Bab 6
Saat sudah siuman lagi, Claire menyadari dia sedang terbaring di atas tempat tidur kamar. Gio berdiri di samping tempat tidur dengan ekspresi dingin.
"Ulahmu kali ini benar-benar menyebabkan bencana besar. Kamu harusnya dikurung selama tiga hari tiga malam, tapi Nadine memohon padaku untuk melepaskanmu. Dia benar-benar berbaik hati nggak mau memperpanjang masalah ini denganmu."
"Aku tahu kamu masih menyimpan perasaan padaku, tapi ingatlah, aku nggak mungkin suka pada gadis yang usianya 12 tahun lebih muda dariku. Kita nggak akan mungkin bisa bersama."
Begitu selesai bicara, Gio langsung membanting pintu hingga tertutup di hadapan Claire. Bunyinya yang kencang seketika menutupi penjelasan yang awalnya ingin Claire sampaikan.
Claire akhirnya bersandar di tempat tidur sambil memejamkan mata, lalu menghela napas dalam-dalam dan bergumam.
"Gio, aku benar-benar sudah nggak suka padamu lagi."
Selama beberapa hari berikutnya, semua anggota Keluarga Morta menjadi sangat bersemangat.
Mereka sibuk mempersiapkan pernikahan Gio dan Nadine.
Nadine memberikan instruksi sambil memegangi tangan Claire dengan antusias. Dia bersikap seolah-olah semua hal tidak menyenangkan yang sebelumnya terjadi sudah hilang.
"Tempat dan dekorasinya sudah hampir siap, yang kurang cuma pendamping pengantin. Menurutku, Claire adalah pilihan yang sempurna untuk turut serta dalam hari bahagiaku nanti! Mungkin saja nanti dia juga bisa pacaran dengan pendamping pengantin pria."
Ada sedikit nada sarkasme dalam kata-kata Nadine di akhir.
Claire tidak bisa berakting sehebat Nadine. Dia pun menarik tangannya dari gandengan Nadine dan hendak menolak, tetapi suara dingin seorang pria tiba-tiba terdengar dari atas kepala mereka.
"Nggak boleh."
Claire dan Nadine refleks menoleh dengan kompak, mereka menatap Gio yang berdiri di belakang mereka.
"Lho, kenapa nggak?" tanya Nadine, ekspresinya terlihat agak kaget karena Gio menolak usulannya.
Gio tidak memberikan jawaban apa pun, dia hanya menatap Claire di sampingnya.
Akhir-akhir ini gadis satu itu terlihat lebih patuh. Dia juga tidak lagi mengusik Gio sepanjang hari.
Anehnya, Gio merasa kesal dan tidak suka hati ketika membayangkan Claire berpacaran dengan pria lain suatu saat nanti.
Masalahnya, Gio juga tidak tahu kenapa dia merasa seperti itu.
Gio pun menurunkan pandangannya hendak mencari alasan untuk menjawab pertanyaan Nadine, tetapi Claire sudah mendahuluinya angkat bicara.
"Aku lebih muda, nggak pantas kalau aku jadi pengiring pengantin."
Alasan sebenarnya adalah karena Claire akan segera pergi ke luar negeri.
Dia sudah ditakdirkan untuk tidak menghadiri pernikahan ini.
Gio pun mengangguk setuju, jadi Nadine juga akhirnya tidak memaksakan usulannya lagi.
Tepat saat Claire menghela napas lega dan hendak pergi, tiba-tiba Nadine berkata, "Kalau gitu, Claire, berikan saja aku gaun pengantin yang pernah kamu rancang sebagai bentuk restumu. Aku suka sekali gaun itu."
Claire refleks tidak menatap Gio.
Claire sengaja merancang gaun pengantin itu saat dia masih berusia 18 tahun, gaun rancangannya itu bahkan menjuarai sebuah kompetisi.
Tidak sedikit selebritis dan para gadis kaya yang melirik gaun rancangan Claire itu. Mereka ingin membelinya untuk dikenakan di hari pernikahan mereka, tetapi Claire menolak semuanya.
Karena dia sendiri yang merancang dan membuat gaun pengantin itu.
Karena Claire ingin mengenakannya saat menikah dengan Gio.
Gio tahu betapa berartinya gaun itu, tetapi dia tidak ingin mengecewakan Nadine. Dia pun angkat bicara.
"Claire, aku akan menyetujui apa pun permintaanmu asalkan kamu menjual gaun pengantin itu padaku."
"Nggak usah," jawab Claire sambil mengatupkan bibirnya. "Kak Nadine benar, aku memang seharusnya memberikan restuku kepada kalian. Kalau gitu, anggap saja gaun pengantin itu sebagai hadiah pernikahan dariku."
Setelah itu, Claire menelepon toko gaun pengantin.
Tidak lama kemudian, seorang pegawai membawakan gaun pengantin yang disimpan di toko dan langsung menyerahkannya kepada Nadine.
Begitu mendapatkan gaun pengantin kesukaannya, Nadine bahkan tidak terpikir untuk mempersulit Claire atau semacamnya. Dia langsung berlari ke ruang ganti untuk mencoba gaun pengantin itu dengan gembira.
Claire menatap punggung Nadine dengan tenang, lalu berbalik badan dan kembali ke kamarnya dengan perasaan yang hampa.
Gio sendiri hanya menatap punggung Claire dan melamun untuk waktu yang lama.
Pagi harinya, Claire mengemasi semua barang bawaannya sendirian di dalam kamar.
Sebentar lagi dia bisa berangkat, barang-barangnya sudah hampir selesai dikemas dan proses imigrasinya juga hampir rampung.
Begitu Claire menyembunyikan kopernya dan bersiap untuk tidur, tiba-tiba pintu kamarnya dibuka.
Belum sempat Claire bereaksi, Gio sudah bergegas masuk. Pria itu mencengkeram pergelangan tangan Claire dengan erat sambil mengomeli Claire.
"Kamu apakan gaun pengantin itu!"
"Nadine baru mencobanya sebentar, tapi nggak lama kemudian tubuhnya gatal-gatal dan bahkan muncul ruam! Claire, kamu mau membunuhnya, ya?!"
Sorot tatapan Gio yang terlihat di bawah pancaran cahaya berwarna kuning redup terlihat sangat marah dan tajam menusuk, seolah-olah Gio ingin mencabik-cabik tubuh Claire.
Claire segera menggelengkan kepalanya. "Aku nggak pernah menyentuh gaun pengantin itu! Aku juga nggak mungkin melakukan apa pun terhadap gaun itu, apalagi menyakiti Nadine!"
Ekspresi Gio pun berubah menjadi suram. Dia melemparkan tubuh Claire ke atas kasur, sorot tatapannya terlihat begitu dingin. Suaranya juga terdengar sangat marah.
"Kamu masih sok beralasan, ya! Aku tahu kamu memang nggak pernah menghapus perasaanmu padaku, tapi nggak seharusnya kamu menyakiti Nadine! Semoga saja dia nggak apa-apa atau ...."
Ucapan Gio pun terpotong karena salah seorang pelayannya tiba-tiba bergegas masuk.
"Gawat, Pak Gio! Nona Nadine pingsan!"
"Awasi Claire! Jangan sampai dia kabur!"
Ekspresi Gio langsung berubah. Setelah memerintahkan seperti itu, dia bergegas keluar kamar.