Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 12 Dia Bukan Pembantu

Kakek Maura menjalani kehidupan yang bersih dan tidak tahan dengan kata-kata kasar seperti itu. Maura ingin punya bayi, tetapi Gaston juga harus kerja sama, bukan? Maura merasa sedih, tetapi dia tetap menjawab dengan patuh, "Baik." Kakek Gaston cemberut sambil memarahi istrinya, "Mereka jarang datang ke sini. Jangan terus membahas anak." Wanita tua itu membalas, "Jangan munafik. Memangnya kamu nggak mau punya cicit?" Kakek Gaston mengganti topik pembicaraan, "Maura, aku mendengar skandal Gaston belakangan ini. Bagaimana pendapatmu?" Maura tetap sopan dan patuh seperti biasa. "Aku yakin Gaston akan menanganinya dengan baik." Kakek Gaston sangat puas dengan jawaban Maura. "Jangan khawatir dengan apa yang dikatakan orang luar. Keluarga Abalos hanya mengakuimu sebagai cucu menantu kami. Wanita yang nggak jelas nggak akan diterima Keluarga Abalos." Nenek Gaston berkata, "Kamu harus segera memberinya seorang anak. Dengan begitu dia akan pulang sendirinya." Melihat kakek Gaston akan marah lagi,nenek Gaston segera berhenti berbicara. "Oke, oke. Aku nggak membahas itu lagi. Tinggallah di sini malam ini. Nenek membuat sup akar teratai dan iga kesukaanmu." Maura ingin mengatakan sesuatu, tetapi nenek Gaston sudah berdiri dengan gembira, kemudian pergi ke dapur. Saat tatapan tajam kakek Gaston tertuju pada wajah Maura, dia menunjukkan kelembutan. "Jangan terlalu memikirkan kata-kata nenekmu. Dia hanya ingin kamu dan Gaston makin mesra." Maura menjawab dengan tenang, "Ya, aku tahu." Kakek Gaston hanya bisa menghela napas saat melihat Maura seperti ini. "Bagaimana kabar nenekmu?" Saat menyinggung neneknya, ekspresi Maura melembut, senyumannya menjadi cerah. "Beliau cukup baik." "Dia masih nggak mau tinggal bersama kalian?" tanya kakek Gaston lagi. Maura sempat terdiam sesaat sebelum menjawab,"Beliau terbiasa bebas di pedesaan dan merasa kota ini terlalu berisik. Aku meminta orang-orang di desa untuk membantu menjaganya." Kakek Gaston dan kakek nenek Maura adalah teman lama. Maura menceritakan beberapa hal terkait neneknya. Dia bahkan tahu sudah berapa kali neneknya memberi makan ayam hari ini. Hal ini menunjukkan bahwa Maura memperhatikan keluarganya. Kakek Gaston menatap Maura, tetapi seperti melihat orang lain melalui Maura. "Kakekmu beruntung memilikimu." Maura tertegun sejenak, lalu dia tersenyum. "Salah, aku yang beruntung karena bisa dibesarkan oleh kakek dan nenekku." Kakek Gaston tidak mengatakan apa-apa lagi. Setelah makan. Gaston dan Maura kembali ke kamar. Ini adalah kedua kalinya mereka berdua tinggal di rumah kakek dan nenek Gaston setelah malam pernikahan mereka. Maura merasa sedikit tidak nyaman, tetapi Gaston berujar, "Nenek menjalani pemeriksaan fisik kemarin, jantungnya kurang sehat. Terima kasih sudah mau menuruti permintaannya untuk menginap di sini." Maura mengangguk tanpa ekspresi. "Nggak masalah. Sudah seharusnya aku lakukan." Demi empat puluh miliar. Tidur di mana itu sama saja. Maura mengambil inisitif untuk berjalan ke dalam kamar. Kamar ini adalah kamar pernikahan mereka. Awalnya kamar ini didekorasi dengan warna hitam dan putih, sederhana dan dingin, kini ada karpet lembut. Lampu tidak menyala, tetapi lilin merah setebal pergelangan tangan menyala di meja kopi. Maura terdiam, pikirannya teringat kembali pada malam pernikahan mereka. Cahaya lilin juga berkedip-kedip pada sudut ini. Saat itu, dia mengira mereka akan menghabiskan malam pernikahan mereka dengan dingin. Akhirnya entah bagaimana, mereka pun berhubungan. Setelahnya, Gaston curiga bahwa Maura telah memberinya obat perangsang sehingga dia perang dingin dengan Maura. Ingatan Maura tentang kamar ini sebenarnya kurang baik. Rasa sakit pengalaman pertamanya masih teringat jelas di benaknya, belum lagi Gaston sangat bersemangat sepanjang malam itu. Maura menutup matanya dan menenangkan pikirannya, lalu dia berjalan keluar, "Aku ... aku akan meminta kamar lain kepada Bibi Lena." Gaston mengerutkan kening, "Apakah kamu ingin Kakek dan Nenek tahu kalau kita tidur terpisah?" Maura merasakan hawa panas mengalir ke kepalanya. Dia menarik napas beberapa kali sebelum berkata dengan dingin, "Kalau begitu, kita pisah ranjang. Kamu tidur di sofa." Alis Gaston makin bertaut, nada suaranya jelas tidak senang. "Kenapa aku harus tidur di sofa? Bukan aku yang ingin pisah ranjang." Maura, "..." Oke, Maura akan tidur di sofa. Toh hanya satu malam. Gaston saja tidak takut Lula cemburu, kenapa Maura harus peduli? Di luar kamar. "Apakah kamu sudah memasukkannya?" tanya nenek Gaston melihat nampan di tangan Lena dengan suara rendah. "Sudah dimasukkan sesuai dosis. Nggak berbahaya bagi mereka." Lena bertanya dengan suara kecil, "Tapi, apakah baik kita melakukan ini?" "Apanya yang nggak baik? Hamil itu bagus untuk Maura. Kalau setelah ini dia masih nggak hamil, berarti dia mandul. Aku harus membuat persiapan." "Pergilah, lihat dia minum," perintah nenek Gaston tanpa ekspresi.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.