Bab 7
Nina tiba-tiba merasa cemas ketika melihat penampilan Yulia.
Dia buru-buru berteriak ke arah punggung Yolanda, "Yolanda, kamu masih kecil, bagaimana bisa kamu punya pikiran seburuk ini? Kamu dan Yulia adalah putriku, bagaimana mungkin aku nggak menyayangi kalian?"
"Aku memarahimu karena kamu nggak mau berusaha lebih baik, aku kecewa padamu!"
"Aku begitu keras padamu karena berharap kamu bisa berubah dan memperbaiki dirimu! Lihat dirimu sekarang, ditambah dengan catatan kriminal, sekolah mana yang mau menerimamu?"
...
Yolanda tidak menghiraukan ibunya yang terus mengoceh. Setelah kembali ke kamar, dia mengunci pintu. Kemudian dia mengambil obat penawar yang telah disiapkan dari rumah sakit.
Tak lama kemudian, dia merasakan sakit perut yang sangat hebat.
Dia menggertakkan giginya, berusaha menahan rasa sakit selama setengah jam yang paling berat.
Beberapa jam kemudian.
Kulit Yolanda tertutup oleh lendir hitam seperti tinta.
Dia membuka matanya dan menghela napas panjang sebelum berjalan menuju kamar mandi.
Racun di tubuhnya sangat kuat, sehingga satu dosis obat penawar tidak cukup untuk mengeluarkan semua racun dari tubuhnya.
Setidaknya dibutuhkan waktu setengah tahun untuk benar-benar membersihkan semua racun dari tubuhnya.
Namun, seiring dengan berkurangnya racun dalam tubuhnya, kekuatan yang dulu pernah dia miliki juga perlahan-lahan mulai kembali.
Setelah Yolanda selesai mandi, langit pun hampir terang.
Dia berjalan ke lemari pakaian, bersiap untuk keluar sebentar.
Sayangnya.
Saat dia membuka lemari, hanya ada beberapa pakaian lamanya yang sudah tiga tahun tidak dipakai terlihat berantakan di depannya.
Satu-satunya pakaian yang masih muat untuknya hanyalah seragam SMP.
Dia memakai seragam itu, lalu pergi joging. Saat melewati warung makan, dia sekalian mampir untuk makan semangkuk mi ayam.
Saat dia kembali ke rumah, seperti yang dia duga, dia melihat ibunya dan Yulia sudah selesai sarapan.
Tidak ada menu sarapan yang disiapkan untuknya.
Nina saat itu terlihat sangat rapi. Terlihat jelas kalau dia sudah berdandan.
Dia menatap Yolanda dengan sinis, tetapi dia tetap bicara karena dia khawatir kata-kata Yolanda tadi malam akan benar-benar memengaruhi kesan Yulia terhadapnya sebagai seorang ibu.
"Kamu pulang tepat waktu. Kamu belum membeli perhiasan apa pun untuk pameran. Ikutlah denganku untuk memilih satu set!"
Setelah berkata begitu, dia langsung berjalan keluar dengan sepatu hak tingginya tanpa menunggu Yolanda menjawab.
Yolanda tidak berkata apa-apa dan mengikuti ibunya dengan tenang dari belakang.
Setelah naik ke mobil, Yolanda langsung memilih kursi penumpang depan. Tindakannya ini sepertinya membuat Nina cukup senang.
Hari ini, dia bahkan tidak menyindir Yolanda seperti biasanya, melainkan langsung duduk di kursi pengemudi dengan wajah dingin.
Tidak lama kemudian, mobil berhenti di kawasan perbelanjaan paling ramai di daerah Darmawangsa.
Di sini banyak toko-toko terkenal dan hampir semua mal terkenal di Kota Jarga ada di tempat ini.
Nina membawa Yolanda masuk ke sebuah toko perhiasan tua setinggi lima lantai.
Begitu masuk, Nina membawa Yolanda ke bagian kalung yang ada di lantai dua.
"Pilihlah yang kamu suka."
Kemudian, dia menatap Yolanda dari ujung kepala sampai ujung kaki dengan kritis
"Nanti kita ke atas untuk membeli gaun yang layak dipakai."
Yolanda tidak terlalu tertarik dengan perhiasan, jadi dia sembarangan menunjuk kalung berlian di dalam etalase.
Saat pelayan toko melihat Yolanda mengenakan seragam sekolah yang usang dan tubuhnya yang gemuk, dia terlihat tidak senang.
Namun, pelayan itu tetap mengeluarkan kalung itu dengan hati-hati setelah melihat Nina di sebelahnya memakai baju mahal.
"Kalung ini adalah model terbaru di toko kami, sangat cocok untuk kamu yang ... "
Pelayan toko itu menatap wajah Yolanda yang karena gemuk membuatnya terlihat seperti terjepit, sepertinya mencari kata yang tepat untuk menggambarkannya.
Sayangnya, sebelum dia bisa menyelesaikan kata-katanya, suara tajam Nina tiba-tiba menggema di seluruh toko perhiasan.
"Empat ratus enam puluh juta?"
Senyum di wajah pelayan itu mulai kaku.
"Ganti yang lebih murah, dia nggak cocok memakai kalung semahal ini!"
"Bu, tapi ... "
Ekspresi di wajah pelayan itu menjadi makin canggung.
Saat itu, dia sudah mengeluarkan kalungnya. Begitu mendengar ucapan Nina, dia buru-buru menarik tangannya kembali.
"Berapa harga kalung termurah di toko kalian? Kami ambil yang paling murah saja."
Akan tetapi ...
Tepat saat Nina selesai bicara
Sebuah suara sinis tiba-tiba terdengar di telinganya ...
"Wah, apa keluarga Hartanto sekarang sudah jatuh miskin sampai nggak bisa membeli kalung seharga empat ratus enam puluh juta?"
Nina menoleh dengan marah dan mendapati ternyata orang tersebut adalah Bu Sudibyo.
"Siapa bilang aku nggak mampu beli? Aku cuma merasa kalung ini nggak cocok untuknya!"
Nina merasa tekanan darahnya akan naik begitu melihat Bu Sudibyo.
"Benar juga, dengan penampilannya seperti itu, apapun yang dipakainya memang nggak akan terlihat bagus."
Bu Sudibyo tersenyum tipis.
Di matanya tampak sedikit rasa puas.
"Nggak seperti putriku. Setiap kali aku membawanya ke toko perhiasan, aku bingung memilih karena semuanya terlihat cocok untuknya."
"Lagi pula, perhiasan-perhiasan mahal itu sangat sesuai dengan kepribadiannya ... "
Dia merasa makin puas saat melihat ekspresi Nina yang makin kesal.
"Tapi, Bu Nina, jangan marah ya. Gen memang nggak bisa dirubah ..."
Bu Sudibyo dengan halus mengejeknya sebagai wanita jelek!
Nina hampir saja marah besar.
Pada saat itu.
Dia sangat menyesal tidak membawa Yulia bersamanya.
"Gen katamu? Kamu pikir aku bisa menurunkan sesuatu yang buruk seperti ini? Dia dan Yulia bersaudara, tapi kecantikannya bahkan nggak sampai sepersepuluh dari Yulia. Aku bahkan mulai curiga, apa dia tertukar di rumah sakit waktu itu!"
"Oh? Kalau begitu, sebaiknya kamu segera periksa. Siapa tahu dia benar-benar tertukar dan kamu malah merawat anak dari pengemis dari daerah kumuh, haha ... "
...
Nina benar-benar tidak bisa membantah.
Dia mengepalkan tangannya erat-erat, sampai kukunya hampir menusuk kulitnya.
Karena marah, dia melampiaskan semuanya pada Yolanda.
"Sudah pilih belum? Cuma pilih kalung saja lama banget, kenapa nggak pakai waktu seperti ini untuk belajar?"
"Aku sudah melihat-lihat, tapi nggak ada yang aku suka. Mungkin sebaiknya kamu juga nggak usah membelinya," kata Yolanda dengan tenang.
Saat Nina mendengar Yolanda tidak mau beli, dia merasa Yolanda sedang mempermalukannya di depan Bu Sudibyo.
"Kenapa nggak mau beli?"
"Apa kamu pikir keluarga kita nggak mampu membeli kalung senilai ratusan juta?"
"Tadi aku cuma merasa kalung yang kamu pilih itu tidak bagus, jadi aku bilang mahal agar kamu memilih yang lebih bagus. Jangan bersikap seolah kamu belum pernah melihat barang mewah seperti itu!"
"Selamat datang!"
Belum selesai Nina berbicara, tiba-tiba suara hormat dari karyawan toko terdengar di pintu.
"Pak Galih, kenapa Anda ada waktu untuk mampir hari ini?"
Orang yang baru saja masuk itu bukan orang sembarangan, melainkan Galih Zuhair, kepala sekolah SMA Pratama dia Jarga, yang juga merupakan SMA nomor satu di Yudanara.
Keluarga Zuhair sudah terkenal sebagai keluarga terpelajar di Kota Jarga selama lebih dari seratus tahun. Beberapa leluhurnya juga merupakan cendekiawan terkemuka pada zaman dahulu kala.
Pada generasi Galih, dia memilih terjun ke bidang pendidikan.
Sementara, saudara-saudaranya memilih untuk berbisnis.
Toko perhiasan ini didirikan oleh adik Galih, Ganendra Zuhair.
Galih mengangguk kecil kepada pegawai toko, lalu bicara.
"Istriku sebentar lagi ulang tahun. Aku ingin membelikannya kalung."
"Tolong bantu aku memilih."
"Baik, tentu saja!"
Galih itu seperti setengah bos mereka, jadi para pegawai toko itu sangat ramah kepadanya.
Saat melihat Galih, Nina langsung berdiri lebih tegak.
Yolanda yang tidak berguna ini pasti tidak akan masuk universitas unggulan.
Akan tetapi ...
Putrinya, Yulia, masuk ke kelas unggulan yang ada di SMA Pratama.
Dia tidak boleh membiarkan Yolanda merusak citra Yulia di hadapan Galih.
Mengingat hal ini.
Dia secara refleks menggenggam tangan Yolanda, ingin membawa gadis itu pergi.
Namun, saat dia hendak melangkah.
"Ah!"
Pegawai toko di seberang sana tiba-tiba berteriak.