Aku Hamil
"Val, nggak sarapan dulu?" seru Susan saat melihat Val berlarian menuruni tangga dan melangkah cepat menuju pintu utama.
Gadis cantik itu berhenti sebentar lalu menggeleng kuat. "Sarapan di sekolah aja, Mam. Ada janji sama Nadin," bohongnya.
Setelah Susan mengangguk, Val kembali melangkah cepat masuk ke dalam mobil.
"Jalan, Pak. Ngebut ya!" perintahnya pada sopir yang biasa mengantar jemput Val ke sekolah.
"Baik, Non," sahut sopir itu dengan patuh.
Di tengah perjalanan, Val tak hentinya menggigiti bibirnya sendiri, merasa senewen. Berkali-kali dia menghubungi nomer Kevin, tapi sama sekali tidak tersambung.
"Kemana sih kamu," gumamnya kesal.
Tak berapa lama kemudian, mobil yang di tumpangi Val sudah sampai di depan gerbang sekolah. Tanpa menunggu lama, Val langsung melompat keluar dari dalam mobil dan berlarian masuk ke area sekolah.
Gadis itu melangkah cepat menuju kelas Kevin yang sedikit jauh dari kelasnya sendiri. Karna terlalu terburu-buru, Val merasa perutnya mulai nyeri dan mual. Akhirnya Val berbelok ke toilet dekat perpustakaan dan muntah-muntah di sana.
Beberapa siswa yang kebetulan ada di dalam toilet sempat menatapnya heran, namun Val dengan santainya melenggang pergi setelah membersihkan mulutnya dan mencuci tangan.
Baru saja Val mendekati kelas Kevin, seseorang menepuk pundaknya dari belakang.
"Hai, sweetie!" serunya sambil mengecup pipi kiri Val dengan senyum lebar.
"Kevin!"
"Kok kamu di sini? Nyariin aku ya?"
"Hapemu ke mana? Aku telpon dari kemarin kenapa nggak nyambung? Aku tuh bingung nyariin kamu tau nggak!" cecar Val dengan mata berkaca-kaca, membuat Kevin mengernyit heran.
"Sorry-sorry. Kemarin hapeku jatuh di kolam renang trus mati. Siang ini rencananya aku mau beli yang baru," jelas Kevin merasa bersalah.
Val hanya bisa menghela napas lalu menarik lengan pacarnya itu ke samping kelas yang sepi.
"Ada apa?" tanya Kevin merasa heran dengan sikap Val yang menurutnya aneh.
"Kev," panggilnya seraya menatap Kevin lekat-lekat.
"Kenapa?"
Val melangkah maju, mendekatkan wajahnya ke telinga Kevin dan berbisik di sana.
"Aku hamil," lirihnya, membuat Kevin tersentak kaget.
"Val, jangan bercanda," cowok tampan itu mengguncang kedua bahu Valerie dengan mata membelalak.
"Mana mungkin aku bercanda."
"Tau dari mana kalau kamu hamil?"
"Aku udah tes."
"Bisa aja salah, kan?"
"Aku juga berharap semua ini salah, Kev. Aku takut."
"Kamu bawa alat tesnya, nggak?"
"Ya nggak mungkin aku bawa ke sekolah. Gila ya kamu, kalau ada yang tau gimana?"
Kevin menggigit sudut bibirnya dan mengusap wajahnya berkali-kali.
"Kamu yakin alat tes itu akurat?"
Val mengangguk.
"Ayo kita tes lagi. Siapa tau salah, Val."
Gadis cantik itu terdiam, namun sesaat kemudian ia mengangguk lemah. "Masih ada kemungkinan salah, kan?" tanya Val seolah mencari kekuatan.
Kevin tidak bisa menjawab, cowok tampan itu hanya bisa menarik kedua bahu Val dan memeluknya erat.
Jantungnya berdegup kencang membayangkan apa yang akan terjadi setelah ini. Kalau Val benar-benar hamil, lalu apakah dia harus bertanggung jawab?
Oh, tidak! Umurnya masih delapan belas tahun, yang benar saja. Belum lagi kalau Mas Ken tau tentang hal ini, bisa-bisa Kevin di hajarnya habis-habisan.
Dalam hati Kevin berdoa, semoga apa yang dilihat Val kemarin salah. Bahwa tes kehamilan itu tidak akurat dan cuma kesalahan belaka. Kalau sampai semua terbukti benar, habislah dia!
***
"Jadwal kamu free sampai nanti sore," kata Sely, sekretaris Ken di kantor. Gadis cantik yang umurnya hampir sebaya dengan Ken itu mengulas senyum sambil menyerahkan berkas di atas mejanya.
"Udah makan siang?" tanya Ken, membuat Sely menipiskan bibirnya kemudian menggeleng pelan.
"Mau makan siang bareng?"
"Hm?" Sely mengangkat kedua alisnya, terlihat terkejut.
"Atau kamu udah ada janji lain?" tanya Ken lagi.
"Enggak kok," sahut Sely cepat sebelum bos tampannya itu berubah pikiran.
"Ya udah, aku beres-beres dulu. Sepuluh menit lagi aku ke meja kamu ya," ucap Ken yang di balas anggukan oleh Sely.
Gadis cantik itu undur diri dan keluar dari ruangan Ken dengan senyum mengulas di bibirnya. Bahkan setelah menutup pintu, Sely masih tersenyum-senyum sendirian.
Selama ini, Ken memang selalu menunjukkan perhatian padanya. Perhatian yang melebihi seorang atasan pada sekretarisnya.
Terkadang Sely takut untuk berharap lebih, karna Ken belum pernah sekalipun mengatakan hal-hal pribadi padanya. Seperti pernyataan cinta misalnya.
Namun Sely tak ingin berhenti berharap. Apalagi bermimpi untuk mendapatkan cinta seorang Keanu yang tampan dan kaya raya itu. Andai saja perasaan cintanya berbalas, sungguh bahagia sekali dirinya.
Siapa yang tidak ingin menjadi pendamping pria seperti Keanu? Semua orang pasti ingin, tak terkecuali Sely tentunya.
Setelah merapikan mejanya, Sely bergegas pergi ke toilet untuk touch up. Dia ingin terlihat sempurna di hadapan Ken saat makan siang nanti. Siapa tau, inilah saatnya Ken menyatakan cintanya pada Sely.
"Makan siang bareng yuk, Sel," ajak Vania, rekan kerja Sely yang kebetulan ada di dalam toilet.
"Sorry, gue nggak bisa."
"Ada meeting sama bos?"
Sely menggeleng seraya memulas lipstik di bibirnya yang ranum.
"Enggak sih, cuma makan siang."
"Berdua?"
Sely menoleh, lalu tersenyum penuh arti. "Iya," sahutnya sedikit jumawa. Karna gadis itu tau, hanya dia satu-satunya karyawan perempuan yang punya akses untuk lebih dekat dengan Keanu.
Vania menarik sudut-sudut bibirnya membentuk senyum samar, walau di dalam hati, dia kesal juga dengan posisi Sely yang seolah diuntungkan.
Lagi pula, siapa sih yang tidak ingin dekat dengan seorang Keanu. Pria mapan dan rupawan yang seolah tak tersentuh. Belum pernah sekalipun karyawan kantor mendengar desas-desus tentang hubungan percintaan bosnya itu.
Apalagi semenjak kedua orang tuanya meninggal. Ken yang pendiam dan terkesan dingin, semakin menutup diri. Seolah-olah pria tampan itu hanya fokus pada pekerjaan dan tanggung jawabnya untuk mengurus Kevin, adiknya yang masih remaja.
Saat Sely berjalan keluar dari toilet, tak sengaja dia melihat Ken sedang melangkah cepat sambil berbicara dengan seseorang di telpon.
"Ken, mau kemana?"
Mendengar namanya dipanggil, Ken menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Sely.
"Sel, sorry ya. Lain kali kita makan siang bareng, aku lagi ada urusan penting," kata Ken yang kemudian berjalan cepat meninggalkan Sely yang masih terpekur sendirian di depan toilet.
"Batal ya makan siang sama Bos?" sindir Vania dengan nada mengejek, membuat Sely semakin kesal.
Urusan penting apa sih? Bikin jengkel saja! Gerutu Sely dalam hati. Padahal dia sudah siap-siap pamer pada karyawan lain, kalau Ken mengajaknya makan siang berdua.
Gagal deh semuanya rencananya!
***