Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 19 Bermalasan? Nggak Mungkin!

Diana tercengang, lalu dia segera mengalihkan pandangannya. Mobil mewah itu melewati mereka. "Pak, bukankah kamu bilang mobil nggak bisa masuk?" kata Emma sambil menunjuk mobil mewah itu. "Tempat tujuan mobil itu seharusnya berbeda dengan kita. Ada beberapa vila liburan di gunung ini. Kalau mereka ada membuat jalan, mobil mereka tentu bisa masuk," jelas sutradara. "Baiklah. Aku sudah salah paham." Emma mengakui kesalahannya. ... Dua puluh menit kemudian, kecuali Diana, napas tiga tamu wanita lainnya terengah-engah karena kelelahan. Hazel juga telah menyerahkan kopernya kepada Zayn. Lima belas menit berlalu lagi .... "Nggak bisa. Aku sudah nggak bisa jalan. Aku mau istirahat." Emma langsung duduk di sebuah batu besar. Napasnya terengah-engah dan dia mengipas dirinya dengan tangan. Keringat membasahi dahinya. Dia benar-benar kelelahan. "Aku juga sangat lelah." Hazel duduk di batu sebelah Emma. Dia menarik napas sambil menyeka keringatnya. "Pak, bagaimana kalau kita istirahat sebentar?" Meskipun Julia juga kelelahan, dia masih bersikap anggun dan nadanya lembut. "Pak, berapa lama lagi?" tanya Leo. "Kira-kira satu setengah jam lagi," kata sutradara sambil tertawa. "Apa?!" Kecuali Diana dan Hans, semua orang mengeluh. Mereka tampak kaget dan tak berdaya. Emma mengomel, "Pak, kamu bukan manusia." "Awalnya aku ingin memberi kalian cara lain. Karena kalian semua sudah salah paham, aku ...." Sutradara tersenyum nakal dan berhenti. "Apa itu?" "Pak, aku salah. Kamu sangat murah hati. Maafkan aku." Emma bergegas meminta maaf. "Ya. Pak, kasihanilah kami." Semua orang membuat keributan. "Baik, baik." Sutradara menenangkan para tamu. "Aku punya empat tempat di sini. Aku bisa mengirim empat tamu ke sana dengan beberapa transportasi." "Empat?" "Kami akan bermain game, ya?" Semua orang menebak. Bukankah itu rutinitas yang sama dan diulang-ulang di acara varietas? "Benar." Sutradara mengangguk sambil tersenyum. "Kami nggak usah bermain game. Berikan saja empat tempat itu kepada wanita." Zayn berkata, "Kak Leo, Kak Hans, Elliot, bagaimana menurut kalian?" "Kami nggak masalah." Leo dan dua orang lainnya menganggukkan kepala. Raut wajah sutradara berubah. "Nggak boleh. Kita harus bermain game. Yang menang dapat tempat, baru kalian memiliki hak untuk memberikannya kepada orang lain." Semua orang berpikir memang harus ada yang seru dalam acara varietas. Jadi, mereka tetap menjalani proses yang harus diikuti. Kalau tidak, apa yang seru kalau mereka langsung menyerahkan tempat setelah bermain game? "Baiklah." "Oke." Semua orang mengangguk. "Oke. Aku akan memberikan misi." Sutradara mengangguk dengan puas. "Tolong kalian membuka botol anggur merah ini tanpa pembuka botol dan tanpa merusak botolnya." Di sebelah, anggota kru sudah mengeluarkan sebotol anggur merah. Semua orang bingung. Apa sutradara sedang bercanda? Bagaimana mereka bisa membuka botol anggur merah tanpa pembuka botol? "Siapa yang ingin mencobanya?" Sutradara menatap satu per satu tamu. Juru kamera juga mereka satu per satu orang. Diana tampak tenang, sementara yang lainnya sedang mengerutkan alis dan berpikir .... [Kenapa Mak Lampir terlihat cuek?] [Mungkin dia merasa dia nggak bisa membukanya, jadi dia menyerah.] [Sebenarnya, Mak Lampir tampak terlalu tenang. Dia sangat berbeda dengan kesanku terhadapnya. Aku kira dia akan berkompetisi untuk pamer dan melakukan sesuatu yang aneh.] [Mungkin dia sedang berpura-pura? Acara ini masih panjang. Di masa depan dia pasti akan mengekspos dirinya.] "Menurutku, kita bisa menggunakan cabang pohon sebagai pembuka botol." Tiba-tiba, mata Elliot berbinar dan dia berkata dengan penuh semangat, "Mari kita cari cabang pohon yang keras di sekitar, lalu buat salah satu ujungnya tajam." Mata semua orang berbinar setelah mendengar itu. Kemudian, semua orang buru-buru mencari cabang pohon, kecuali Diana. [Tunggu, kenapa Mak Lampir menyerah begitu saja?]

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.