Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 15

Yunara terkejut ketika mendengar syarat yang diajukan Yoel hingga pandangannya menjadi kabur. Matanya membelalak, lalu menatap pria di depannya tak percaya. Kompensasi tekanan emosional 20 miliar rupiah! Apakah dia salah dengar? Apakah Yoel sudah gila? Apa-apaan ini. Biasanya, pria yang memberikan uang perpisahan kepada wanita. Yoel sudah sangat kaya, masa memintanya memberi kompensasi atas tekanan emosional! 'Kenapa Yoel nggak mati saja, ya?' 'Bisa-bisanya dia mengajukan syarat ini sebagai pria?' Yunara terkejut dengan kata-katanya, sejenak tak tahu harus balas apa. Yoel melihat reaksi terkejut wanita di depannya, melengkungkan sudut bibirnya, merapikan dasinya, dan menatap dengan sorot merendahkan. 'Dari mana uangnya? Sejak menikah dengan keluarga Henderson, Yunara nggak pernah bekerja.' 'Uang sebesar 20 miliar rupiah, cukup untuk membuatnya diam.' 'Sejak kapan wanita ini layak ambil keputusan di pernikahan ini?' Yunara terkejut dengan kata-kata Yoel. Dia mematung sesaat dan tersadar kembali. Dia memandang pria itu dengan kecewa. "Aku akan mencari cara untuk memberimu 20 miliar rupiah! Tapi, hak asuh Samudra harus menjadi milikku!" Dia menyadari, Yoel pasti yakin kalau dia tak punya uang, sehingga merendahkannya dengan minta 20 miliar rupiah semena-mena. Yoel memiliki bentuk wajah yang sempurna dari setiap sudut, seindah bulan yang cemerlang dengan angin yang sejuk dan secerah bunga mawar. Wajahnya tampan dan penampilan fisiknya juga menawan. Jika dia punya keinginan untuk masuk ke industri hiburan, dia pasti sudah menjadi bintang terkenal hingga tak ada tempat bagi bintang muda lainnya. Bahkan, cahaya yang redup saat ini, tak mengurangi ketampanan dan pesona dirinya. Awalnya, Yoel pikir Yunara sama sekali tidak bisa mengeluarkan 20 miliar rupiah dan tidak akan setuju dengan syarat berat itu. Akan tetapi ... Tak disangka, wanita itu langsung setuju. Kali ini, dia melihat tekad di mata Yunara. Yoel belum pernah melihat tekad seperti itu darinya. Bahkan, merasa aneh. Satu detik kemudian, punggung tangannya terasa dingin. Ada cairan bening jatuh di punggung tangannya, perlahan-lahan menyebar seraya meluncur sepanjang tekstur kulitnya. Yoel merasa tersengat tajam, seolah-olah ada yang menusuknya pada bagian itu, menyebabkan dia sakit dan memaksanya untuk melepaskan tangan Yunara. Yoel berdiri di samping Yunara, bersebelahan. Pria bertubuh tinggi itu bersandar di dinding tanpa mengucapkan sepatah kata, lalu mengeluarkan sebatang rokok dan menyulutnya Rokok yang menyala di sela-sela jarinya menerangi wajahnya bak permata. Yunara berdiri di sana, tidak mengatakan apa-apa. Air mata mengalir di wajahnya yang putih dan halus. Dia menangis tanpa suara. Mereka bersandar di dinding, tak bergerak, bak terpaku di sana. Setelah lama terdiam, dahi pria dingin itu berkerut. Dia mengisap rokok di sela jari-jarinya, lalu melemparkan rokok itu ke bawah dan menginjaknya kencang. Kemudian, dia mendekat kepada Yunara. Aura membunuh yang kuat darinya membuat Yunara terkejut. Saat Yunara menyadari bahaya, dia sudah terlambat untuk kabur. Usai beberapa langkah, pria itu mencengkeram kerahnya, menarik kembali, dan menekannya ke dinding. Sebelum Yunara berontak, bibir dingin pria itu menekan masuk. Aroma tembakau yang samar-samar itu menerobos masuk ke lubang hidungnya dan menyebar ke parunya, sehingga membuatnya batuk berkali-kali. Mulutnya dibekap oleh pria itu. Jadi, dia tidak bisa batuk lagi. Tercekat oleh bau tembakau, air mata yang baru ditahan langsung menetes lagi dan mengalir di wajahnya. Mata hitam pria itu dipenuhi dengan niat membunuh yang dingin saat mencengkeram dagunya dan menggigit bibirnya dengan keras, lalu berkata, "Apakah Tristan begitu memesona?" Yunara terus meronta dan balas menggigit bibir pria itu dengan kencang, lalu berteriak sekuat tenaga, "Nggak! Ini nggak ada hubungannya dengan dia!" "Aku ..." Kata-kata selanjutnya dibungkam pria itu, menyisakan suara isak tangis wanita. Ada pembantu yang datang untuk berbenah, dia langsung berlari menjauh begitu melihat kejadian ini. Tatapan tuannya terlalu menakutkan, macam mau makan orang. "Yunara, dengar baik-baik. Perkara perceraian ini hanya dianggap sah jika aku yang bilang cerai! Apa yang kamu katakan nggak berlaku! Kamu juga nggak berhak mengajakku bercerai!" "Kalau aku dengar kata cerai dari mulutmu lagi, jangan harap bisa bertemu Samudra lagi!" Suara pria itu bagai suara setan, seperti pisau tumpul yang memotong daging, makin lama makin membuat orang takut. Layaknya hantu mengerikan dari neraka, dia menggigit bibir Yunara hingga bau darah menyebar di mulut mereka berdua. Yoel sangat marah. Dia tidak berniat membiarkan Yunara pergi. Setiap kali dia menggigit dengan keras, Yunara mengerutkan kening kesakitan, dan terus mendorongnya. Akan tetapi ... Dorongan itu tidak berpengaruh, malah makin membangkitkan sifat binatang pada pria itu. Roknya diangkat hingga ke atas pinggang, sepasang kaki jenjang dan ramping pun terlihat. Kaki itu halus dan mulus bagaikan permata dengan kilau yang menggoda. Pasangan ini lebih dari lima tahun tidur bersama, sehingga Yoel sudah sangat mengenal tubuh ini. Di belakangnya adalah dinding yang dingin, di depannya adalah tubuh pria yang panas. Dua hal bertolak belakang, merangsang tubuhnya yang sensitif. Ini adalah sudut tangga. Pembantunya pasti lewat sini jika ingin beres-beres. Dia takut ketahuan oleh pelayan, tetapi tubuh kakunya, memberikan kesempatan kepada Yoel. Pria itu menekan tubuhnya dan menekannya ke dinding dingin. "Yoel, tolong jangan selalu terangsang kapan saja dan di mana saja. Di sini banyak orang lewat. Aku malu, kamu nggak malu?" Pria di depannya kelewat tidak peduli, justru memeluk pinggang ramping Yunara. Yunara tidak pernah bisa menolak. Yunara mengutuk pria itu lagi, wajahnya tampak kemerahan. "Dasar bajingan, Yoel. Kenapa kamu nggak mati saja, sih." Pria itu tersenyum dingin. "Kamu saja hidup sehat, kenapa aku harus mati?" "Apa? Mau berbuat lagi?" Terdengar suara langkah kaki, Yunara takut orang lain akan lihat dia dalam kondisi berantakan. Dia buru-buru menahan napas. Pria itu mendengus pelan. Ada kesombongan yang tak terbendung di matanya. "Jangan salahkan aku kalau kamu nggak bisa melihat Samudra lagi lain kali!" Yunara bagaikan hewan peliharaan kecil yang baru ditarik keluar dari air, meringkuk di sudut dinding, dengan kebencian di matanya. Dia membenci sifat Yoel yang mendominasi sekaligus membenci kelemahannya sendiri. Yunara bersandar lemah ke dinding dan bertanya dengan suara lirih, "Bukankah orang yang paling kamu cintai adalah Sandra?" "Setelah kita bercerai, kamu bisa terang-terangan sama dia, 'kan?" "Apakah kamu nggak mau memberikan status kepada wanita yang kamu cintai?"

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.