Bab 7
Keheningan panjang terjadi di ruang kerja, membuat Naomi tidak bisa menahan diri dan bersiap berbicara untuk memecah suasana menyesakkan itu.
"Kakek seharusnya tahu aku nggak setuju dengan pernikahan ini sejak awal."
Jetro berbicara lebih dulu, memecah kesunyian.
Dia berkata terus terang, "Aku rasa aku berhak mengakhiri pernikahan yang membosankan dan nggak berarti bagiku."
Janto tertawa kecil, mengambil cangkir teh dan menyesapnya, seolah-olah dia sedang mendengar lelucon besar dari seorang anak nakal.
"Kamu berasal dari Keluarga Barnes. Pernikahan memang nggak mempunyai arti menarik bagimu. Kamu pintar sejak kecil. Kakek merasa kamu seharusnya memahami hal ini dengan baik."
Dari sudut pandangan Naomi yang tidak disengaja, tiba-tiba rahang Jetro terlihat menegang.
Kemudian sikapnya kembali ke sikap santai dan acuh tak acuh sebelumnya, "Karena nggak ada artinya, Kakek berhak memulainya dan aku juga berhak mengakhirinya."
Mata Janto menjadi dingin.
Melihat percakapan terenkripsi yang terus menerus antara kakek dan cucu dan udara dingin yang menyebar yang bakal membekukan seluruh ruangan menjadi patung es, Naomi memutuskan untuk memecahkan situasi canggung ini dengan berbicara.
"Kakek!"
Naomi membalas tatapan Janto dan tersenyum meminta maaf, "Mungkin apa yang dipikirkan Jetro nggak penting. Lagi pula, akulah yang ingin bercerai sekarang."
Janto terkejut dan tidak bereaksi sejenak.
Dia tanpa sadar berpikir kalau ada masalah dalam pernikahan ini, itu karena cucunya yang berjiwa pemberontak itu, dengan mengandalkan statusnya sebagai genius yang kaya raya untuk memandang rendah Naomi yang berasal dari latar belakang sederhana.
Selain itu, yang satu adalah predator romantis dalam bersosialisasi dan yang lainnya adalah ibu rumah tangga yang terjebak di dapur dan ruang tamu.
Sudah jelas siapa yang dirugikan.
Janto tanpa sadar menghibur Naomi, "Kamu nggak perlu melakukan itu untuk bocah ini ...."
"Nggak, Kakek, aku benar-benar minta maaf, biarkan aku mengatakan yang sejujurnya ...."
Naomi menghela napas panjang, "Kakek dan Nenek adalah orang baik, tapi Jetro benar-benar membosankan dan nggak menarik. Saat dia nggak di rumah, aku merasa seperti janda hidup, saat dia di rumah, aku merasa seperti mayat hidup. Sulit untuk mengatakan kondisi mana yang lebih baik."
Ekspresi Jetro tiba-tiba berubah dan dia tiba-tiba menoleh untuk melihat ke arah Naomi, gigi geraham belakangnya yang terkatup hampir menonjol dari pipinya.
"Tentu saja, semuanya baik-baik saja, hanya saja ada satu hal ...."
Naomi merasa agak malu sejenak, "Aku sudah berumur sekarang dan aku sangat menyukai anak-anak. Tapi, aku sudah menikah bertahun-tahun dan perutku belum terisi sama sekali. Mau tak mau aku punya kecurigaan ...."
Dia belum menyelesaikan kata-katanya, tapi makna di balik kata-katanya jelas bagi Janto.
Untuk sesaat, sorot mata Jetro agak tak terlukiskan.
Jetro terdiam dan meledak pada saat yang sama. Dia tidak bisa mengatakannya secara langsung di depan Kakek. Setelah sekian lama menikah, dia dan Naomi tidak berhubungan intim sama sekali.
Kalau dia katakan hari ini, besok dia akan diantar oleh kakeknya ke Afriko untuk memberi makan singa.
Terlebih lagi, perkataan Naomi tidak jelas dan eksplisit, itu sangat memalukan dan sulit untuk dijelaskan. Dia hanya bisa menerima kerugian ini dalam diam ....
Dia mengatupkan giginya erat-erat, memandang ke arah Naomi dan menekankan kata demi kata, "Kenapa aku nggak tahu kamu menginginkan anak?"
Naomi mengedipkan matanya yang besar dan berkata dengan polos, "Oh, kamu sudah seperti ini, sulit bagiku untuk mengatakan apa pun. Itu terlalu sulit bagimu ...."
Dia sudah seperti ini?
Ada apa dengan dia?!
Jetro merasakan tekanan darahnya meningkat, menyebabkan rasa sakit yang tiba-tiba di pelipisnya.
Tapi, Janto sedikit resah untuk beberapa saat, semula dia ingin menyelesaikan masalah pernikahan cucunya agar istrinya yang hendak kembali dari luar negeri tidak kesal, tapi tiba-tiba dia mengetahui rahasia keperjakaan cucunya.
Dia terbatuk dengan canggung, berdiri sambil memegangi pegangan tangan dan berjalan cepat ke pintu, lalu berbalik untuk memperingatkan mereka berdua.
"Aku turun lihat persiapan makanannya. Kalau ada kesalahpahaman antara kalian, bicarakan sendiri. Turun nanti setelah selesai dibicarakan. Nggak perlu terburu-buru."
Pintu ruang kerja terbuka dan tertutup.
Jetro tiba-tiba berbalik dan bertanya pada Naomi, "Kamu tadi ...."
"Klik" pintu ruang kerja terbuka setengah lagi, memperlihatkan separuh wajah Kakek Janto yang ekspresinya tak terkatakan.
"Jetro, Kakek punya seorang teman yang akan datang ke rumah tua untuk minum teh dua hari lagi. Kamu juga sekalian datang. Dia adalah seorang dokter TCM yang sangat hebat ...."
Sebelum dia menyelesaikan kata-katanya, pintu ruang kerja ditutup kembali.
Kemarahan Jetro berubah menjadi kenyataan. Dia menggertakkan gigi gerahamnya ke arah Naomi dan berkata, "Omong kosong apa yang kamu bicarakan di depan kakekku?"
"Nggak bisakah uang itu membungkam mulutmu?"
Naomi awalnya menatap Jetro dengan gembira, ketika dia tiba-tiba mendengar kata-kata Jetro, dia merasa seolah-olah seseorang sudah menampar wajahnya dan matanya yang tersenyum menjadi suram.
Dia menatap Jetro dengan dingin dan mencibir, "Jetro, kamu seharusnya bersyukur karena aku nggak membeberkan perselingkuhanmu di depan Kakek. Akad cerai belum ditandatangani denganku, tapi kamu nggak sabar untuk mengajak calon baru untuk membuka kamar."
"Kupikir sebaiknya kamu diperiksa baik-baik ketika dokter TCM itu datang, jangan sampai kamu sakit tanpa diketahui!"
Dia memutar matanya ke langit, dia merasa kesal biarpun berada di ruangan yang sama dan menghirup udara yang sama dengan Jetro.
Dia segera mengangkat kakinya dan hendak berjalan menuju pintu. Jetro yang disiram sebaskom bensin semakin marah, Jetro menoleh dan menggenggam lengan Naomi dan berkata dengan nada peringatan.
"Katakan dengan jelas, coba saja kalau kamu berani bicara yang nggak masuk akal di depan Nenek dan Kakek lagi ...."
Naomi sama sekali tidak ingin berdebat dengannya dan berusaha mati-matian melepaskan tangannya. Tapi, Jetro memegang dengan kencang. Bagaimana Naomi bisa menjadi lawannya?
Keduanya tarik menarik dan terdengar suara "sobek", beberapa kancing kemeja yang dikancingkan hingga ke leher pun terlepas.
Sepotong besar kulit mulus di dada yang terbuka tertutupi tanda merah dan ungu.
Ambiguitasnya sangat menggiurkan.
Jetro menyipitkan matanya dengan sengit dan suaranya terdengar agak memperingatkan, "Apa ini? Cupang?"
Naomi tanpa sadar ingin menarik kerah bajunya untuk menutupi tanda merah ambigu di tubuhnya. Setelah mengetahui bahwa perbedaan kekuatan antara keduanya terlalu besar dan Jetro bersikeras untuk mencari tahu.
Naomi sekalian membiarkan kulit dadanya dan mulus terekspos dan membiarkan lebamnya terlihat jelas.
"Seperti yang kamu lihat."
Wajah Jetro seketika berubah muram, "Siapa orangnya?"
Naomi mencibir, "Siapa yang peduli dengan cinta satu malam?"
Dia mengangkat bahu, "Mungkinkah kamu akan mengingat setiap wanita yang kamu selingkuhi?"
Jetro tersedak.
Dia tanpa sadar menjawab, "Aku nggak begitu ...."
Tiba-tiba dia berhenti bicara dan menatap Naomi dengan sinis, "Jangan mengalihkan pembicaraan. Perjanjian cerai baru kita tandatangani kemarin, berarti kita masih menikah secara sah sebelum mendapatkan akta cerai."
"Kamu berselingkuh dari suamimu, Nona Naomi."