengaruh keluarga Henderson, tak berguna untuk menangis histeris sekiranya mereka enggan memberi hak asuh Samudra padanya.
Karena itu, dia sengaja menekankan situasinya yang tidak perlu harta keluarga Henderson dan hanya membutuhkan anak-anak.
"Hahaha!"
Suara tawa Yoel lebih keras.
Sialnya ...
Tak ada perasaan yang terselip dalam tawa itu, membuat telinga Yunara terasa sakit dan jantung pun terasa berdegap.
Yunara tidak memahami alasan Yoel tertawa. Pikirnya, dia senang mendengar berita perceraian sebelum buru-buru berkata, "Beberapa hari ini, Samudra sakit. Aku nggak bisa menyerahkan surat cerai padamu untuk sementara waktu. Mohon tunggu beberapa hari lagi sampai si Kecil agak pulih. Bisa, 'kan?"
Baru saja bicaranya berhenti, bahu Yunara langsung ditahan oleh seseorang.
Yunara ingin bergerak, pelaku utama justru sudah mendekat. Dengan kaki panjang yang tampak menekan lurus di sela kedua kakinya, sosok tinggi tegap tersebut menutupi seluruh tubuhnya.
"Yunara!"
"Kamu yang ingin menikah, kamu juga yang akan bercerai!"
"Apa kamu pernah tanya pendapatku?"
Lima tahun lalu, tepat setelah keluar ICU, dia menerima pemberitahuan dari orang tuanya. Setelah kamu sembuh dan keluar dari rumah sakit, segera menikahi Yunara untuk membalas budi besar keluarga mereka.
Pada saat itu, tak ada waktu untuk tetap mempertanyakan alasan harus menikah!
Sekarang, saat Tristan pulang, Yunara langsung mengajukan cerai.
Benar-benar pandai mengatur rencana!
Tulang selangkanya terjepit hingga nyeri, Yunara kesakitan hingga air mata serasa mulai mengalir dari matanya. Dia pun segera mendorong tangannya.
Namun, ...
Yoel sengaja membuatnya tak nyaman, menyakitinya, bahkan sama sekali tak memberinya celah untuk menolak tangannya.
Satu tangan Yoel meremat tangan Yunara yang lainnya, kemudian menekannya lebih kuat di tulang selangka.
"Ambil kalau mau, buang juga semaunya. Yunara, kamu anggap aku apa, hah?"
Akhirnya, pertanyaan ini dilontarkan Yoel keras-keras.
Dihadapkan dengan pertanyaan itu, Yunara tidak tahu bagaimana menjawabnya. Rasa sakit di tulang selangka membuatnya tidak bisa bicara.
"Boleh ... lepaskan aku ... dulu, nggak?"
"Perceraian, ya. Justru akan memuluskan jalanmu dengan Nona Sandra, 'kan?"
Lima tahun lebih pernikahan mereka, yang paling sering Yunara dengar adalah kisah menggemparkan antara Yoel dan Sandra.
Dua orang ini telah bersahabat sejak mereka masih kecil. Mulai dari SMP, SMA, bahkan sampai kuliah, mereka selalu berjalan berpegangan tangan.
Suatu hari, Yoel mendadak menikahi orang lain secara terpaksa karena tekanan keluarganya.
Sementara itu, Sandra tak pernah menikah dan masih menunggu Yoel penuh cinta.
Akan tetapi ...
Usai menikah dengan Yoel, Yunara tidak ingin disebut pelakor, sehingga memutuskan untuk pergi dari Kota Jiwangga ke tempat yang jauh.
Karena itu, di mata penduduk Kota Jiwangga, Yunara adalah penyihir tua yang merusak hubungan orang lain, sementara Sandra adalah gadis polos, manis, dan tidak berbahaya.
"Jangan sebut namanya!"
Kerasnya teriakan Yoel makin memperkuat rasa nyeri di tulang selangka Yunara.
Akhirnya, nyeri ini tidak sebanding dengan sakit hati yang dirasa.
'Yunara, masih belum bisa lihat dengan jelas sampai sekarang?'
'Yoel menaruh Sandra di hatinya dari awal sampai akhir, hei.'
Yunara mendengar suara hatinya yang hancur.
Yoel tampak berseru, "Yunara, dengarkan baik-baik!"
"Orang yang berani mempermainkan Yoel, nggak akan ada yang berakhir baik! Kamu juga nggak terkecuali!"
"Tristan kembali, makanya kamu mau bercerai dan bersamanya? Kamu pikir, aku akan kasih kamu kesempatan, huh?"
Detik berikutnya, bibir Yoel yang dingin memagut bibir Yunara.
Lebih tepat disebut pagutan binatang buas ketimbang ciuman.
Yoel menuangkan seluruh amarahnya dalam ciuman ini.
Setiap sentuhan membuat Yunara merasa sakit hingga dahinya mengernyit. Refleks, dia menghindari dan mencoba untuk mendorong Yoel.
Sayangnya ...
Pria ini adalah binatang buas yang serakah. Makin gigih usaha Yunara untuk lepas, gigitannya makin kencang.
Bibir, lidah, dan dinding dalam mulut Yunara terasa sakit, sangat menyakitkan.
Pada akhirnya, dia mati rasa karena rasa sakitnya dan tidak bisa melawan hingga hanya bisa mengeluarkan suara tangisan kecil.
"Huhu ..."
Suara rintihan yang menyakitkan tidak bisa membangkitkan belas kasihan pria itu, malah membuatnya bersikap makin kejam.
Yoel menggenggam kedua tangan Yunara dan mengangkatnya ke atas kepala, sementara tangan yang lain pergi untuk membuka celana.
Menjadi pasangan selama lima tahun, Yunara mengenal pria yang disukainya.
Yoel adalah pria yang punya kebutuhan besar untuk berhubungan intim. Pengecualian saat Yunara menstruasi setiap bulan, sehingga dia bisa istirahat selama beberapa hari. Di luar itu, keduanya bermesraan tiap malam selama Yoel tidak sedang dinas.
Yoel tidak pulang kemarin malam, sehingga mereka tak melakukan apa-apa.
Pada saat ini, perlawanan kuatnya membangkitkan hasrat pria itu untuk menaklukkan.
Yoel memeluknya erat-erat seraya melucuti pakaiannya.
Yunara sangat panik, sehingga dia berusaha untuk menggagalkan niat Yoel sambil menggigit lidah sang dominan.
Saat lidah Yoel mengangkat giginya, Yunara menggigit kuat-kuat.
Tiba-tiba, amis darah menyebar di mulut kedua orang tersebut.
Srett ...
Pria itu merasakan sakit, sehingga terpaksa melepaskan wanita di pelukannya. Matanya sudah terlihat kemerahan.
Tertinggal bercak darah di sudut bibirnya, seolah-olah habis diolesi lipstik merah muda yang tipis, lalu rekah menjadi sejumlah kelopak merah darah menyala.
Sorot mata Yoel pada Yunara makin dingin, seolah-olah tengah dipadatkan dalam es beracun hingga bulu kuduk pun meremang.