Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 13 Ganjalan di Hati

"Clara, dasar kamu wanita jalang!" Meta menjambak rambut Clara dan menariknya ke belakang. Meta mengangkat dagu Clara secara paksa. Clara bertatapan dengan Meta yang sombong. "Jangan mengira dirimu hebat hanya karena menggoda pria kaya raya. Jangan lupakan statusmu sendiri. Kamu ini hanyalah anak yatim piatu, pembawa sial, dan wanita murahan." Sambil berbicara, Meta menjambak rambutnya makin kuat. "Ingatlah, dibandingkan diriku, derajatmu lebih rendah. Jangan pernah berharap kamu bisa lebih hebat dariku." Setelah puas melampiaskan emosinya, Meta melepaskan Clara. "Clara, kamu nggak akan pernah bisa lebih hebat dariku selamanya." Dia menatap Clara dengan penuh kebencian. Setelah itu, Meta naik ke lantai atas dengan angkuh. Clara mengepalkan tangannya dengan erat. Emosi dan kebencian terlihat jelas dari sorot matanya. Dia menatap Meta yang sudah berjalan makin jauh sambil tersenyum sinis. "Meta, ini yang terakhir." "Semua yang kamu lakukan padaku selama ini, pasti akan kubalas!" "Tunggu pembalasanku!" cibir Clara dalam hati. Clara kembali ke kamar. Clara duduk di meja rias. Sambil becermin, dia mengusap bekas tamparan di wajahnya dengan lembut. Pada saat yang sama, ponselnya tiba-tiba berdering. Dia mengeluarkan ponsel dari tas. Begitu melihat nama si penelepon, semua kegelisahan hatinya langsung sirna seketika. Yang meneleponnya tidak lain adalah Egi Lukman, sahabat baik Clara. Sejak masih kecil, keluarga mereka sangat dekat, dia juga sering bermain bersama Egi. Demi mengembangkan bisnis, Egi dan keluarganya memutuskan pindah ke luar negeri. Sejak itu, hubungan kedua keluarga menjadi jauh. Awalnya, Clara berpikir mereka tidak akan bertemu lagi. Tidak disangka, Clara bertemu lagi dengan Egi di Kota Dalas. Setelah mengetahui kondisi keluarga Clara, orang tua Egi bukannya menjauhkan diri, sebaliknya mereka justru mengangkat Clara sebagai anak angkat dan sering membantunya. Selama empat tahun kuliah di Kota Dalas, orang tua Egi yang selalu menjaganya. Semenjak orang tua dan kakeknya meninggal, tidak ada lagi yang menyayangi Clara. Namun, berkat orang tua Egi, akhirnya Clara merasakan kehangatan cinta lagi. Clara mengangkat telepon. Sambil tersenyum lembut, dia berkata, "Tumben kamu telepon malam-malam?" Egi menggodanya, "Kamu nggak suka kutelepon?" "Bukan itu maksudku, kupikir kamu sibuk." "Sesibuk apa pun, aku tetap harus memperhatikanmu." Mendengar kata-katanya, Clara merasa senang. Lalu, Egi menanyakan kabarnya, "Bagaimana kabarmu sekarang? Setelah pulang ke rumah Keluarga Lesmana, apa kamu baik-baik saja di sana? Apa keluarga pamanmu menyakitimu?" Clara tersenyum. Di dalam sorot matanya yang tenang mengandung emosi yang campur aduk. "Nggak, kok." Meskipun Clara menyangkalnya, Egi bisa merasakan ada yang tidak beres. "Mereka masih menyakitimu, ya?" Kali ini, Clara tidak menjawab. Egi berkata dengan cemas, "Sudah kubilang, jangan kembali ke rumah Keluarga Lesmana, kamu nggak mau dengar. Aku tahu kamu ingin merebut kembali barang peninggalan orang tuamu, tapi kita bisa pikirkan cara lain." "Kamu sudah susah payah akhirnya bisa keluar dari rumah Keluarga Lesmana, kenapa kamu masih mau kembali ke sana? Ini namanya kamu menggali kuburanmu sendiri." "Clara, sebaiknya kamu kembali ke Kota Dalas. Mengenai barang peninggalan orang tuamu, aku akan membantumu cari solusi lain." Clara bisa merasakan perhatian dari kata-kata Egi. Clara menghela napas panjang. Kesedihan perlahan muncul di matanya. "Egi, aku bisa selesaikan masalahku sendiri." "Clara ... " Egi masih ingin membujuknya. Clara langsung menyela dan berkata, "Kamu sendiri tahu bahwa kecelakaan orang tuaku selalu menjadi ganjalan di hatiku. Menurutku, itu bukan murni kecelakaan." Mendengar itu, Egi terdiam. Clara berkata lagi, "Kalau aku nggak pulang ke Kota Seroja, kembali tinggal di rumah Keluarga Lesmana dan kerja di Grup Lesmana, aku nggak bisa menemukan kebenaran dari kecelakaan orang tuaku. Nggak peduli itu murni kecelakaan atau bukan, aku tetap harus menyelidikinya." "Tapi ... " Clara berkata dengan tegas, "Jangan mengkhawatirkan aku, sekarang aku sudah dewasa." Sejak kembali ke Kota Seroja dan menetap di rumah Keluarga Lesmana, Clara berpura-pura menjadi gadis lemah untuk menyembunyikan niat aslinya. Clara terus mengingatkan dirinya untuk sabar. Kesabaran Clara saat ini hanya demi membalas mereka di kemudian hari. Melihat tekad Clara yang kuat, Egi juga tidak bisa berbuat apa-apa. "Baiklah, tapi ingatlah, apa pun yang mau kamu lakukan, aku dan orang tuaku akan selalu mendukungmu." "Ya." Mata Clara memerah dan dia berusaha menahan tangis. Egi berkata, "Aku juga akan membantumu menyelidiki kecelakaan orang tuamu. Kalau ada informasi, aku akan memberitahumu." "Terima kasih." "Kita 'kan dekat, nggak perlu terima kasih." Sambil tersenyum, Clara berkata dengan tulus, "Aku tetap ingin berterima kasih kepadamu dan orang tuamu." "Oke, oke," jawab Egi. Lalu, Egi ganti topik. "Oh ya, bulan depan aku pergi ke Kota Seroja. Nanti kita makan bareng, ya." "Oke." Lalu, mereka berdua asyik mengobrol. Di tengah asyik mengobrol, Clara ingin memberi tahu Egi tentang pernikahannya. Namun, Clara mengurungkan niatnya. Dia merasa tidak perlu diceritakan. Lagi pula, satu tahun lagi, dia dan Ivan akan bercerai. "Ah, sudahlah, nggak perlu cerita," pikir Clara.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.