Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 4

Aku berbalik dan langsung naik ke lantai atas. Aku merasa tidak nyaman melihat Albert bersikap rendah hati. "Nona Vanesa, apa lukamu sudah sembuh?" Wanita di bawah bertanya dengan lembut. Aku berbalik dan berkata dengan enggan, "Sudah lebih baik." Albert menghentikan pertanyaannya. "Dia baik-baik saja, kepalanya cuma terbentur." Aku tertawa sinis. "Albert, waktu aku terbaring di rumah sakit, kamu bahkan nggak pernah menjengukku. Gimana kamu tahu kalau aku baik-baik saja?" Wajah Albert menjadi serius. "Vanesa, jangan bikin masalah lagi." "Masalah?" Aku tertawa. "Aku cuma menyampaikan fakta, kenapa bisa disebut bikin masalah? Apa menurutmu kalau aku membela diriku sendiri itu sama saja dengan bikin masalah?" Rasa muakku memuncak pada saat ini. Aku yakin, selama tujuh tahun ingatanku yang hilang, aku pasti sering dibuat marah oleh kata-kata Albert yang dingin seperti "bikin masalah', "berulah", atau "tidak dewasa". Mana mungkin emosiku bisa tenang? Malah aneh kalau aku tidak jadi gila. Pada saat itu, wanita itu mengangkat kepalanya, menatapku dengan lembut, dan membungkuk. Aku mengerutkan kening. "Kamu ngapain?" Wanita itu menundukkan kepalanya lebih dalam dan suara rendahnya terdengar penuh rasa bersalah. "Nona Vanesa, aku datang untuk minta maaf padamu. Aku tahu kamu pasti melihat riwayat percakapanku dengan Albert, jadi mungkin ada kesalahpahaman." Dia mengangkat kepalanya dengan mata yang merah dan berkilauan, memancarkan kepolosan yang memikat hati. Penampilannya benar-benar membuat orang merasa iba. Saat aku hendak menyindirnya, tiba-tiba seseorang masuk dari luar dan mendorongku dengan kasar. "Heh, wanita jahat! Kamu sendiri ingin lompat bunuh diri, apa hubungannya ini sama Kak Celine? Kenapa kamu memaksanya untuk minta maaf ke kamu?" Aku didorong dengan keras dan terjatuh ke belakang. Rasa sakit menjalar dari punggungku dan tumitku juga terasa sakit seolah-olah itu bukan milikku sendiri. Aku mendengar diriku berkata, "Dia itu Celine?" Aku melihat Celine yang legendaris itu. Pertama kalinya aku memperhatikannya dengan serius. Celine hendak membantuku, tetapi aku jelas melihat kegembiraan jahat di matanya. Aku tidak salah lihat. Dia terus-menerus meminta maaf, "Maaf, Nona Vanesa. Kamu terluka di mana? Austin masih anak-anak, jadi jangan salahkan dia." Austin? Saat itu baru aku menyadari anak laki-laki yang tadi mendorongku dengan kasar. Austin Bosley? Aku bisa menebak nama lengkapnya karena wajahnya mirip dengan Albert. Dia adalah adik kandung Albert. Austin menatapku dengan marah. Tatapan anak serigala itu seakan ingin menguliti dan mencabik tulangku sebagai permintaan maaf untuk Kak Celinenya. Aku memegang pegangan tangga dan berdiri dengan susah payah. Austin melindungi Celine dengan waspada di depannya seolah kalau aku melakukan sesuatu, dia akan mati-matian melawanku. Aku tidak mengatakan apa-apa dan hanya naik tangga dengan perlahan. Tiga orang di bawah tidak tahu harus bereaksi apa. Albert mungkin sedang menungguku menangis dan marah besar, Celine mungkin menungguku memakinya dan menjelaskan tanpa henti. Sementara Austin lebih terkejut lagi. Dia sedang menungguku untuk memakinya seperti seorang wanita kasar, kemudian menjadi gila dan memukul dadaku sendiri dengan keras. Mereka semua menunggu kedatangan badai, tetapi akhirnya tidak datang. Aku naik ke lantai atas dan menutup pintu kamar dengan keras. Aku lupa tentang Albert, tetapi aku tidak lupa tentang Austin. Itu karena Austin adalah teman sekelas adik sepupuku, Geraldy. Sebelum aku berusia 18 tahun, Austin dan adik sepupuku sering memanggilku dengan sebutan "Kak Vanesa" dengan sangat akrab. Pada saat itu, Austin masih kecil dan dia juga tidak terlalu sehat. Dia dibawa ke sebuah panti rehabilitasi mewah milik keluarga Hudgen. Aku menghabiskan liburan musim panas dengan nenekku dan kebetulan melihatnya sendirian di taman. "Wah, kamu sendirian ya, Nak." Aku ingat aku menyapanya sambil membawa banyak makanan enak. Awalnya, Austin sangat curiga padaku, tetapi setelah mengetahui kalau aku adalah kakak sepupunya Geraldy, kami bertiga bermain bersama. Liburan musim panas itu sangat menyenangkan dan berlalu dengan cepat. Aku selalu mengira kalau Austin benar-benar menganggapku sebagai kakak perempuannya, tetapi tadi dia terlihat sangat waspada dan asing. Dia mendorongku dengan tidak terlalu keras, tetapi aku merasa kesakitan. Si remaja yang kurus dan pendiam ini mendorong Kak Vanesa yang dulu baik padanya saat dia masih kecil. Aku menyadari kalau wajahku terlihat aneh. Setetes air mata mengalir di wajah. Aku mengusapnya perlahan. Si*lan, Albert tidak membuatku menangis, tetapi Austin, si bocah nakal ini, malah membuatku menangis. Aku tidak boleh tinggal lebih lama lagi di rumah keluarga Bosley. Aku mengusap air mataku dengan tenang dan mulai mengemasi barang-barangku. Di bawah, di ruang tamu kecil yang tidak terlihat olehku. Celine berkata dengan penuh penyesalan, "Albert, apa aku datang di waktu yang salah? Tadi Nona Vanesa kelihatannya benar-benar marah. Gimana kalau kamu pergi menghiburnya?" Suara Albert terdengar serius. "Jangan pedulikan dia, dia memang seperti itu. Nanti juga balik normal." Rasa jengkel jelas terpancar dari matanya. Austin yang dari tadi diam tiba-tiba berkata, "Kak Celine, jangan datang ke sini sendirian lagi di masa depan. Vanesa, dia ... " Dia sebenarnya ingin berkata kalau Vanesa, si wanita gila ini, akan melukaimu, tetapi entah kenapa dia tiba-tiba teringat tatapan Vanesa saat naik tangga. Sangat kecewa dan sedih. Austin menggelengkan kepalanya dan menyingkirkan perasaan aneh ini dengan kesal. Kenapa dia merasa kalau Vanesa yang sekarang benar-benar berbeda dari sebelumnya? Dia hanya ingin mencegah Vanesa tiba-tiba mengamuk dan melukai Kak Celine. Dia tidak bermaksud untuk mendorong Vanesa, tetapi kenapa Vanesa menatapnya seperti itu? Dia tidak melakukan kesalahan apa pun! Setelah yakin pada dirinya sendiri, Austin berkata, "Kak Albert, antarkan Kak Celine pulang. Aku akan menjaga wanita gila itu untukmu." Celine tampak sangat bersalah. "Makasih, Austin. Kamu masih semuda ini tapi harus menanggung cacian darinya. Huff ... Austin, kalau ada kesempatan, tolong sampaikan maafku ke Nona Vanesa. Jangan sampai kesalahpahaman ini makin dalam." Mata Austin tampak terharu. "Kak Celine nggak salah apa-apa. Semua ini ulah wanita gila itu yang menyalahkan Kakak. Kakak harus menjaga diri Kakak dengan baik. Kakakku dan aku juga akan menjaga Kakak dengan baik." Mata Celine terlihat puas, lalu dia mengelus rambut Austin dengan lembut. "Baiklah. Kalau gitu, Kak Celine pergi dulu, ya." Dia menatap Albert yang diam, lalu berkata dengan lembut, "Albert, mungkin kamu nggak perlu mengantarku. Aku bisa pulang ke hotel sendiri. Meski hotelnya agak terpencil, tapi aku bisa pulang sendirian." Dia melihat ke atas dengan cemas. "Albert, sebaiknya kamu pergi menghibur Nona Vanesa. Kalau dulu dia nggak kasih dana keluarga Hudgen ke kamu, perusahaanmu nggak akan bisa melewati masa sulit semudah itu. Sekarang dia agak sombong juga hal yang wajar. Kamu harus tahan." Albert langsung mengerutkan keningnya. "Perusahaan keluarga Bosley bisa melewati krisis bukan berkat dia. Kalau nggak ada aku dan karyawan yang melewati masa sulit itu bersama, kasih berapa dana pun nggak ada gunanya." Dia berhenti sejenak dan kebencian di matanya menjadi makin dalam. "Jangan pernah sebut hal ini lagi di masa depan. Vanesa ingin membuatku tunduk dan menyenangkan hatinya dengan hal ini selamanya? Mimpi kali, ya!" Setelah mengatakan itu, dia mengambil kunci mobil dan merangkul Celine. "Ayo, pergi. Berjalan sendirian di jalan yang gelap nggak aman untuk seorang gadis. Aku akan mengantarmu." Austin juga berkata dengan perhatian, "Kak Celine, ini sudah malam, sebaiknya Kakak pulang sekarang."

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.