Bab 6
Silvia tidak pernah menyangka orang yang barusan dia usir dari rumah tidak sampai satu jam akan ditemuinya lagi di taman Keluarga Kusnadi.
Ekspresi Silvia jelas terkejut. Lalu matanya tiba-tiba tertuju pada wanita paruh baya di sebelahnya yang jelas-jelas berpakaian seperti pengasuh dan langsung mengerti.
Wanita ini kemungkinan adalah ibu kandung Cindy.
Seorang pembantu.
Benar juga, orang yang berasal dari pegunungan bisa mendapatkan pekerjaan layak seperti apa? Sudah merupakan kehormatan bisa menjadi pembantu di tempat seperti ini.
Sinthia jelas juga menebak seperti ini.
Dia menghina dan tertawa dalam hati, tapi wajahnya menunjukkan simpati dan perhatian.
"Kakak, ternyata keluargamu bekerja di sini, tapi ini adalah Keluarga Kusnadi, jangan asal menyentuh apa pun agar tidak membuat masalah pada orang lain."
Ekspresi kepala pengurus di samping sedikit berubah sewaktu mendengar ini. Tepat pada saat hendak menjelaskan sesuatu, Cindy berkata dengan tenang.
"Tak perlu mengkhawatirkanku."
Setelah berhenti, dia melihat mata aprikot cerah itu menoleh dari belakang Sinthia. Melihat bayangan abu-abu hampir menempel di belakangnya, Cindy mengangkat alisnya sedikit dan berkata lagi.
"Kalau aku jadi kamu, aku akan tinggal di rumah baik-baik, tidak akan keluar sembarangan."
Dulu ada dia di rumah yang menjadi pengusir roh jahat, biasanya roh jahat tidak akan berani asal mendekatinya, tapi setelah pergi dari sana, maka sulit untuk dipastikan.
Saat melihat sikapnya masih sangat menjengkelkan setelah meninggalkan keluarganya dan memiliki seorang ibu kandung pembantu, wajahnya hampir berubah drastis karena marah, hanya saja karena ada kepala pengurus Keluarga Kusnadi di samping, dia menahannya dan menoleh untuk menasihati Sinthia.
"Sinthia, kamu bertemperamen baik, tapi juga harus membedakan orang, untuk apa menasihati seseorang yang tidak tahu berterima kasih dan tidak bisa membedakan yang baik dan buruk?"
Lalu dia menoleh ke kepala pengurus dan menjelaskan tidak berdaya.
"Maaf, ini adalah anak yang awalnya diadopsi keluarga kami, tidak kusangka setelah membesarkannya susah payah, dia langsung melupakan kami setelah bertemu orang tua kandungnya. Ah ... anak ini tidak belajar baik-baik sebelumnya dan selalu ceroboh, keluarga kami masih bisa menoleransinya, sekarang di tempat orang lain, tidak tahu masalah apa yang akan dibuatnya."
Silvia terlihat sangat khawatir, tapi makna di balik perkataannya yang tidak dikatakan terus terang adalah kalau Keluarga Kusnadi mempertahankan orang seperti ini di rumah, mungkin akan menyebabkan masalah.
Kepala pengurus merasa ketakutan saat mendengar ini.
Apakah Nyonya Keluarga Gunawan ini tidak tahu orang di depannya adalah nona besar yang susah payah ditemukan oleh Keluarga Kusnadi?
Dia bahkan meremehkan nona besar di depan kepala pengurus seperti dia, tidak tahu kehidupan seperti apa yang sudah dialami nona besar di Keluarga Gunawan sebelumnya.
Kepala pengurus yang awalnya memperlakukan mereka seperti tamu terhormat karena Keluarga Gunawan sudah membesarkan nona besar tiba-tiba menjadi sedikit lebih dingin.
Silvia mencibir dalam hati karena mengira kepala pengurus sudah mendengar perkataannya dan tidak puas dengan Cindy, makanya menjadi dingin.
Dia mau melihat orang tidak tahu berterima kasih yang sudah diusir ini apakah masih berani bersikap seperti ini kelak.
Adapun memintanya untuk menyerahkan posisi perwakilan, Silvia mengira karena memiliki hubungan dengan Keluarga Kusnadi maka tidak perlu bertele-tele dengannya, hanya sebuah posisi saja, kalau Sinthia menginginkannya, maka direbut saja.
Bibi di samping berdiri diam sejak Silvia dan Sinthia datang. Lagi pula ada banyak aturan di Keluarga Kusnadi, para pembantu biasanya tidak akan asal berbicara dengan tamu majikan.
Hanya saja kenapa dia merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan perkataan tamu ini?
Perkataan yang barusan dikatakannya sepertinya sedang membicarakan nona besar Keluarga Kusnadi yang barusan ditemukan di sampingnya.
Ah. Ini ....
Melihat ini, kepala pengurus mau tidak mau berkata, "Nyonya Silvia, Nona, kalian ...."
Begitu selesai berbicara, terdengar suara yang lain.
"Ada masalah apa?"
Itu adalah Henri yang berjalan kemari setelah menelepon. Saat melihat orang-orang ini berdiri di samping Cindy, langkahnya tanpa sadar menjadi lebih cepat dan sampai ke depan mereka dalam beberapa langkah.
Mata Sinthia langsung berbinar saat melihat Henri.
Silvia juga memandang pemuda di depannya, melihat kancing manset berlian dan jam tangan mewah berharga puluhan juta yang dipakainya, diam-diam menebak dia tuan muda Keluarga Kusnadi yang mana.
Saat melihat Henri, wajah kepala pengurus menjadi lebih serius dan hendak menjawab, tapi dia menyadari tuan muda bertanya pada nona besar, jadi dia tidak menjawab.
Entah apakah karena Henri yang melindunginya tadi atau karena hal lain, begitu mendengarnya bertanya, Cindy langsung mengadu.
"Oh, mereka baru saja mempersulitku."
Satu kalimat, tajam dan ringkas, tiba-tiba membuat suasana menjadi sangat hening.
Silvia yang baru saja bereaksi langsung berteriak, "Gadis sialan, omong kosong apa yang kamu katakan?!"
Saat berbicara, dia mengangkat tangan dan hendak menampar Cindy.
Henri masih sedikit kaget melihat adiknya mengadu padanya. Saat melihat tindakan Silvia, senyumnya tiba-tiba berubah menjadi dingin.
Namun sebelum dia melakukan sesuatu, adik yang seharusnya tertindas dengan cepat mengangkat tangan dan langsung menggenggam pergelangan tangan Silvia.
Tindakan mendadak ini bukan hanya membuat dia, bahkan Silvia juga tercengang seolah tidak menyangka Cindy berani melawan, Silvia pun tanpa sadar menarik tangannya kembali.
Namun, Cindy yang sepertinya memegang dengan lembut, ternyata sangat kuat, jadi Silvia tidak bisa melepaskannya untuk sesaat.
Cindy memegang tangan Silvia dan menatapnya dengan dingin.
"Jangan lupa, aku bukan lagi putri Keluarga Gunawan, aku tidak akan membiarkanmu memukul dan memarahiku lagi."
Dia berkata dan langsung melepaskannya. Silvia yang awalnya meronta tiba-tiba terhuyung ke belakang karena Cindy yang melepaskan tiba-tiba.
"Ibu!"
Sinthia berseru dan buru-buru mengulurkan tangan untuk memegang Silvia yang hampir saja terjatuh. Dia menoleh untuk melihat Cindy dengan ekspresi tidak percaya.
"Kakak, bagaimanapun juga, Ibu adalah orang yang membesarkanmu, kenapa kamu langsung menyerang Ibu hanya karena tidak sependapat? Kamu ... kamu keterlaluan sekali!!"
Bahkan sampai saat ini, Sinthia masih berusaha keras untuk merendahkan Cindy.
Lagi pula tidak ada yang akan percaya karakter seseorang yang akan menyerang orang tua angkat yang sudah membesarkannya.
Cindy sangat bosan dengan pertunjukan munafik Sinthia, mengangkat matanya dan menjawab tanpa basa-basi.
"Matamu yang mana melihatku menyerang dia? Kamu sendiri buta, jangan berpikir orang lain juga buta sepertimu."
Mata Henri yang mendengar di samping penuh dengan senyuman.
Ternyata adik penurut dan lembut yang kelihatan mudah ditindas ini tidak sungkan dengan orang.
Bagus, memang layak menjadi anak dari Keluarga Kusnadi.
Henri mendengarkan dengan penuh minat, sedangkan Silvia sangat marah karena Cindy berani melawan, dia sudah membesarkannya, kalau dia mau memukulnya, maka Cindy harus membiarkannya memukulnya dengan patuh!
Alhasil dia tidak hanya berani melawan, tapi juga berani memarahi Sinthia, jadi dia tidak peduli ini adalah kediaman Keluarga Kusnadi, mendorong Sinthia dan bergegas ke arah Cindy.
"Gadis sialan! Dasar jalang ...."
Cindy melihatnya tanpa ekspresi, mundur selangkah dan hendak melakukan sesuatu, tapi tidak disangka seseorang lebih cepat darinya dan berdiri di depannya.
Punggung pria itu lebar dan tegak yang membuat orang merasakan aman.
Senyuman di matanya benar-benar sudah hilang saat ini, seluruh tubuhnya dipenuhi aura yang kuat, dingin dan mengerikan.
"Ini adalah rumah Keluarga Kusnadi, bukanlah tempat kamu bisa bertindak sembarangan."