Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 14 Saat Ini Hanya Ada Sebuah Pikiran

Di dalam kamar. Ketika Maura melihat Lena pergi, dia segera ingin bangun dari kasur. Akan tetapi sebelum dia bergerak, Gaston sudah menindihnya. Maura refleks menopang dada pria itu dengan tangannya untuk memisahkan jarak antara mereka berdua. "Apa yang kamu lakukan? Sudah nggak ada orang di sini." Gaston menunduk dan menatap Maura dalam-dalam. Suaranya serak: "Bukankah ini yang kamu inginkan ketika kamu menarikku tadi?" Maura, "???" Maura tak bisa berkata-kata. "Aku hanya mengingatkanmu untuk jangan membiarkan Bibi Lena mendekat. Bisa-bisanya kamu berpikir ke hal lain." Gaston mencekal tangan Maura dengan kuat. Maura berusaha menarik tangannya kembali dan tersipu. "Apa yang kamu lakukan?!" Gaston bertanya, "Mengingatkan aku?" Wajah Maura memerah, lalu dia berteriak, "Minggir!" Tatapan Gaston menjadi gelap. "Kamu nggak menyukainya?" Maura menanggapinya dengan serius, "Seharusnya kamu sudah tahu kalau aku nggak suka ...." Tidak suka? Apakah Maura begitu membencinya? Berpikir demikian, suasana hati Gaston pun menjadi buruk. Gaston menatap Maura dengan saksama selama beberapa detik, lalu kabut di matanya perlahan menghilang. Dia turun dari kasur sambil berujar, "Kamu tidur saja di kasur." Setelah mengatakan itu, pria itu langsung berjalan keluar. Maura tidak peduli ke mana Gaston pergi. Pria itu membiarkannya tidur di kasur, maka dia akan melakukannya. Mungkin karena mengganti tempat, Maura seketika tidak bisa tidur. Dia berbalik-balik di kasur, tubuhnya juga makin panas. Sekarang jelas bulan Maret, kenapa bisa begitu panas? Maura membuka dua kancing piamanya dengan sedikit kesal, tetapi dia masih kepanasan. Selain itu, entah kenapa dia terus mengingat tangan Gaston yang memegang sendok ketika menyuapinya sarang walet tadi. Putih dan panjang, terlihat sangat kuat. Kenapa dia memikirkan itu? Dia sedikit kesal, lantas dia menendang selimut. Ketika Maura akan kehilangan kesadaran, seseorang membuka pintu dan masuk. Gaston mengangkat alisnya saat melihat Maura yang ada di kasur. Kamar tidurnya gelap, cahaya bulan yang terang terhalang sepenuhnya oleh tirai tebal. Hanya beberapa lampu tidur yang menyinari pinggang Maura. Pinggang adalah bagian favorit Gaston ketika mereka berhubungan. Dia bisa melingkari tangannya di pinggang Maura. Mata Gaston memancarkan sedikit kelicikan. Dia membiarkan Maura tidur di kasur, tetapi dia tidak mengatakan bahwa dia akan tidur di sofa. Lantas, Gaston berbaring di samping Maura. Saat dia hendak memejamkan mata, sepasang tangan lembut menyentuh dadanya. Lalu masuk ke dalam celah kancing. Maura bertindak liar di tengah kegelapan. Dia mengaitkan kaki rampingnya ke tubuh Gaston, napas pria itu berangsur-angsur menjadi lebih berat, tetapi suaranya sedingin biasanya. "Tadi kamu nggak mau, sekarang kamu main tarik ulur?" Maura merasa penyiksaan panasnya begitu parah sehingga dia tidak peduli dengan ejekan pria itu. Dia bahkan mengerang. Jika Gaston menahannya lebih lama lagi, dia benar-benar bukan laki-laki. Gaston langsung menindih Maura di kasur. Kata-kata Maura yang tidak terucapkan tenggelam dalam ciuman itu. Gaston dengan rakus meraih setiap napas Maura. Hanya ada satu pemikiran di benak Maura. Gaston benar-benar tidak mau rugi. Berpikir demikian, Maura pun tidak lagi merasa beban. Alhasil, di saat-saat terakhir, ponsel Gaston yang ditaruh di samping berdering di waktu yang tidak tepat. Tak satu pun dari mereka yang mau meladeninya pada awalnya, tetapi si penelepon jelas tidak mau menyerah. Dia terus menelepon. Gaston meraih ponselnya, kemudian menekan jawab. Terdengar samar-samar suara tangisan seorang wanita di ujung telepon. Tanpa ragu, Gaston berkata dengan tergesa-gesa, "Tunggu aku, aku akan segera ke sana." Setelah menutup telepon, Gaston mengenakan pakaiannya tanpa ragu-ragu. Dia menutup pintu lalu pergi. Dari awal sampai akhir, dia sama sekali tidak melihat ke arah Maura lagi. Maura menatap langit-langit dalam kegelapan. Tubuhnya panas, tetapi hatinya dingin. Siksaan antara panas dan dingin membuat mata Maura basah. Dia menunduk, lalu melihat tubuhnya yang nyaris telanjang. Dia pernah mendengar seseorang berkata bahwa tidak ada pria yang bisa mengendalikan situasi di saat-saat terakhir. Gaston pasti mempunyai perasaan yang tulus terhadap Lula hingga bisa mengeremnya pada saat seperti ini. Maura terbaring tak bergerak selama beberapa saat, lalu dia sadar kembali, tetapi tubuhnya masih terasa panas. Seandainya dia bodoh, dia menyadari ada yang tidak beres dengan sarang walet yang dibawa Lena tadi. Malam pernikahan itu .... Apakah itu ulah Lena juga? Maura tidak tahu apakah dia kecewa. Dia menguatkan dirinya untuk berjalan terhuyung-huyung ke kamar mandi. Dia mengisi bak mandi dengan air dingin, mengeluarkan semua minuman dan anggur dingin dari lemari es kecil di kamar tidur, melemparkannya ke dalam bak mandi, kemudian melangkah ke dalam bak.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.