Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 2

Setelah ganti baju, Julian masuk dari luar kamar. Victoria agak terkejut. "Aku pikir kamu sudah pergi." Julian tidak menjawab dan matanya tertuju ke tempat yang ditiduri oleh Victoria. Ada noda merah di atas seprai yang putih bersih, seperti bunga mawar merah yang mekar. Ekspresi Julian terlihat bingung. Banyak orang di luar bilang kalau Victoria sudah terlalu sering berhubungan dengan pria lain sampai tubuhnya tidak bernilai lagi. Namun, ternyata wanita ini masih perawan. Victoria mengira Julian khawatir kalau dia akan menggunakan ini sebagai alasan untuk mengganggunya, jadi dia berkata terlebih dulu, "Jangan khawatir, aku nggak punya perasaan padamu, jadi aku nggak akan minta tanggung jawab darimu karena ini keinginanku sendiri." Dia juga tidak merasa rugi bisa tidur dengan pria setampan Julian. Keterampilan Julian juga tidak buruk dan dia juga merasa puas. Ini sangat adil. Julian terdiam sejenak dan akhirnya berkata, "Tidur sekali memang nggak bisa mewakili apa-apa." Victoria mengangguk mengerti. Ini sesuai dengan dugaannya. Julian memanggil layanan hotel dan pelayan mengantarkan sarapan yang mewah dan lezat. Victoria dan Julian duduk bersama di meja makan, tetapi suasananya agak canggung. Saat makan bubur, tanpa sengaja bubur itu menempel di sudut mulut Victoria. Dia hendak mengambil tisu untuk mengelapnya, tetapi Julian tiba-tiba memegang dagunya dan ibu jarinya mengelap bekas bubur di sudut mulut Victoria. Kontak intim seperti ini setelah gairah mereda membuat Victoria merasa pipinya agak memanas. "Victoria, kalau kamu mengejarku, kamu nggak boleh mengejar orang lain lagi," kata Julian sambil menatapnya dengan serius. Victoria tidak setuju. "Kenapa?" Julian mengerutkan keningnya dan merasa pertanyaan Victoria sangat tidak terduga. Victoria berkata, "Karena aku yang mengejarmu, jadi aku yang megang kendali. Kalau aku nggak bisa mendapatkanmu, kamu tetap nggak mengizinkanku untuk menyerah dan mengejar orang lain?" Kata-kata ini membuat Julian terdiam. Victoria berkata lagi, "Selain itu, aku sudah nggak berniat mengejarmu lagi." Dahi Julian makin berkerut dan aura yang dipancarkannya menjadi dingin. "Kamu bilang apa?" "Aku belum benar-benar mengejarmu, tapi aku sudah tidur denganmu. Apa aku masih perlu mengejarmu lagi?" Victoria mengibaskan tangannya. Julian tertawa karena marah. Haha, dasar wanita ber*ngsek. Wanita ini ternyata memang tidak mengecewakannya. "Jadi, tujuanmu mengejar pria itu buat tidur sama mereka?" Julian yang biasanya angkuh hampir saja mengatakan meski kamu mendapatkan tubuhku, kamu tidak akan mendapatkan hatiku. "Nggak gitu juga." Victoria merasa agak bersalah. "Hanya saja, Pak Julian juga nggak mungkin akan menikahiku." "Siapa bilang nggak mungkin?" kata Julian dengan tenang. Victoria terkejut. Meski keluarga Benedict telah bergabung dengan masyarakat kelas atas, tetapi mereka tidak bisa dibandingkan dengan keluarga Oliver dan keluarga Wayne yang merupakan keluarga bangsawan terkenal selama ratusan tahun. Keluarga Wayne punya bisnis yang besar dan beragam, mencakup properti, pariwisata, energi, keuangan, dan banyak bidang lainnya. Keluarga Wayne sangat mendominasi Kota Santigo. Banyak keluarga besar yang berebut untuk menjadi menantu keluarga Wayne, sementara keluarga Benedict sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan keluarga-keluarga itu. Apa keluarga Wayne akan menyukainya? Apa Julian sedang bercanda dengannya? Victoria meletakkan sumpitnya. "Aku sudah kenyang, Pak Julian bisa mengantarkanku pulang nggak?" Julian merasa frustrasi karena Victoria tidak menganggap serius kata-katanya. Dia mengambil sebatang rokok dari kotak rokok di sebelahnya, menyalakannya, mengisapnya, dan perlahan berkata, "Aku pikir aku bertemu dengan orang yang menarik. Nona Victoria, sebaiknya kamu pulang sendiri. Sepertinya kita nggak sejalan." Victoria mengambil tasnya dan berdiri dengan anggun. "Pak Julian nggak perlu menggunakan taktik provokasi padaku. Reputasiku memang buruk, tapi aku punya prinsip. Aku nggak akan jadi simpanan orang lain." Tantenya memaksanya untuk menikah dengan pria tua berusia lebih dari 70 tahun. Dia ingin segera melepaskan diri, tetapi bukan untuk terbang dari satu sangkar ke sangkar lainnya. Hubungan yang dia inginkan itu adalah hubungan yang setara. Dengan begitu, dia punya kebebasan untuk mengejar apa yang ingin dia kejar. Victoria berbalik untuk keluar. Saat dia menarik pintu, suara Julian terdengar dari belakang. "Aku memang nggak bisa menjamin kalau aku pasti akan menikahimu, tapi jadi pasangan yang resmi juga bukannya nggak mungkin." Victoria berhenti Dia memang membutuhkan status yang sah. Terutama dari orang penting seperti Julian. Hanya dengan cara ini, dia bisa melawan takdirnya yang dianggap hanya sebagai objek untuk dijual. Saat dia berpacaran dengan Lucas, tantenya tertarik pada status keluarga Oliver sehingga tantenya menjadi lebih tenang. Sekarang, Lucas membatalkan pernikahan, jadi Victoria bingung bagaimana dia harus menghadapi tantenya saat pulang ke rumah. Barusan dia mengusulkan agar Julian mengantarnya pulang juga demi tujuan ini. Kalau tantenya melihatnya pulang bersama Julian, tantenya mungkin tidak akan terlalu menyalahkannya. "Kamu serius? Kalau kamu bilang gitu, aku bakal anggap serius, loh?" Victoria berbalik dan matanya berkilau seperti mata kucing. "Aku ini nggak punya banyak kelebihan. Satu-satunya kelebihanku adalah kesetiaan!" Victoria tahu ini sulit, tetapi karena Julian bersikap lebih fleksibel, dia tidak takut untuk berusaha lebih keras. Dia tidak punya pengalaman dalam mengejar pria, tetapi dia punya pengalaman dikejar pria! Selama hatinya tulus, dia yakin bisa membuka celah kecil yang diberikan oleh Julian dan membuatnya menjadi celah yang lebih besar! Julian berdiri dan berjalan keluar. Setelah beberapa langkah, dia menyadari kalau Victoria tidak mengikutinya. Dia berbalik dan mengerutkan keningnya. "Nggak mau ikut?" Victoria berpura-pura bertanya, "Sekarang rumahmu sejalan denganku?" Julian tidak menjawab. Dia berbalik dan melanjutkan langkahnya. Victoria berlari mengejarnya dan masuk ke dalam lift bersamanya dengan senyuman ceria di wajahnya. Julian tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Dia adalah orang yang tinggi dan pendiam seperti gunung es yang dingin. Namun, kehadiran Victoria yang ceria membuatnya terlihat lebih ramah. Julian mengantar Victoria pulang ke rumahnya. Rolls-Royce berhenti di depan halaman vila tanpa menghindari perhatian. "Terima kasih sudah mengantarku, Pak Julian," kata Victoria setelah turun dari mobil dan agak membungkuk sebagai ucapan terima kasih. "Cuma kebetulan lewat." Sebelum Julian selesai mengatakan itu, jendela mobil sudah terangkat, menyembunyikan wajahnya yang dingin dan tampan. Kemudian, mobilnya melaju dan meninggalkan tempat itu. Victoria masih berdiri di tempat dan bersikap sopan sambil memandang mobil yang pergi. Victoria diam-diam masuk ke dalam vila. Saat dia baru saja membungkuk untuk mengganti sepatu, suara perempuan yang tegas langsung menyerangnya. "Kamu nggak pulang semalaman, kamu pergi ke mana lagi? Terus siapa orang yang baru saja mengantarmu pulang tadi?" Tantenya, Agatha Benedict, berdiri di tengah ruang tamu sambil menatap Victoria dengan tajam. Ibu Victoria meninggal dunia di usia muda, sementara ayahnya bukan orang yang berbakat sehingga bergantung pada bantuan adik laki-laki dan adik iparnya sepanjang hidupnya. Adik laki-laki dan adik iparnya tidak punya anak sehingga ayah Victoria mengirimkan Victoria ke sana untuk ditukar dengan sejumlah uang seolah menjual putrinya. Tantenya sangat peduli dengan pendidikan Victoria. Kelas minat, piano, celo, tari, berkuda, golf ... Victoria harus mempelajari semua yang bisa dilakukan oleh putri anak orang kaya. Semua orang bilang kalau tantenya itu baik. Tantenya dengan sepenuh hati merawat anak yang tidak punya hubungan darah dengannya. Hanya Victoria yang tahu kalau tantenya hanya melihatnya dan membesarkannya sebagai alat untuk pernikahan. Oleh karena itu, Agatha mendidik Victoria dengan sangat ketat dan hampir tidak memberikan ruang kebebasan. "Putra tertua keluarga Wayne yang mengantarku pulang." Setelah mendengar nama Julian, ekspresi marah Agatha langsung berubah menjadi ceria. "Penerus Grup Elliot, Julian Wayne?" Victoria mengangguk dengan patuh dan tenang. Ternyata benar, Agatha langsung berhenti menanyakan topik ini. Victoria tertawa sinis dalam hatinya. Tantenya sama sekali tidak peduli apa dia tidur dengan pria itu atau tidak, yang tantenya pedulikan hanyalah status dan manfaat dari pria itu.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.