Bab 5
Claire terkejut bukan main melihat kemunculan Adrian. Dia pikir pria itu tidak akan kembali.
Untungnya, Emily datang di saat yang tepat. Claire pun berusaha menyembunyikan kepanikannya sambil menunjuk ke arah temannya tersebut.
"Emily yang ingin bercerai."
Emily memandang keduanya dan langsung memahami apa yang terjadi. Dia pun segera mengangguk mengiyakan ucapan Claire.
"Eh .. benar, aku yang ingin bercerai dan prosesnya sudah berjalan."
Adrian dan Claire tidak begitu akrab sehingga Adrian kurang mengenal lingkaran pertemanan Claire.
Meskipun sudah beberapa kali bertemu dengan Emily, Adrian tidak tahu menahu tentang kehidupan pribadi Emily. Wajar saja jika Adrian terkejut ketika mendengar kabar perceraian itu.
"Kenapa kamu nggak minta bantuanku kalau mau bercerai?"
Emily terlihat terbata-bata dan tidak mampu merangkai alasan yang masuk akal.
Melihat Emily kesulitan memberi alasan, Claire dengan sigap mengambil alih.
"Saat itu kamu sedang fokus membantu Stella mengurus perceraiannya. Jadi, aku nggak memberitahumu karena takut mengganggumu," jelas Claire dengan tenang.
Saat mendengar nama Stella disebut, Adrian langsung terlihat tidak nyaman dan memilih untuk tidak bertanya lebih lanjut.
"Baiklah. Kalau ada kendala di kemudian hari, jangan ragu untuk menghubungiku."
Meskipun telah berusaha menutupi kebenarannya, Claire masih diliputi rasa gelisah.
Dia yakin dengan kejelian dan pengalaman Adrian sebagai pengacara andal, pria itu pasti menyadari ada sesuatu yang tidak beres di balik semua ini.
Namun, Adrian seolah kehilangan logika dan penilaiannya ketika nama Stella disebut. Jadi, dia mengabaikan semua kejanggalan itu begitu saja.
Claire akhirnya memahami arti ungkapan "cinta itu buta" setelah menyaksikan hal ini.
Dia memperhatikan jemari Adrian yang menari-nari di layar ponselnya dengan gelisah. Dalam hati, dia menghitung mundur kepergian Adrian.
Benar saja, sebelum hitungannya usai, Adrian sudah berdiri dan mencari alasan untuk pergi.
"Claire, aku ada urusan mendadak di kantor. Aku harus pergi. Kapan kamu keluar dari rumah sakit? Biar aku jamput saja."
Claire sadar Adrian berbohong, tetapi dia memilih untuk mengabaikannya.
"Lima hari lagi," ujar Claire.
Pada hari di mana Claire diperbolehkan pulang dari rumah sakit, dia menantikan kehadiran Adrian sejak pagi hingga larut malam. Namun, Adrian tidak kunjung datang.
Perasaan Claire makin kacau ketika dia melihat unggahan Stella di WhatsApp yang menunjukkan dirinya sedang berenang di pantai. Karena merasa ada yang tidak beres, Claire pun segera menghubungi Adrian.
Sebelum dia sempat bicara, deru ombak yang terdengar dari ponselnya sudah lebih dari cukup untuk menjelaskan semuanya.
Sayangnya, Adrian tidak peka dan malah berusaha untuk mencari-cari alasan.
"Claire, aku sedang ada tugas di luar kota. Ada apa?"
Dia benar-benar lupa akan janjinya untuk menjemput Claire dari rumah sakit.
Berapa kali pun Claire berusaha, Adrian akan lebih memprioritaskan Stella.
Sementara dia akan selalu menjadi pilihan kedua bagi Adrian. Adrian memang sudah menjadi suaminya, tetapi Claire tidak akan pernah bisa memiliki pria itu seutuhnya.
Untungnya, dia akhirnya tersadar dan tidak mau lagi terjebak dalam penantian yang sia-sia.
Claire pun tidak menghakimi atau mengungkap kebohongan Adrian. Dia berusaha tetap bijak dan bersikap seperti biasa.
"Kapan perginya dan berapa lama tugasnya?"
"Dua hari yang lalu. Mungkin besok aku sudah pulang."
Claire hanya bergumam sebagai jawaban, lalu dengan santai berpesan agar Adrian menjaga diri di sana. Setelah itu, dia pun mengakhiri panggilan telepon tersebut.
Sambil menunggu taksi yang dipesannya, Claire berdiri di tepi jalan. Dia membuka kalender di ponselnya dan menghitung mundur waktu perceraiannya.
Sepuluh hari lagi.
Dalam waktu sepuluh hari, dia akan mendapatkan kebebasan sepenuhnya.
Dunia di depannya membentang dengan luas dan dia akan menjelajahinya seorang diri.
Dia tidak perlu risau lagi jika tidak ada yang menjeputnya saat keluar dari rumah sakit!
Semua beban masa lalu akan dia biarkan berlalu.