Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 12

Melihat nama Debby, akal sehat Hendry kembali. Sekarang Hendry sangat kacau. Pakaiannya setengah basah dan tubuhnya penuh dengan bekas ciuman Windy. Napasnya masih tidak stabil, dia barusan terangsang. Hendry malah memiliki nafsu terhadap Windy! Hendry tidak menyukai Windy, dia menyalahkan semuanya pada kenyataan bahwa dia juga seorang pria yang belum bisa menahan godaan seorang wanita cantik. Hendry menekan tombol untuk menerima telepon. Sebenarnya dia merasa bersalah terhadap Debby, makin merasa bersalah makin dia merasa kasihan. Suaranya bahkan lebih lembut dari biasanya, dia memanggil, "Debby." Di sisi Debby terdengar musik rok, dia berkata dengan manis, "Hendry, aku sedang ada di bar." Hendry berkata, "Jangan minum alkohol. Biarkan asistenmu memesan susu untukmu." Debby membalas, "Aku tahu, asistenku selalu mendengarkanmu. Hendry, kamu juga segera kemari, aku akan menunggumu." Hendry berbalik dan hendak keluar. Namun, saat ini, sebuah tangan terulur dan menarik lengan kemejanya. Hendry menoleh, tubuh Windy basah kuyup dan gaun tali yang basah menempel di tubuhnya, memperlihatkan lekuk tubuhnya yang menawan. Mata Windy merah, dia menariknya dengan kuat dan tidak membiarkannya pergi. Hendry sedikit bergerak dan ingin menarik kembali lengan bajunya dari telapak tangan Windy. Namun, Windy bersikeras menariknya dan menatapnya dengan mata yang makin merah. Hendry ingin berbicara, tetapi saat ini Windy menerjang dan memeluknya. Windy berbisik dengan lembut di telinganya, "Jangan pergi, aku mohon." Bertahun-tahun kemudian, Windy sudah dewasa, tetapi dia masih tetap takut ditinggalkan. Windy takut berdiri sendirian di jalan yang ramai. Hendry terjebak dan tidak bisa berbuat apa-apa, suara Debby terdengar lagi dari telepon, "Hendry, apa kamu mendengarku? Cepat datang ke sini." Windy berjinjit dan tiba-tiba memanggilnya dengan lembut, "Kakak!" Kakak! Panggilan ini hanya milik gadis waktu itu. Namun, bukankah gadis itu adalah Debby? Ekspresi Hendry tiba-tiba berubah, lalu berkata, "Debby, aku ada urusan mendadak, nggak bisa ke sana." Setelah menutup telepon, Hendry mendorong Windy ke dinding. Dia menatapnya dengan dalam dan tajam, lalu bertanya, "Siapa yang menyuruhmu memanggilku kakak? Windy, siapa sebenarnya kamu?" Windy memeluk leher Hendry dan langsung mencium bibirnya. Windy tiba-tiba mencium dengan bibirnya yang lembut dan merah, mengeluarkan aroma yang harum. Dengan godaan yang masih belum dewasa. Hendry tidak menutup mata dan menatapnya begitu saja. Windy juga tidak menutup mata, sepasang mata yang berkilau dan lincah itu juga menatapnya. Hendry tiba-tiba menyadari bahwa mata Windy sangat mirip dengan gadis waktu itu. Windy mencium sejenak, tetapi Hendry tidak bereaksi. Jadi, dia mundur dan menyudahinya. Windy ingin pergi. Namun, saat ini, Hendry mengencangkan lengannya, lalu memeluk tubuh Windy yang ramping dan langsung menariknya ke dalam pelukan. Lalu, aura maskulin pria menyelimuti, Hendry menunduk dan menciumnya. Bar. Debby dan asistennya duduk di meja bar, asistennya bertanya, "Debby, apa Pak Hendry nggak datang malam ini?" Debby mulai merasa curiga. Barusan saat menelepon, ada yang aneh di sisi Hendry, sepertinya ada orang lain di sampingnya. Debby segera menelepon Jevin dan bertanya, "Jevin, apakah kamu bersama dengan Hendry malam ini?" Jevin menjawab, "Nggak, Kak Debby. Tapi, Kak Hendry meneleponku, sepertinya ada seorang wanita yang terkena obat perangsang." Saat ini, Jevin teringat sesuatu dan bertanya, "Kak Debby, jangan-jangan Windy yang terkena obat perangsang?" Kehidupan pribadi Hendry sangat bersih. Sebelumnya hanya ada Debby seorang, sekarang ditambah Windy, sangat mudah ditebak. Debby langsung marah dan mengepal tinju, ternyata Hendry sedang bersama Windy! Namun, Debby segera tersenyum, lalu dia berkata kepada asistennya, "Ambilkan aku sebungkus obat." Asistennya tidak mengerti dan bertanya, "Obat apa?" Debby membuka bibir merahnya dengan lembut dan menjawab dengan nada menggoda, "Obat perangsang!" Di kamar mandi vila, Windy dicium sampai kakinya lemas dan dia terjatuh ke lantai. Hendry memeluk pinggangnya yang lembut dengan lengan yang kuat sehingga dia bisa berdiri stabil. Pipi Windy merona. Saat ini, telepon berdering. Hendry mendapat panggilan video. Itu adalah panggilan dari Debby. Hendry melirik Windy, lalu menerima panggilan video. Debby duduk di meja bar dan di depannya ada segelas alkohol, dia tersenyum cerah dan bertanya, "Hendry, Windy sedang di sampingmu, ya? Apa dia terkena obat perangsang?" Hendry tidak menjawab. Debby mengeluarkan sebungkus serbuk obat, lalu menuangkan serbuk obat itu ke dalam alkohol di hadapan Hendry dan akhirnya meminumnya sampai habis. Hendry mengerutkan kening dan bertanya, "Debby, apa yang kamu minum?" Debby tersenyum cerah dan menjawab, "Obat perangsang." Wendy terkejut, dia tidak menyangka bahwa Debby akan memakan obat itu sendiri. Wajah tampan Hendry sudah menjadi muram, lalu dia berseru, "Debby!" Saat ini, seorang pria tampan bertubuh tinggi mendekati Debby dan menyapanya, "Halo, cantik. Bolehkah aku mentraktirmu minum?" Debby menunjuk Hendry yang sedang dalam panggilan video, lalu berkata kepada pria tampan, "Ini adalah pacarku. Tapi, kalau dia nggak datang ke sini dalam setengah jam, maka aku akan jadi milikmu malam ini." Pria tampan mengerutkan kening. Hendry bertanya dengan nada dingin, "Debby, apa yang kamu lakukan?" Wajah Debby cerah dan matanya menunjukkan sikap angkuh, "Hendry, malam ini antara aku dan Windy, kamu hanya bisa memilih salah satu. Hendry, kamu hanya boleh memiliki satu wanita." Selesai bicara, Debby langsung mematikan panggilan video. Tatapan Hendry penuh kemarahan, tangannya yang menggenggam ponsel berdenyut. Hendry, kamu hanya boleh memiliki satu wanita. Ibu, kamu hanya boleh memiliki satu putri. Perkataan yang mirip, bergema di telinga Windy seperti mantra dan membuatnya tertegun. Saat ini, suhu di tubuh Windy terasa menghilang, Hendry sudah melepaskannya dan keluar. Windy menengadah dan menatap pria itu, Hendry mengganti pakaian basahnya dengan cepat. Dia memakai kemeja dan celana baru. Hendry berbalik dan kembali, sepasang mata hitam pekat menatap wajahnya, "Tipe pria seperti apa yang kamu suka?" Apa? Untuk sejenak, Windy tidak mengerti maksudnya. Hanya terdengar Hendry melanjutkan, "Aku akan membantumu mencari seorang pria, atau, dua juga bisa."

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.