Bab 1 Siapa yang Nggak Tahu Malu?
Pukul 12 malam, di vila besar Puri Indah Sejahtera, hanya lampu kamar tidur utama lantai dua yang masih menyala.
Ponsel di atas meja berdering tanpa henti, seperti memaksa supaya ada orang yang mengangkatnya.
Satu tangan Renata membalik halaman majalah mode ketika tangan lainnya mengangkat telepon.
Suara Shelvi terdengar sangat nyaring, bagai ledakan bom. "Renata! Kamu lagi apa? Kenapa baru angkat telepon sekarang, sih?"
"Baca buku," jawab Renata singkat, suaranya begitu malas. Jemari rampingnya masih membalikkan halaman majalah.
Mendengar jawaban itu, Shelvi langsung menggerutu, "Kamu masih sempat baca buku? Kamu sudah lihat foto yang aku kirim barusan belum?"
"Sudah," jawab Renata, masih malas sambil menguap.
Sepuluh menit lalu, Renata menerima satu foto yang dikirim oleh Shelvi di ponselnya.
Di foto itu, Calvin sedang mengendarai Kawasaki Ninja H warna hitam, tampak segagah elang. Dia mengenakan pakaian motor serba hitam. Rambut pendeknya berwarna cokelat kemerahan dan bersinar di bawah lampu jalan. Anting berlian di telinga kirinya berkilau terang. Garis wajahnya yang tajam membuat pria itu tampak sangat tampan.
Ada seorang gadis bertubuh ramping tengah duduk di jok belakang. Rambut hitam dan panjang miliknya tertiup angin. Wajahnya cantik saat tersenyum tulus.
Gadis itu memeluk pinggang ramping Calvin dengan kedua tangannya. Hampir tidak tersisa celah antara tubuh gadis itu dan punggung lebar Calvin.
Renata hanya melihat sekilas, lalu menutupnya. Dia kesal pada Calvin yang selalu membuat masalah, membuatnya harus menangani hal itu terus-terusan.
"Renata, kamu adalah Nyonya Renata yang dinikahi Calvin secara sah. Sebagai Nyonya Muda dari Lestari Sejahtera Group, kenapa reaksimu cuma begini?"
Suara Shelvi nyaris meremukkan ponsel itu, "Kalia si wanita sialan terus mengganggunya setiap hari, apa kamu sama sekali nggak marah?"
Renata agak menjauhkan ponselnya, takut gendang telinganya pecah akibat suara Shelvi yang kencang. Dia perlahan berkata, "Rantai sebaik apa pun nggak akan bisa menahan anjing yang ingin melarikan diri."
Shelvi makin kesal dengan reaksi acuh tak acuh Renata. Penuh emosi, Shelvi kembali berkata, "Pokoknya, aku hanya mengakuimu sebagai kakak ipar. Aku nggak mau mengakui wanita lain, terutama Kalia! Aku akan mengirimkan alamat dia padamu, harus membawa pulang sepupuku. Aku tunggu kamu di sana!"
Setelah mengomel, Shelvi langsung memutuskan telepon itu. Alis Renata berkerut kesal ketika melihat alamat yang dikirimkan di ponselnya.
Bukannya tidak marah mengenai Calvin yang tidak pulang semalaman dan senang-senang dengan wanita bernama Kalia, tetapi Renata sudah terbiasa dengan itu sejak lama.
Setelah tiga tahun menikah, banyak rumor di luaran yang bilang, Tuan Calvin dari Lestari Sejahtera Group adalah sosok angkuh dan punya temperamen yang aneh. Akan tetapi, dia sangat cinta Nyonya Renata dan selalu memenuhi segala pinta istrinya.
Hanya Renata yang tahu bahwa hati Calvin sama sekali tidak terpaut padanya.
Pernikahan mereka hanya terjadi sebagai upaya memenuhi amanat orang tua.
Untuk memenuhi amanat terakhir Paman Lewis, Renata harus menjadi Nyonya Muda yang baik di keluarga Lewis.
…
Alamat yang dikirim oleh Shelvi menunjukkan lokasi sebuah restoran bagi maniak sepeda motor di Kawasan Mentari Raya.
Sebuah mobil Ferrari merah berhenti di depan pintu. Belum sempat Renata turun dari mobil, dia langsung melihat motor Kawasaki hitam milik Calvin di antara deretan motor mahal yang terparkir di depan.
Shelvi segera menarik dirinya keluar mobil untuk membawa Renata masuk ke restoran itu.
Mereka langsung menuju ruang hiburan di lantai tiga. Baru tiba di pintu, terdengar suara tawa riuh dari dalam.
Begitu pintu dibuka, bau asap rokok menyambut mereka.
Di ruangan, ada beberapa pria dan wanita muda. Sebagian besar adalah para pria berstatus anak-anak keluarga kaya terkenal di Kota Bintara. Mereka semua memiliki kekayaan dan kekuasaan di kota ini.
Tentu, jika seseorang bisa bergaul dengan anak tunggal dari keluarga paling sukses dan kaya di dalam negeri, sudah pasti mereka tidak akan berasal dari kalangan sembarangan.
Pria-pria itu berkumpul dalam beberapa kelompok. Ada yang bermain biliar, ada yang main dart, ada yang minum-minum, sementara suara tawa manja dari para gadis muda terdengar mengelilingi mereka.
Renata menatap pria yang tampil paling mencolok.
Calvin sedang memegang stik biliar. Sebatang rokok mahal terjepit di bibirnya. Pakaian motor warna hitam miliknya masih belum diganti. Anting berlian di telinga kiri tampak memberi pantulan cahaya menyilaukan.
Wajahnya sangat tampan. Senyum nakal tersungging di sudut bibir. Rambut cokelatnya acak-acakan, tetapi tidak kusut asal. Karena fitur-fitur itu, kulitnya terlihat lebih cerah dan menarik.
Gayanya nakal dan anggun. Dua sifat saling tolak belakang ini justru berbaur dengan harmonis dalam dirinya, membuat Calvin terlihat luar biasa.
Meskipun sudah menikah tiga tahun dan melihatnya dari berbagai sudut, Renata masih mengagumi pesonanya.
Pria yang sempurna ini pasti akan menarik banyak wanita hingga datang silih berganti.
Selama tiga tahun menikah, tiap kali seorang wanita hadir di sisi Calvin, Renata langsung menyingkirkan wanita itu. Dia mengusir para wanita itu layaknya mengusir tikus tanah.
Namun, satu-satunya yang tidak bisa dia singkirkan adalah wanita bernama Kalia … yang saat ini berdiri di samping Calvin. Seluruh tubuhnya nyaris menempel pada Calvin.
Dalam hati, Renata benar-benar tahu, bagaimana mungkin dia bisa menyingkirkan wanita yang dilindungi Calvin?
Yoseph, yang cukup jeli, mendapati kedatangan Renata. Dia sempat terkejut, lalu menepuk bahu Calvin dan mengangguk ke arah Renata. "Istrimu datang," ucapnya pada Calvin.
Sambil mengisap sebatang rokok, Calvin mengarahkan sorot matanya ke pintu, tempat Renata berada. Dengan nada dingin, dia berkata, "Kenapa kamu datang kemari?"
"Sudah malam, kamu belum pulang. Aku khawatir."
Renata tersenyum anggun. Ucapannya ambigu, seolah-olah hubungan di antara mereka sungguh harmonis.
Calvin tidak bereaksi, pura-pura tidak mendengar perkataan Renata barusan.
Renata berjalan mendekat perlahan, terdengar pijakan sepatu hak tinggi yang dia kenakan di lantai.
Dia mengenakan gaun warna krem yang panjangnya semata kaki, tetapi masih bisa memperlihatkan betis jenjang dan putih miliknya. Rambut panjangnya terurai di punggung, memberi kesan anggun.
Gadis-gadis yang hadir langsung terpesona saat melihatnya. Bahkan, Hilman, yang ada di samping Calvin, ikut terbelalak.
Dengan ekspresi dingin, Calvin menatap Hilman sebelum mengangkat tangan dan ditepuk menuju kepala Hilman. "Buat apa kamu lihat-lihat begitu?" ujarnya.
Hilman langsung tersenyum canggung dan menunduk karena malu.
Kecantikan Renata memang memesona, semua orang yang dekat dengan Calvin pun tahu tentang itu.
Calvin yang tidak mencintai sang istri pun diketahui semua teman dekatnya.
Kalia melihat ke arah Renata yang berjalan mendekat, lalu segera mundur setengah langkah dari Calvin dan tersenyum ramah. "Renata, kamu juga ke sini? Mau bergabung dan main bersama?"
"Siapa yang mau main denganmu?" Shelvi, yang ikut datang bersama Renata, meliriknya dengan mata melotot. "Kakak iparku datang untuk menjemput kakakku pulang!"
Dia benar-benar menekankan kata "kakak ipar", seolah-olah disengaja agar Kalia mendengarnya.
Kalia tidak marah, justru tersenyum lebar dan berkata, "Dik, apa kamu ada rasa permusuhan denganku?"
Shelvi begitu marah saat membalas, "Siapa adikmu? Jangan sembarangan mengaku sebagai kerabat."
"Shelvi!" seru Calvin yang memberinya tatapan dingin, begitu tajam saat menambahkan, "Jangan terus-menerus bertindak macam bom siap meledak."
"Calvin." Renata melangkah maju, mengulas senyum indah di bibirnya kepada Calvin. "Sudah hampir pukul satu pagi, bukankah lebih baik kita pulang?" ajaknya.
Calvin si tampan mengernyitkan dahinya dengan tidak sabar, justru balik bertanya, "Siapa yang suruh kamu ke sini?"
"Aku nggak mau kamu tampil di berita hiburan besok hingga berpotensi membuat saham Lestari Sejahtera Group kalian terpengaruh."
Calvin mencibir, "Apakah kamu takut memengaruhi Lestari Sejahtera Group atau takut berdampak pada Grup Castillo?"
"Bukannya sama saja?" jawab Renata sambil tersenyum tipis.
Renata melempar sebuah foto ke atas meja biliar. Dengan jemari yang ramping nan putih, dia menunjuk dua kali pada bagian foto yang menunjukkan wanita itu memeluk pinggang Calvin. Kemudian, Renata menoleh dan memberi sorot penuh arti kepada Kalia.
"Orang luar tahu kalau Calvin sudah menikah. Dia bisa saja bertindak nggak tahu malu, tapi statusmu seorang gadis lajang. Mestinya, kamu menjaga harga diri, 'kan?"
"Apa aku perlu mengajarkanmu untuk menjaga jarak dengan pria yang sudah beristri?"
Suara Renata tidak keras, tetapi memiliki kekuatan yang tidak bisa dibantah.
Semua orang di sana bisa mendengar dengan jelas. Seketika itu juga, mereka semua langsung terdiam.
Selama beberapa saat, Kalia tidak bisa berkata apa-apa.
"Siapa katamu yang nggak tahu malu?" tanya Calvin dengan suara bernada dingin.
Renata tersenyum. "Calvin, wajahmu hanya satu. Sebaiknya, bijaklah kamu dalam memanfaatkannya," tuturnya halus.
Calvin pun terdiam.
Wajah tampan Calvin tampak begitu suram. Aura di sekeliling dirinya sungguh tegang dan suram.