Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 5

Orang yang datang itu adalah teman Miguel, Zion Dawson. Dia juga merupakan pria yang di acara sosial malam itu yang berkata agak merasa kasihan pada Valencia. Setelah hampir tiga tahun mengenalnya, kesan Valencia terhadap Zion selalu baik. Valencia menjawab, "Datang untuk membeli sesuatu." Zion melirik kantong belanjaan di tangan Valencia. "Apa itu hadiah untuk Miguel?" Valencia merasa terlalu merepotkan kalau harus menjelaskan, jadi dia hanya mengangguk setuju. "Jam tangan merek ini nggak murah, bahkan model paling dasar pun harganya sudah delapan digit. Kamu sebenarnya nggak perlu memberikan hadiah semahal ini. Miguel itu ... " Dia tidak pantas menerimanya. Miguel sudah mengaku sendiri kalau dia tidak bisa melupakan Molly dan hanya menganggap Valencia sebagai pelarian. Tadi malam, dia bahkan meninggalkan Valencia begitu saja, menggandeng tangan Molly di depan begitu banyak orang lalu pergi meninggalkan acara. Setelah Miguel dan Molly meninggalkan pesta ulang tahun itu, mereka pergi ke hotel dan bermalam di sana. Hal ini tidak diketahui oleh Valencia, tetapi Zion sangat mengetahuinya. Mereka punya grup kecil yang anggotanya adalah teman-teman dari lingkaran pergaulan mereka. Selama tiga tahun berpacaran dengan Miguel, Valencia tidak pernah dimasukkan ke grup itu, tetapi begitu Molly kembali ke Verdante, Miguel langsung memasukkannya ke dalam grup. Siang ini, Molly tiba-tiba mengirimkan foto tempat tidur mereka berdua di grup, dengan pesan agar Miguel menyimpannya dengan baik sebagai kenangan. Namun, tidak sampai satu menit setelah dikirim, pesan itu segera ditarik dengan alasan salah kirim. Saat itu, Zion kebetulan melihatnya. Dia ingin mengatakan sesuatu, tetapi akhirnya menahan diri. Lagi pula, ini bukan urusannya, jadi lebih baik tidak ikut campur. Memikirkan semua ini, Zion ingin sekali memberi tahu Valencia untuk melepaskan semuanya dan menceritakan kebenaran kepadanya. Namun, saat kata-kata itu hendak keluar dari mulutnya, dia mengubah pikirannya. "Miguel nggak kekurangan barang-barang seperti ini, kamu nggak perlu menghabiskan gajimu beberapa bulan hanya untuk membeli hadiah semahal ini untuknya." Bagaimanapun juga, Miguel adalah sahabatnya. Persahabatan mereka sudah lebih dari sepuluh tahun. Kata-kata seperti itu tetap tidak bisa dia ucapkan. Dia juga ingin berkata, mungkin hadiah yang kamu beli dengan gajimu selama beberapa bulan itu tidak akan dihargai oleh Miguel. Namun, kata-kata itu terlalu menyakitkan, jadi Zion tidak tega mengatakannya. Tentu saja, Valencia tahu kalau Miguel tidak pantas mendapatkannya dan hadiah itu bukan untuknya. Valencia mengangguk sambil tersenyum, lalu menjawab dengan santai, "Oke, lain kali nggak akan gitu lagi." Setelah Valencia dan Zion mengobrol sebentar, mereka berdua berpisah. Zion menatap punggung Valencia yang menjauh, lalu menghela napas panjang. "Aduh, gadis yang sangat baik, tapi kenapa malah dirusak oleh Miguel?" Dia membuka WhatsApp, tidak bisa menahan diri untuk mengirim pesan kepada Miguel. "Kawan, pacarmu itu benar-benar sangat baik. Aku barusan ketemu dia beli jam tangan buat kamu. Jam tangan seharga ratusan juta itu langsung dia beli begitu saja. Kayaknya harus pakai gaji dia beberapa bulan buat bayar. Hargai dia, ya." Saat Miguel menerima pesan ini, dia sedang makan bersama Molly. Perasaan marah yang tadi memenuhi dadanya langsung hilang begitu saja saat melihat pesan itu. Wajahnya perlahan-lahan menjadi lembut. Valencia pasti sadar kalau dia sudah melakukan kesalahan hari ini, jadi sekarang dia ingin membeli hadiah sebagai tanda minta maaf. Kalau begitu, dia akan memberi Valencia kesempatan untuk menyelesaikan masalah ini. Nanti dia akan menerima hadiah itu, lalu meminta maaf padanya, mengatakan kalau nadanya tadi memang kurang baik, dan menyuruhnya jangan dimasukkan ke hati. Kemudian, menambahkan beberapa kata manis untuk menghiburnya. Valencia pasti akan luluh. "Miguel, ada apa? Siapa yang mengirim pesan?" tanya Molly yang duduk di seberangnya. Miguel menyimpan ponselnya dan menjawab dengan tenang, "Nggak ada apa-apa." Molly tidak bertanya lebih jauh. Tidak lama kemudian, Miguel berdiri untuk pergi ke toilet. Molly mengambil ponsel Miguel yang diletakkan di atas meja. Dia pernah melihat Miguel mengetik sandi ponsel itu, sangat mudah diingat karena itu adalah tanggal lahirnya. Molly segera memasukkan sandi itu dan membuka WhatsApp. Hal pertama yang dia lihat adalah jendela obrolan antara Miguel dan Valencia. Isi percakapan mereka masih berhenti di pesan yang dikirim seminggu lalu, saat Valencia bertanya apa dia ingin pergi liburan bersama saat liburan Hari Nasional. Dia juga mengirimkan beberapa panduan wisata dari tempat-tempat yang ingin sekali dia kunjungi. Namun, lima jam kemudian, Miguel hanya membalas: "Hari Nasional 'kan banyak orang, apa yang seru dari itu?" Setelah itu, Valencia tidak mengirim pesan lagi. Molly melihat sekilas tempat-tempat wisata yang disebutkan dan matanya memancarkan sindiran. Sepertinya hubungan mereka selama tiga tahun itu tidak begitu baik, bahkan Miguel pun enggan menemaninya bepergian. Pesan di WhatsApp Valencia tidak menunjukkan keanehan apa pun. Molly keluar dari jendela obrolan, lalu membuka pesan lain secara acak, dan menemukan pesan dari Zion. Molly tertawa sinis dan mengingat dua kali pertemuan sebelumnya di mana Valencia menunjukkan sikap tidak peduli. Hatinya dipenuhi penghinaan. Dia mengira Valencia hampir menyerah pada hubungan ini. Namun, tanpa disangka, Valencia masih mencoba membeli hadiah untuk meminta maaf, berharap bisa kembali berdamai dengan Miguel. Molly keluar dari aplikasi WhatsApp, mematikan layar, dan meletakkan ponsel Miguel kembali ke tempatnya. Kemudian, dia mengeluarkan ponselnya sendiri dan menelepon Clarissa, ibunya Miguel. "Halo, Tante Clarissa, aku barusan bersama Miguel melihat-lihat cincin, lalu bertemu pacarnya. Gadis itu sedang mencoba cincin di toko dan sepertinya memaksa Miguel untuk menikah dengannya ... " Valencia kembali ke vila sambil membawa hadiah, lalu melanjutkan membereskan koper. Dia memasukkan hadiah untuk Lorenzo ke dalam koper. Namun, saat membereskan barang-barangnya, wajah Lorenzo yang dingin dan tampan tiba-tiba muncul di benaknya. Dia dan Lorenzo sudah saling mengenal sejak lama. Rumah lama keluarga mereka berada di kompleks vila yang sama, jaraknya hanya dua atau tiga ratus meter. Saat mereka kecil, mereka sering bertemu. Lorenzo empat tahun lebih tua darinya. Pertama kali dia melihat Lorenzo adalah di rumah lama keluarga Wesley. Orang tuanya membawanya ke rumah keluarga Wesley untuk berkunjung. Saat itu, dia baru berusia sepuluh tahun, masih seorang anak kecil yang belum tumbuh sempurna, sementara Lorenzo sudah tampak seperti pemeran utama pria dalam drama idola remaja. Valencia hanya ingat saat pertama kali melihat Lorenzo, dia terpesona. Wajahnya yang tampan punya aura yang tajam, tetapi matanya sedingin salju di musim dingin. Ibunya menyuruhnya menyapa, jadi dia dengan patuh memanggil, "Kak Lorenzo." Dalam ingatannya, Lorenzo tetap dingin dan hanya menjawab dengan datar, "Halo." Saat itu, dia merasa kalau kakak ini sepertinya sangat sulit untuk diajak bergaul. Kesalahpahaman itu berlangsung selama beberapa tahun. Saat Valencia masuk SMA, nilai matematikanya buruk. Ibunya Lorenzo, Bianca, entah dari mana mendengar kabar itu dan berkata kepada ayahnya, William, sambil tersenyum, "Biarkan Lorenzo membantu Valencia belajar matematika. Waktu SMA, mata pelajaran terbaik Lorenzo adalah matematika. Nilai ujian matematikanya lebih dari 140!" Saat itu, ibunya sudah meninggal. Karakter Valencia sangat berbeda dengan saat dia kecil. Dalam lima tahun, Valencia berubah dari seorang anak yang ceria dan polos menjadi seorang remaja perempuan yang pendiam dan keras kepala. "Aku nggak butuh kamu mengajariku." Itu adalah kalimat pertama yang dia ucapkan saat Lorenzo masuk ke rumahnya. Saat itu, Lorenzo berusia 21 tahun. Tubuhnya tinggi dan tegap, diperkirakan lebih dari 185 cm. Dia mengenakan kaos putih sederhana dan celana jeans abu-abu tua. Rambutnya yang agak panjang menambah kesan muda pada dirinya. "Tapi aku tetap ingin mengajarmu," jawabnya. Suaranya terdengar santai, bahkan membawa sedikit nada menggoda. Valencia berpikir kalau Lorenzo pasti keras dan perfeksionis. Namun, ternyata tidak. Setelah melihat lembar ujian matematikanya, Lorenzo hanya mengerutkan kening dan mulai menjelaskan soal-soal itu satu per satu dengan sabar. Selama Lorenzo menjelaskan soal-soal yang salah, alis dan matanya sama sekali tidak menunjukkan rasa kesal. Suaranya yang rendah dan serak membuat Valencia merasa matematika ternyata tidak begitu menakutkan. Ada beberapa soal yang punya dua atau tiga cara penyelesaian dan Lorenzo menjelaskan semuanya satu per satu. Pandangan Valencia terhadap Lorenzo berubah dari awalnya menolak dan meremehkan menjadi rasa kagum dan hormat. "Wow, Lorenzo, kamu luar biasa! Sudah lama lulus SMA, tapi masih ingat semuanya dengan jelas?" "Nggak semuanya ingat. Sebelum datang ke sini aku melihat buku pelajarannya dulu." Setelah itu, dia berhenti sejenak, lalu mengetuk kepala Valencia dengan pelan menggunakan pena. "Jangan nggak sopan, lain kali panggil aku Kak Lorenzo." Musim panas saat dia kelas dua SMA, Lorenzo mengajarinya selama dua bulan penuh. Saat itu, Lorenzo sedang kuliah di Universitas Emberton dan hampir sepanjang liburan musim panas tidak bepergian ke mana-mana. Setiap hari, dia membantu Valencia dengan soal-soal atau memeriksa PR-nya. Liburan musim panas siswa SMA sangat singkat. Saat dia kembali ke sekolah, Lorenzo masih dalam masa liburannya. Setiap kali pulang sekolah, Valencia selalu melihat Lorenzo duduk di sofa ruang tamu rumahnya, menunggu untuk mengajarinya. Berkat Lorenzo, nilai matematika Valencia meningkat pesat. Dari sebelumnya selalu tidak lulus hingga mencapai angka 130. Nilai mata pelajaran lain juga sangat bagus. Tanpa matematika sebagai kelemahan, dia berhasil masuk Universitas Emberton dan menjadi junior Lorenzo di sana. Saat itu, Valencia hanya menganggap Lorenzo sebagai kakak tetangga yang sangat baik. Dia menghormatinya, menyukainya, tetapi tidak ada sedikit pun perasaan cinta di antara pria dan wanita. Oleh karena itu, saat ayahnya mengatakan kalau dia harus menikah dengan putra keluarga Wesley dan menjadi istri Lorenzo, dia tidak bisa menerimanya. Dia hanya menganggap Lorenzo sebagai kakak. Mana mungkin seorang adik menikah dengan kakaknya? Saat sedang mengenang, pintu kamar tiba-tiba terbuka. Miguel berdiri di ambang pintu, menundukkan kepala dan menatap Valencia. "Apa kamu sudah selesai berkemas?" "Ya, hampir selesai." Miguel bersandar di kusen pintu. "Valencia, apa kamu ada sesuatu yang ingin kamu katakan padaku?"

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.