Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Aku Calon Suamimu

Saat mobil Ken tiba di rumah, sekilas ia melihat seorang perempuan turun dari taksi di depan rumahnya. Tak salah lagi, perempuan itu adalah Sely, sekretarisnya. Ken bergegas memarkir mobilnya dengan rapi di garasi, kemudian turun untuk menghampiri Sely yang sudah menunggunya di teras depan. "Astaga, Ken! Wajahmu kenapa?" pekik Sely saat melihat lebam dan sudut bibir Ken yang sedikit kemerahan. "Masuk yuk," aja Ken tanpa bermaksud menjawab rasa penasaran Sely. "Ken, something happen?" tanyanya lagi, mengikuti langkah cepat Ken yang masuk ke dalam rumahnya. "Kamu habis berantem? Sama siapa? Adikmu?" cecar Sely tak mau menyerah sebelum mendapat jawaban dari atasannya itu. "Duduklah," perintahnya, membuat Sely terkejut namun akhirnya menurut juga. Gadis itu duduk di salah satu sudut sofa ruang tengah dan meletakkan beberapa berkas di atas meja. Sedangkan Ken ikut duduk di sebelahnya, lalu meraih berkas-berkas tersebut untuk di periksa dan di tanda tangani. "Gimana keadaan kantor?" tanya Ken dengan wajah serius. "Beberapa meeting udah aku cancel, juga pertemuan dengan klien yang diundur sampai minggu depan." Ken mengangguk paham, kemudian mengambil bolpoin yang diulurkan oleh Sely dan mulai menandatangani berkas di hadapannya satu persatu. "Oke. Makasih ya, Sel," ucap Ken setelah setelah memeriksa pekerjaannya. "Kamu udah makan siang?" "Ken ...." "Apa?" "Jawab dulu pertanyaanku," ujar Sely dengan suara lembutnya, gadis cantik itu menatap iba pada pria tampan di hadapannya ini. Mereka sudah lama saling mengenal, wajar saja kalau Sely merasa khawatir saat melihat keadaan Ken yang seperti habis di gebukin maling. "Ini masalah pribadi, Sel. Sorry, aku nggak bisa share ke kamu." Wajah Sely seketika menyiratkan kekecewaan. Mungkin benar dugaannya, bahwa perasaan sukanya terhadap Ken, hanyalah perasaan yang bertepuk sebelah tangan. "It's okay," sahutnya dengan senyum di paksakan. "Ya udah kalau gitu, aku balik ke kantor dulu," pamit Sely yang diam-diam merasa kecewa dengan sikap Ken yang tetap saja dingin padanya. "Eh, tunggu," Ken mencekal lengan Sely, hingga gadis itu terduduk lagi di sofa. "Apa lagi? Semua sudah beres kan?" "Kamu belum jawab pertanyaanku." "Pertanyaan apa, Ken?" "Kamu udah makan siang?" Sely menggeleng pelan. "Nanti saja di kantor. Lagi pula, aku belum lapar." Tanpa menghiraukan jawaban Sely, tiba-tiba saja Ken menarik pergelangan tangan sekretarisnya itu dan mengajaknya ke ruang makan. "Duduklah, kita makan siang bareng," perintah Ken, membuat Sely nampak keheranan. "Tapi ...." "Kalau kamu belum lapar, setidaknya temani aku sebentar saja. Aku sedang tidak ingin makan sendirian." Sekilas, bibir Sely mengulas senyum. Cara Ken berbicara dengannya sungguh membuat gadis itu semakin terpesona. Bagaimana bisa seorang lelaki terlihat begitu tampan dan mempesona hanya dengan senyum tipis itu? Namun, jujur saja sebelah hati Sely masih bertanya-tanya. Siapa yang sudah tega membuat wajah tampan atasannya itu lebam-lebam? Kurang ajar sekali dia! "Ken, boleh aku tanya sesuatu sama kamu," ucap Sely ragu-ragu, menatap Ken yang sedang menikmati makan siangnya. "Soal apa?" "Ehm ... Kamu ... Nggak pengen nikah? Biar ada yang nemenin gitu di rumah," celutuk Sely membuat Ken seketika terbatuk-batuk, tersedak makanannya sendiri. Panik, Sely menghampiri Ken dan menepuk pelan punggung atasannya seraya menyodorkan air putih untuk di minum. "Maaf, Ken. Aku nggak nyangka kamu sampai bereaksi seperti ini," sesal Sely seraya duduk di samping Ken. Lelaki itu hanya menggeleng, lalu menyusut sudut matanya yang sedikit berair dengan tissue. "Lagian kamu sampai segitunya cuma di tanya soal pernikahan," ujar Sely lagi, membuat Ken menoleh dan menatapnya dengan sangat dalam. "Sel ...," panggilnya lembut. Sebelah tangannya meraih jemari Sely yang tadi menepuk punggungnya. "Ya?" sahut gadis itu dengan wajah memerah. Jujur, Sely tak pernah di tatap sedekat ini oleh Ken, dan sialnya sekarang jantungnya sedang berdegup tak karuan, membuatnya sedikit gemetaran. Namun, entah mengapa tiba-tiba saja Ken melepaskan tangannya, kemudian pria tampan itu menggeleng samar. Membuat Sely semakin bingung di buatnya. "Kenapa, Ken? Kamu mau bilang sesuatu sama aku?" "Enggak." Ken menyangkal. Sebenarnya Ken sudah ingin menyatakan perasaannya pada Sely, tapi kalau dia ungkapkan perasaannya pada gadis ini, lalu bagaimana dengan Valerie? Bagaimana dengan rencana pernikahannya dengan gadis remaja yang tengah hamil itu? Seketika Ken menggeser kursinya sedikit menjauhi Sely. Ia teguk air putihnya yang tersisa separuh penuh hingga habis tak bersisa. "Ken? You okay?" Pria itu mengangguk. "Ya, aku baik-baik saja." "Kalau gitu aku balik ke kantor dulu," pamit Sely dengan wajah sedikit kecewa. Padahal tadi harapannya sudah melambung tinggi saat Ken menyentuh jemarinya. Namun tiba-tiba, Ken kembali berubah dingin tanpa alasan yang jelas. Ken tau bahwa Sely merasa kecewa dengannya, namun dirinya juga tak bisa berbuat apa-apa. Semua rencana indah yang sudah ia buat untuk Sely, kini hanya tinggal kenangan saja. Setelah Sely pergi dari rumahnya, Ken naik ke atas menuju kamar. Entah kenapa pikirannya menerawang jauh tertuju pada Valerie. Gadis itu benar-benar berhasil menyita perhatiannya. Sejenak Ken membuka laci di sebelah tempat tidurnya, lalu mengambil ponsel milik Kevin yang ia sita dan mulai menyalakannya. Begitu ponsel itu menyala, beberapa pesan singkat dan notifikasi panggilan dari teman Kevin bermunculan seolah tak mau berhenti saking banyaknga, dan salah satunya dari Valerie. Satu persatu Ken membaca pesan singkat yang dikirim Val untuk Kevin, beberapa di antaranya berisi ketakutan dan kecemasannya akan kehamilan yang sedang dia rasakan, dan sebagian lagi kekhawatirannya akan keadaan Kevin. Gadis itu masih sempat-sempatnya khawatir pada pacarnya, padahal keadaan dia sendiri sedang tidak baik. Hanya satu pesan yang membuat Ken mengernyit kesal. Pesan itu berbunyi, 'Kevin? Kamu masih hidup, kan? Kalau masih hidup, please hubungi aku. I need you! Atau jangan-jangan kamu sudah dipukuli sampai mati sama kakakmu yang sok ganteng itu? Kev, jangan mati, aku nggak bisa hidup tanpamu!' Seketika Ken ingin muntah saat membaca pesan singkat yang tidak masuk akal itu. Bisa-bisanya Val menyebutnya sok ganteng dan berpikir dia sudah membunuh adiknya sendiri. Dasar cewek gila! Tanpa sadar, Ken sudah menekan tombol call di nomer Val. Dia masih tidak sadar kalau yang dia pakai adalah ponsel milik adiknya. "Halo! Keviiiin! Astaga, Kev. Akhirnya kamu nelpon aku balik. Sumpah aku khawatir banget sama kamu. Kamu baik-baik aja, kan? Aku kangen banget sama kamu ...," cerocos Val. "Udah?" "Hm?" Val terbelalak kaget saat mendengar suara berat yang sangat berbeda dengan milik kekasihnya. "Halo? Ini ... Kevin, kan?" "Aku bukan Kevin, aku calon suamimu," tandas Ken membuat Val seketika mematikan sambungan telponnya karna merasa malu. ***

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.