Bab 2
Meskipun aku sudah tahu bahwa aku dan Susan telah menikah selama lima tahun, bagiku, ini pertama kalinya melihat wajahnya dari jarak sedekat ini.
Harus kuakui, ada alasan kenapa dia menjadi idola di masa remajaku.
Melihat wajahnya saja, suasana hatiku langsung membaik.
Meski dia memasang ekspresi dingin padaku, aku tidak merasa terlalu membencinya.
Ternyata kata-kata Yulia ada benarnya. Mungkin aku memang sepenuhnya seorang pecinta wajah cantik.
Sepertinya karena aku diam saja, dia agak mengernyit dan bertanya, "Kevin, kamu bikin ulah apa lagi?"
Sambil berbicara, dia melangkah ke arah lemari pakaian, melewatiku tanpa berhenti sedikit pun, lalu mengambil sehelai gaun tidur.
Aku menoleh ke arahnya, "Bikin ulah?"
Dari tadi, sejak dia tiba-tiba pulang sampai sekarang, aku belum mengatakan sepatah kata pun, tetapi dia bilang aku membuat ulah?
Mata hitam pekat Susan menatap tajam ke arahku, "Biasanya kamu langsung menghampiriku waktu aku pulang. Kok sekarang nggak? Kamu ganti taktik, ya?"
Aku agak terkejut.
Setelah menikah dengan Susan, apa aku jadi begitu terburu-buru menunjukkan hasrat?
Namun, aku tetap tenang dan hanya berkata dengan datar, "Oh, mulai sekarang nggak akan lagi."
Awalnya, aku pikir Susan akan merasa lega.
Tidak disangka, kerut di dahinya malah makin dalam dan dia memandangku dengan tidak sabaran. "Aku lagi capek banget karena pekerjaan, nggak ada waktu untuk temani kamu bikin ulah."
"..."
Melihat aku tetap diam, tatapan Susan tiba-tiba menjadi dingin. "Kevin, jangan coba-coba lagi melakukan sesuatu pada Stefan. Dia nggak melakukan apa pun. Kalau kamu mengancamku dengan bunuh diri, tetap nggak ada gunanya."
Aku tertegun sesaat, perasaanku campur aduk.
Soal hubunganku dengan Susan, Yulia sudah menceritakannya cukup banyak.
Intinya sederhana. Aku mencintai Susan, Susan mencintai Stefan, sementara aku, badut dalam cinta ini, hanya bisa terus mencari masalah dengan Stefan, yang membuat Susan makin membenciku.
Kali ini, drama bunuh diri juga terjadi karena aku cemburu karena perhatian luar biasa Susan kepada Stefan. Jadi, aku diam-diam menyerang perusahaan Stefan, mencemarkan nama baik artis-artis mereka. Sementara itu, Susan tanpa ragu membelanya...
Ini secara tidak langsung memberi tahu semua orang di lingkaran itu bahwa aku, suami dari Susan, hanyalah status saja, bahkan tidak sebanding dengan satu jari Stefan di hati Susan.
Akibatnya, aku kehilangan keseimbangan mental dan mencoba merebut kembali hati Susan dengan bunuh diri.
Hasilnya sudah bisa ditebak. Seorang wanita yang sudah muak denganku tidak akan berubah pikiran hanya karena aku bunuh diri. Malah, dia makin merasa terganggu.
Melihat aku tetap diam, Susan kehilangan kesabaran dan langsung pergi ke kamar mandi.
Aku menghela napas lega, lalu menjatuhkan diri ke atas tempat tidur besar dengan pikiran yang kacau balau.
Kehilangan ingatan selama beberapa tahun ini membuatku benar-benar tidak mengerti kenapa aku bisa bertindak sebodoh ini.
Di usia 18 tahun, aku sangat meremehkan orang yang terlalu terobsesi dengan cinta, tetapi sekarang hidup dan matiku bergantung pada seorang wanita.
Aku tidak habis pikir bahwa aku bisa sampai pada kondisi seperti ini!
Saat pikiranku masih berkecamuk, belum sempat memutuskan apa yang harus kulakukan selanjutnya, selimut di sebelahku tiba-tiba terangkat, dan tubuh lembut serta harum terbaring di sampingku.
Aroma yang menerpa wajahku membuatku langsung waspada. Aku menoleh dan melihat mata hitam pekatnya menatapku dengan dingin, seperti biasanya. Namun, kali ini dengan sentuhan kegelapan yang terpendam.
Aku tergagap, "Aku...kamu...kamu mau apa?"
Meskipun aku kehilangan ingatan, berdasarkan informasi yang aku tahu, hubunganku dengan Susan seharusnya sangat buruk, 'kan?
Mungkin kami bahkan tidur di ranjang terpisah. Lalu, bagaimana bisa dia dengan santainya berbaring di sampingku?
Susan tampaknya tidak memperhatikan ketidaknyamananku. Dengan lengannya yang lembut, dia melingkarkan tangan di pinggangku.
Tanpa sepatah kata pun, dia langsung merapat ke tubuhku. Dengan jari-jarinya yang halus dan lembut, dia mulai menyentuhku dengan terampil, menghadirkan sensasi yang belum pernah kurasakan sebelumnya...
"Susan!"
Aku tidak bisa menahan diri untuk memanggil namanya, "Jangan sentuh aku!"