Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 2

Jiran berpikir dia sudah memberinya pilihan terbaik, tidak disangka Cindy menatapnya dengan sangat dingin. "Tidak perlu." Dulu demi menyenangkan mereka, dia pernah belajar memasak, memijat, mengukir dan membuat jimat perlindungan untuk semua anggota keluarga, berusaha keras memperlakukan mereka dengan baik, tapi tidak pernah mendapatkan ketulusan dari mereka. Bahkan saat dia hampir mati demi Sinthia, dia masih tidak bisa mendapatkan perhatian mereka sedikit pun. Dia juga tidak membutuhkan keluarga seperti ini. Rona wajah Jiran sedikit jelek saat mendengar penolakannya tanpa ragu. Dia merasa Cindy benar-benar tidak tahu diri. Setelah meninggalkan Keluarga Gunawan, dia bisa punya kehidupan baik seperti apa? "Jiran, untuk apa membicarakan ini dengannya? Sekarang walaupun dia menyerahkan posisinya dan menangis untuk tetap tinggal di sini, keluarga kita juga tidak menginginkannya! Jangan berharap untuk mengambil satu barang pun dari Keluarga Gunawan!" Melihat ini, Sinthia melangkah maju seolah mau membujuk, tapi berbicara dengan suara yang hanya bisa didengar mereka berdua dengan nada yang sangat puas. "Kakak, tadi aku lupa memberitahumu. Kemarin Kak Yanto menyatakan perasaan padaku, kami berencana bertunangan beberapa hari lagi, aku tahu kakak selalu menyukai Kak Yanto, tapi kuharap kamu merestui kami." Cindy memandang wajah pamernya dan bertanya balik tanpa ekspresi, "Siapa yang memberitahumu aku menyukainya?" Sinthia kaget, jelas tidak menyangka reaksinya akan seperti ini. Berdasarkan bayangannya, saat mendengar orang yang disukai menyatakan perasaan padanya, bukankah Cindy seharusnya sangat sakit hati sampai berlutut dan menangis? Cindy memandangnya dengan tatapan melihat orang bodoh. "Walaupun kamu buta, aku akan merestui kalian. Bagaimanapun, setelah dua orang jahat bersama, maka tidak akan bisa menyakiti orang lain lagi." Bagus sekali. Mendengar perkataannya, pupil mata Sinthia menyusut dan hampir saja meledak. Cindy mengabaikannya dan menoleh untuk melihat anggota Keluarga Gunawan lain. "Aku akan mengembalikan semua biaya yang sudah kalian keluarkan untukku dari kecil. Mulai sekarang, aku tidak ada hubungan apa pun dengan keluarga kalian." Keluarga Gunawan mempermainkan nasibnya, dia memutus hubungan dengan semua ini. Semua penderitaan yang dia adang untuk Sinthia dari dulu, kelak akan dia kembalikan dua kali lipat pada Sinthia. Dia akan ayar kembali semua biaya dan mengembalikan semua budi Keluarga Gunawan. Menyelesaikan semua budi dan hubungan. Kelak walaupun dia melakukan sesuatu pada Keluarga Gunawan, dia juga tidak akan menanggung utang karma. Dia melihat gelang yang dipakai Sinthia lagi. "Kamu tidak akan bisa memiliki gelang ini. Tak lama lagi, aku akan membuatmu berinisiatif mengembalikannya padaku." Setelah mengatakan ini, Cindy berjalan keluar dari pintu vila Keluarga Gunawan tanpa ragu. Silvia melihat punggungnya, sangat marah sampai tidak bisa berkata-kata. "Lihatlah, memang orang yang tidak tahu berterima kasih! Jika bukan karena Sinthia, aku sudah lama mengusirnya!" Sinthia memeluk lengannya untuk menghiburnya, "Kakak pasti tidak bisa menerima karena tiba-tiba tahu dia akan dikirim kembali ke tempat yang sangat miskin, Ibu jangan marah padanya lagi." "Kamu itu terlalu baik hati." Silvia menatap putrinya tidak berdaya, lalu melihat ke arah Cindy dan mengomel. "Sudah ditabrak seperti itu saja tidak mati atau terluka, dia mungkin reinkarnasi suatu monster, untungnya kita memanfaatkan kesempatan ini untuk mengusirnya, kalau tidak, tidak tahu bagaimana dia akan mencelakai keluarga kita." "Sudah, jangan bicara lagi," kata Petrus dengan serius dan mengakhiri topik pembicaraan ini. Yang tidak diketahui keempat anggota Keluarga Gunawan adalah, sewaktu Cindy melangkah keluar dari taman Keluarga Gunawan, terik matahari yang awalnya mengelilingi Keluarga Gunawan seolah tertutup awan gelap, suhu di sekitarnya juga menjadi sedikit lebih dingin. Di sudut yang gelap, terdengar suara gemerisik tertawa dan berdiskusi. "Dia pergi, dia akhirnya pergi." "Rumah ini milik kita. Hihi." ... Sinar matahari bulan Juni membawa suhu yang terik. Cindy berjalan sampai ke gerbang depan area vila, tidak hanya tidak merasakan panas sedikit pun, bahkan tidak ada setetes keringat pun di keningnya. Dia mengambil ponsel dari sakunya, Petrus sudah memberinya informasi kontak orang tua kandungnya, hanya saja dia belum menghubunginya. Cindy tidak tahu banyak informasi mengenai orang tua kandungnya. Namun sudah pasti tidak kaya karena tinggal di pegunungan. Ujian masuk perguruan tinggi baru saja berakhir. Kelak masuk kuliah, kalau orang tua kandungnya tidak punya uang untuk membiayainya, dia juga bisa mencari cara untuk menghasilkan uang sendiri. Adapun kemungkinan akan dijual dan dinikahkan setelah kembali, Cindy sama sekali tidak khawatir dengan ini. Seharusnya tidak ada seorang pun di dunia ini yang bisa menjualnya. Cindy berpikir sambil mencari nomornya dan hendak menekan tombol panggil, lalu terdengar suara mobil melaju tidak jauh dari sana. Dia mendongak dan melihat di jalan yang ditumbuhi pepohonan tak jauh dari situ, belasan mobil Maybach hitam melaju perlahan menuju arah sini. Kawasan vila Keluarga Gunawan bukanlah kawasan vila terbaik di kota, tapi biasanya banyak juga mobil mewah yang lalu lalang. Cindy berpikir ini adalah pergerakan bos-bos kaya di kompleks dan hendak berpindah posisi agar tidak menghalangi jalannya. Tidak disangka begitu berjalan ke samping, dia melihat belasan Maybach berhenti di depannya dan membentuk dua antrean di depannya. Lalu pintu terbuka, sopir berjas hitam dan memakai sarung tangan segera keluar dari mobil dan berdiri dalam dua baris. Jelas sudah terlatih, lalu seorang dari mereka dengan hormat membuka pintu kursi belakang mobil di tengah. Cindy mengangkat alisnya dan melihat sepasang kaki panjang yang memakai celana panjang abu-abu tua melangkah keluar. Pria itu keluar dari mobil, dia tinggi dan besar, memakai setelan jas dengan warna yang sama dan membuat wajahnya yang tampan terlihat semakin elegan. Pria itu memandangnya dan perlahan menghampirinya, lalu berbicara dan suaranya sangat enak didengar, "Cindy Gunawan?" Cindy melihat di antara alis pria itu agak mirip dengannya, samar-samar bisa menebak identitasnya, "Ya, itu aku." Pria itu melirik layar ponselnya yang masih di halaman panggilan, mendecakkan lidah, mengulurkan tangannya dan tiba-tiba mengklik tombol memanggil untuknya. Lalu nada dering merdu terdengar dari sakunya, dia mengambil ponselnya dan menunjukkan nomor penelepon ke depan Cindy, menyesuaikan tinggi badannya, sedikit membungkuk sambil tersenyum tipis. "Pertama kali bertemu. Aku adalah kakakmu. Henri Kusnadi." Cindy, "..." Cindy menatap kakak yang sangat tampan di depannya dengan tenang, lalu melihat ke arah mobil di belakang dan sopir yang tampaknya terlatih. "Aku dengar orang tuaku tinggal di pegunungan ...." Artinya adalah kamu tidak mirip keluargaku. Henri mengira dia mau bilang apa, hanya berkata, "Kampung halaman memang di pegunungan." Setelah berhenti, dia menambahkan, "Tapi gunung itu adalah milik keluarga kita." Cindy, "..." Jadi keluarga kandungnya tidak hanya tidak miskin, melainkan ... memiliki satu gunung? Siapa yang bisa memiliki satu gunung? Apakah negara mengizinkannya?

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.