Bab 1 Mari Kita Bercerai
"Suamimu selingkuh."
Ketika Maura Clair menerima kabar dari sahabatnya, dia baru saja menyelesaikan suntikan ovulasi sel telur dan sedang bersandar di bangku klinik, menahan rasa sakit akupunktur di perutnya.
Ia memiliki rambut hitam, serta wajah lonjong yang pucat. Efek dari parasnya yang cantik menyebabkan orang yang lewat sesekali menoleh ke arahnya.
Maura menarik napas dalam-dalam, kemudian membuka foto itu dengan tangan gemetar untuk melihatnya.
Foto itu adalah Gaston Abalos yang sedang menggendong seorang wanita yang mengenakan gaun mewah berwarna merah muda keluar dari hotel.
Ekspresi pria yang awalnya dingin menjadi sangat lembut saat dia menundukkan kepalanya.
Maura juga mengenal wanita itu.
Dia adalah pacar pertama Gaston, Lula Oleta.
Begitu Maura tersadar, dia menelepon Gaston. Setelah sekian lama, suara dingin seorang pria akhirnya terdengar dari ujung telepon. "Ada apa?"
"Apakah kamu akan pulang malam ini?" Maura sebenarnya ingin bertanya, apakah mereka masih bisa kembali seperti dulu?
Namun, panggilan teleponnya jelas telah mengganggu Gaston. Setelah beberapa detik hening, Gaston menyahut dengan tidak sabar, "Apakah kamu terburu-buru?"
Mata Maura menjadi merah setelah mendengar itu. Dia tersengat oleh nada dingin Gaston, tetapi tidak ada sedikit pun kesedihan dalam nadanya saat dia bertanya.
"Apakah kamu lupa ini hari apa?"
Mereka sudah menikah selama tiga tahun. Selain berhubungan intim sebulan sekali, mereka jarang bertemu.
Hari ini adalah hari jadi pernikahan mereka sekaligus hari Gaston harus pulang.
Bulan lalu di tempat tidur, Gaston berjanji akan menemani Maura.
Gaston memotongnya dengan berkata, "Aku akan pulang agak malam, jangan khawatir."
Setelah mengatakan itu, dia langsung menutup telepon.
Mendengarkan bunyi sambungan terputus, hati Maura tiba-tiba mencelos.
Dia mendongak dan menenangkan diri sejenak, menarik napas dalam-dalam beberapa kali, kemudian dia menelepon sahabatnya, Monica Ludy, untuk menjemputnya.
Sepuluh menit kemudian, langkah kaki tergesa-gesa terdengar di koridor rumah sakit. Wanita itu memiliki rambut pendek lurus berwarna biru, highlight peraknya terbang-terbang mengikuti langkahnya, terlihat keren.
Menghadapi tatapan terkejut yang mendarat padanya, Monica seolah tidak melihat. Dia mengangkat alisnya sambil berjalan menuju Maura.
Melihat wajah Maura yang pucat, Monica merasa sedih dan tidak bisa menahan diri untuk tidak memaki, "Dia sudah melakukan itu dengan Lula, apa gunanya kamu menerima suntikan untuk meningkatkan ovulasi?"
Maura menundukkan kepalanya tanpa mengatakan apa-apa.
Pernikahannya dengan Gaston awalnya dipaksakan, kakek Gaston yang bersikeras menyatukan mereka.
Maura tidak menolak lamaran pernikahan itu, bahkan diam-diam merasa bahagia. Tidak ada yang tahu bahwa dia telah menyukai Gaston selama bertahun-tahun.
Setelah mereka menikah barulah Maura mengetahui bahwa Gaston memiliki cinta pertama bernama Lula.Kakek Gaston menggunakan Maura sebagai tameng karena beliau meremehkan latar belakang keluarga Lula.
Gaston terlalu malu untuk mengakui keberadaan Maura, jadi mereka menikah secara rahasia selama tiga tahun terakhir.
Maura tidak peduli sama sekali. Dia merasa bahwa cepat atau lambat dia bisa menghangatkan hati Gaston, membuatnya melupakan Lula, kemudian menjalani kehidupan yang bahagia bersamanya.
Sekarang setelah Lula muncul, Maura menyadari betapa bodohnya dia.
Setelah tiba di rumah, Maura mandi dan merasa masam saat melihat pakaian di tempat tidur.
Dia berkata pada dirinya sendiri bahwa hanya sekali. Ini adalah kesempatan terakhir bagi dirinya dan Gaston.
Tengah malam, pinggang Maura tiba-tiba digenggam oleh sepasang tangan yang agak dingin. Napas panas pria itu berada di dekat telinganya seolah akan membakarnya.
Maura terbangun dan secara naluriah mengangkat kakinya.
Dengan gerakan yang cepat, Gaston meraih pergelangan kakinya dan mendorongnya ke samping, membalikkan badan Maura, lalu menindihnya.
Tatapan Maura masih linglung karena baru bangun tidur. Dia segera sadar. Dia mengangkat tangannya untuk memeluk leher pria itu, kemudian dia mencondongkan tubuhnya.
Mata pria itu menyapu pakaian di tubuh Maura, lalu napasnya menjadi panas. "Kamu ingin aku pulang hanya untuk ini?"
Maura terdiam sesaat, lalu tersenyum sambil menjawab, "Ya."
Saat mereka bersama, Maura yang selalu mengambil inisiatif.
Dia bersedia mencoba suntikan perangsang ovulasi dan sup tonik selama dia bisa hamil.
Mengingat bahwa semua ini adalah untuk hamil, Gaston kehilangan minat untuk melanjutkan. Dia mendorong Muara, lalu berdiri. Kemudian dia mengambil tisu basah dari nakas di samping tempat tidur untuk menyeka tangannya.
Dia menyeka tangan seolah dia baru saja menyentuh sesuatu yang kotor. Gaston tidak melewati setiap persendiannya. Setelah menyeka, dia melemparkan tisu itu ke tempat sampah sambil bertanya dengan raut dingin, "Hanya untuk hal semacam ini, kamu membiarkan seseorang membuntuti Lula?"
Maura tertegun sejenak, butuh beberapa saat baginya untuk menyadari bahwa Gaston mungkin sedang membicarakan paparazzi yang mengekspos foto mereka.
Gaston mengatakannya sebagai pertanyaan, tapi dengan nada tegas.
Maura yakin Gaston kembali untuk membela kekasihnya.
Seluruh tubuh Maura yang panas tiba-tiba merasa dingin seolah ada baskom berisi air es yang dituangkan ke tubuhnya.
Setelah terdiam beberapa saat, dia membalikkan badannya, lalu duduk. Maura mengambil baju tidurnya, kemudian memakainya dengan santai. Wajah cantiknya terlihat datar, sangat berbeda dari wanita yang antusias dan aktif di kasur tadi.
Maura berbicara tanpa basa-basi, "Ya. Kamu berhubungan dengan mantan pacarmu, tapi menginginkan privasi. Berbuat hina tapi ingin menjaga harga diri. Jangankan paparazzi, kalau bukan karena malu masih satu kartu keluarga denganmu, aku sudah melaporkan kalian."
Gaston sedikit terkejut. Dia sudah terbiasa dengan Maura yang berperilaku baik dan lembut. Dia tidak tahu bahwa lidah Maura bisa begitu tajam ketika bertengkar.
Maura memang pandai menyembunyikan sifat aslinya.
Pembuluh darah di dahi Gaston menonjol. Dia tanpa sadar melepaskannya. "Berhentilah memikirkan Lula dengan jelek, dia berbeda darimu."
Di mata Gaston, Maura akan selalu tidak bermoral dan kotor, sedangkan Lula akan selalu murni dan bersih.
Waktu tiga tahun Maura yang dihabiskan bersama Gaston kalah dari sebuah tatapan dari Lula.
Maura benar-benar merasa bahwa dirinya buta karena telah menyukai Gaston selama bertahun-tahun.
Bajingan seperti Gaston ada di mana-mana pada zaman Maura muda.
Bisa-bisanya Maura menganggapnya berharga.
Setelah hening sejenak, Maura mengangkat dagunya sambil mengangkat alisnya. "Gaston, ayo kita bercerai."