Bab 6
Sinar matahari terbit mulai turun di ujung barat dan malam mulai menyelimuti bumi.
Keluarga Dirgantara.
Ranjang baru yang besar sudah tertata rapi di kamar pengantin yang tak kalah besarnya.
Setelah Pamela dibawa ke kediaman Keluarga Dirgantara, Agam menyerahkannya kepada beberapa pelayan dan memerintah beberapa pelayan itu.
"Bawa dia pergi untuk didandani!"
Para pelayan mengerumuninya, mulai dari membasuh dan merias wajahnya, lalu memakaikannya gaun pengantin dan menutup kepalanya dengan tudung pengantin berwarna putih.
Setelah kepalanya ditutup dengan tudung pengantin, Pamela hanya bisa melihat warna putih di depan matanya. Saat menunduk, Pamela akan melihat sepatu kulit yang indah dan mahal milik pria di depannya.
Nada rendah pria itu terdengar di telinganya, "Bersikap patuhlah. Aku nggak akan melakukan apa pun padamu."
Katanya seperti sedang menenangkannya, tetapi penuh dengan tekanan yang tak terlihat.
Pada saat ini, Pamela sudah tahu dengan jelas bahwa, melarikan diri pun tidak akan membuatnya lepas dari jerat pria ini.
Karena pria ini bisa menemukan rumahnya dengan tepat, jadi mau Pamela pergi ke mana pun juga bisa di temukannya!
Pamela menggertakkan giginya. "Baiklah, aku akan patuh. Lagian aku duluan yang mencari masalah, jadi aku harus menanggung konsekuensinya! Tapi, kamu harus memberitahuku kalau aku harus berapa lama bekerja sama denganmu? Tiba waktunya, kita akan berpisah dan nggak mengganggu satu sama lain!"
Agam juga tidak tertarik padanya, jadi dia menjawab dengan nada dingin, "Tiga bulan."
Agam juga tidak ingin ada hubungan lama dengan wanita ini. Waktu tiga bulan sudah cukup untuk kakek memulihkan kesehatannya setelah operasi.
"Baik, aku setuju!"
Pamela masih bisa menerima waktu yang tak lama ini, jadi dia berinisiatif menggenggam tangan Agam.
"Ayo, Paman. Ayo, kita pergi menikah!"
Agam tercengang sejenak, lalu pupil matanya bergerak dan melihat tangannya yang digenggam Pamela.
Agam tidak suka ada kontak fisik, tapi kali ini dia tidak merasa jijik dengan genggaman Pamela.
Tangan Pamela sangat kecil dan lembut.
...
Pesta pernikahan yang diadakan Keluarga Dirgantara bergaya tradisional.
Pamela yang patuh pun mengikuti Agam datang ke ruang perjamuan, lalu mengadakan upacara pernikahan tradisional yang sederhana.
Kemudian, Pamela di antar ke kamar yang bernuansa pengantin baru.
Ketika Agam masuk ke kamar pengantin itu, Pamela masih duduk di tepi ranjang dengan tegak.
Tudung pengantin putih di kepala Pamela belum dilepaskan, jadi adegan saat ini seperti pengantin zaman dulu yang menunggu suaminya datang ke kamar pengantin untuk melakukan hubungan intim.
Mata Agam terlihat cibiran, bahkan berkata dengan nada dingin, "Berdirilah, nggak usah berpura-pura lagi."
Pamela tidak bergerak.
Agam merasa aneh, dia pun berjalan ke sana untuk membuka tudung pengantin putih itu.
Di bawah pendar hangat lampu kamar, wajah yang seperti peri pun terlihat. Bulu matanya panjang dan lentik, dia juga terlihat patuh dan tenang, hanya saja ada air liur di sudut mulutnya, dia juga mencecap bibirnya ....
Dia tertidur dalam posisi duduk?
Mungkin karena menarik tudung pengantin putih itu, jadi kepalanya ikut terangkat sehingga Pamela yang tidur kehilangan keseimbangan dan jatuh ke samping.
Setelah melihat itu, Agam mengulurkan tangannya untuk menariknya secara refleks agar Pamela tidak jatuh ke lantai.
Pamela mengerutkan kening, tapi dia tidak bangun.
Melihat wanita itu jatuh ke pelukannya, Agam pun terkejut.
Agam pertama kali melihat wajah asli Pamela tanpa riasan, jadi wajar saja tatapan Agam yang dingin ada rasa kaget.
Saat Pamela tidak berdandan menor, dia memang cantik.
Mungkin karena Pamela mencium aroma asing mendekat, jadi dia segera membuka matanya, lalu mendapati dirinya dipeluk oleh pria dengan posisi wajah mereka yang sangat dekat.
Pamela segera melepaskannya, lalu berkata dengan kaget, "Paman, apa yang kamu lakukan? Aku peringatimu, kalau kita itu lawan jenis, jadi harus jaga jarak dan kita ini hanya nikah kontrak!"
Baru bangun, gadis ini sudah membalas kebaikannya dengan fitnahan!
Kalau tadi dia tidak mengulurkan tangannya untuk memapahnya, Pamela pasti jatuh ke lantai dengan wajah tersungkur ke bawah!
Agam menyipitkan matanya karena tidak senang. "Siapa yang bilang kalau aku hanya kontrak nikah denganmu?"
Alis Pamela berkerut. Dia menjawab dengan nada khawatir, "Paman, apa kamu mau mengingkari kesepakatan kita? Kita berdua sudah sepakat untuk mengakhiri hubungan ini setelah tiga bulan!"
Agam mengerutkan bibirnya, lalu berkata, "Aku memang berjanji padamu kalau hubungan ini akan berakhir setelah tiga bulan. Tapi, sepertinya aku nggak bilang kalau nggak akan terjadi apa-apa dalam waktu tiga bulan ini."
Selesai berbicara, Agam memegang erat dagu Pamela.
Jari-jari kasar Agam membuat Pamela merasa bahaya, bahkan ada aura yang mencekik ....
"Paman, kamu sebagai pria harus menepati janji, bagaimana kamu bisa mengingkari janji?!"
Pamela menatap wajah pria itu dengan tajam sambil menggelengkan kepalanya dengan kuat. Meskipun begitu, dia tetap tidak bisa melepaskan cengkeraman pria itu.
Agam membungkuk dan mendekat perlahan untuk menatapnya dari jarak dekat.
Setelah melihat ekspresi wajah Pamela yang mengernyit, dia baru melepaskan cengkeraman tangannya, lalu berkata dengan nada meremehkan, "Jangan terlalu percaya diri. Aku nggak tertarik sama gadis yang kurus kering sepertimu!"
Pamela merasa lega, tetapi juga sangat kesal dengan ucapan Agam.
"Oh, kalau begitu aku bisa tenang! Paman tua dan perkasa sepertimu bukan tipeku!"
Agam terdiam, "..."
Tua dan perkasa?
Pamela mengangkat tangannya untuk menyentuh dada Agam. "Paman, tolong minggir. Aku sudah ngantuk, aku mau mandi dulu, baru tidur!"
Agam menatapnya dari atas kepalanya dan tidak beranjak.
Pamela tidak bersikeras menyuruhnya minggir, melainkan melewati tempat lain.
Dia berjalan ke kamar mandi dengan tegak. Tak lama kemudian, terdengar suara air yang mengalir.
Selesai mandi dan keluar dari bak mandi, Pamela baru menyadari kalau dia tidak membawa baju ganti. Rasanya benar-benar sangat canggung!
Gaun pengantin yang dia pakai barusan sangat berat dan tidak nyaman.
Setelah berpikir sejenak, Pamela mengulurkan kepalanya dari kamar mandi untuk melihat ke luar.
Agam masih duduk di sofa sambil memainkan ponselnya.
Dia berbicara dengan tak berdaya, "Ehem. Paman, tolong kembalikan baju yang aku pakai ketika datang kemari hari ini!"
Agam menengadahkan kepalanya untuk melirik Pamela, lalu berkata, "Sudah dibuang."
Sudah dibuang?
Pamela mengertakkan gigi. "Kalau begitu, tolong pinjami pakaian bersih untuk aku dulu!"
Agam mengangkat alisnya, lalu menatapnya dengan mata yang menyipit. "Apa kamu meminta tolong dengan sikap seperti ini?"
"Memangnya sikap seperti apa yang harus aku tunjukkan?"
"Mohon padaku."
Pamela menutup pintu kamar mandi dengan keras.
Sudahlah, palingan dia pakai gaun pengantin tadi, tak nyaman ya tak nyaman!
Ketika Pamela bersiap memakai gaun pengantin sudah mendengar pintu kamar mandi diketuk.
Pamela membuka dikit pintu, lalu melihat Agam berdiri di sana, jadi dia bertanya dengan marah, "Ada apa?"
Melalui celah pintu itu bisa mencium aroma sabun dari kamar mandi.
Pamela di ambang pintu hanya mengenakan handuk. Bahu dan leher putihnya terlihat, beberapa helai rambut panjangnya yang basah terurai di tulang selangkanya. Sungguh memesona ....
Nafsu berahi Agam melonjak, pupil mata dan simpul di tenggorokan pun bergerak. Lalu, Agam memberi set piama pria pada Pamela.
Pamela terkejut. Ketika dia mau mengambil piama itu, pria itu malah mengangkat tinggi piama itu. "Kamu nggak mau bilang makasih, ya?"
"Paman, terima kasih ...."
Pamela tersenyum, lalu segera mengambil piama itu, juga melanjutkan perkataan yang belum selesai itu dengan kesal, selesai itu dengan kesal, "yang sebesar-besarnya!"
Selesai berbicara, Pamela membanting pintu lagi.
Ekspresi Agam menjadi masam. Kalau tadi dia terlambat menarik tangannya, lengannya pasti terjepit pintu.
Benar-benar gadis yang tak tahu terima kasih!
Piama pria itu terlalu besar di tubuh Pamela, jadi ketika pakai di tubuh seperti memakai karung besar.
Celana panjang yang besar itu juga terus melorot ketika dikenakan.