Bab 19
Nindi berdiri di tempatnya dan menatap mereka dingin.
'Apa kalian masih mengiraku adalah Nindi yang dulu?'
Tidak pernah sekalipun bertanya apa pendapatnya, dengan entengnya mereka bilang semua masalah selesai begitu saja. Seolah itu adalah tawaran yang besar untuknya.
Dia tidak menginginkannya lagi.
Leo merasa sedikit cemas, tidak berani menatap mata Nindi. Dia menunggu Nando untuk turun tangan.
Sebagai kepala keluarga, Nando berkarta, "Nindi setelah pertandingan ini, kamu telah membuktikan kemampuanmu. Pada masa depan posisi kamu di Tim E-Sport nggak akan tergantikan."
Seharusnya Nindi merasa senang dengan tawaran itu, kan?
Sania tampak tidak suka.
Dia tidak rela.
Meskipun dia sudah berusaha keras, mengapa Nindi selalu bisa merebut posisinya?
Meskipun dia tidak berbakat, tetapi usahanya tidak kalah dibandingkan Nindi.
Leo juga menatap Nindi penuh harap. Dia mungkin tidak berkata lagi, tetapi dia juga berharap Nindi bergabung dengan Tim E-Sport LeSky Gaming.
Mereka sudah memberi jalan, Ningsih seharusnya tak lagi bersikap keras kepala, 'kan?
Nindi menatap mereka dengan dingin, "Aku nggak mau."
Leo kecewa, "Kenapa?"
"Aku setuju untuk bergabung tadi hanya untuk mendapat permohonan maaf dari seseorang yang sudah menghina orangtuaku, itu saja."
"Kamu sudah diam-diam berlatih, 'kan? Bukankah itu artinya kamu ingin kembali?"
Nindi tidak tiba-tiba menjadi sehebat ini.
Dia diam-diam berlatih, kalau bukan untuk kembali... lantas untuk apa?
Leo tidak percaya pada kata-kata Nindi dan menatapnya dengan tajam.
Nindi dengan tenang berkata, "Bukan."
Jawaban itu membuat Leo tidak enak hati. Dia tidak tahan lagi dan akhirnya bertanya, "Nindi, apa aku harus meminta maaf padamu secara langsung agar kamu mau memaafkanku?"
Nindi menghentikan langkahnya, "Ini bukan persoalan maaf atau tidak. Hanya saja, yang perlu kalian ketahui ... di dunia ini tidak hanya ada satu Tim E-Sport Keluarga Lesmana saja."
Dia mencintai kompetisi, tetapi tidak akan terikat pada LeSky Gaming lagi.
Ucapan Nindi sudah sangat jelas.
"Kak Nindi, aku tahu orang yang kamu benci adalah aku!"
Sania tiba-tiba berteriak, suaranya terdengar bergetar karena menahan tangis.
Semua orang melihat ke arah Sania.
Sania berjalan ke hadapan Nindi dan berkata dengan lirih, "Kak Leo sebenarnya sangat berharap kamu bisa bergabung dengan Tim E-Sport. Jika keberadaanku membuatmu nggak senang, maka aku akan segera keluar dari Tim E-Sport dan nggak akan bersaing denganmu untuk posisi ini!"
Nindi muak dengan perempuan ini, "Sebaiknya kamu diam dan nggak perlu ikut campur! Aku nggak mau bergabung dengan tim ini lagi bukan karena kamu dan nggak ada hubungannya dengan siapa pun."
"Kamu jangan terlalu percaya diri Sania."
"Aku tahu, kamu masih marah. Maaf karena aku terlalu percaya diri merebut posisimu. Aku pikir bisa mengambil kesempatan yang kamu tidak inginkan, bisa berusaha membuktikan diri dan bisa memberikan kontribusi kepada Keluarga Lesmana. Sayangnya aku terlalu bodoh!"
Sania bicara sambil terus menangis dan itu membuat semua orang iba, kecuali Nindi.
Nando merasa sakit hati melihat Sania diperlakukan seperti itu, "Sania, ini kesalahan Kak Leo. Hal ini membuat Nindi marah dan nggak ada hubungannya dengan kamu."
Tiba-tiba Leo disalahkan lagi, ini membuatnya kesal.
Dia melihat Sania yang berpura-pura menyedihkan, tetapi dia hanya bisa diam. Dia sedikit menyesal telah membiarkan Sania bergabung dengan Tim E-Sport.
Sania hanya cocok menjadi adik yang manis dan tidak cocok untuk bekerja sama dalam tim!
Sania menatap Leo yang diam saja, dia lalu menggertakkan giginya. Tiba-tiba, Sania mengeluarkan pisau cukur alis dan mengarahkannya ke pergelangan tangannya. "Kak Nindi, kalau aku mati... aku nggak akan merebut posisimu lagi. Tenang saja!"
Nindi terkejut dan mundur. Apa Sania sudah gila?
Dia ikut atau tidak dalam tim, apa hubungannya dengan wanita ini?
Bukankah Sania adalah orang yang paling tidak ingin melihat dirinya bergabung dengan tim?
Sekarang Sania mengancam melukai dirnya sendiri untuk memaksa dia? Orang ini benar-benar sudah hilang akal!
Leo juga terkejut, "Sania! Tenanglah dulu, masalah ini nggak ada hubungannya denganmu."
Sania tersenyum getir, "Kak Leo, semua ini salahku! Mungkin sejak awal seharusnya aku nggak mengambil posisi Kak Nindi dan membuatnya marah. Lagi pula, selama bertahun-tahun aku sudah tinggal dengan layak di sini, aku sudah sangat puas, bahkan jika mati pun aku rela!"
Hati Leo langsung melembut, padahal tadi dia sempat kesal dengan Sania.
Nando dengan cemas menatap Nindi, "Nindi, apa kamu tega melihat adikmu terluka?"
Leo mengernyitkan dahi, meskipun dia tahu bahwa tindakan Sania ini salah.
Selama Nindi setuju untuk bergabung dengan tim mereka lagi, bukankah itu tidak masalah?
Nindi hanya perlu mengangguk setuju.
Nindi tidak terlalu peduli dan berkata, "Apa kalian nggak merasa ini nggak adil?"
Nando terkejut, "Apa maksudnya?"
"Pertama, aku sudah bilang dengan jelas bahwa aku tidak mau bergabung bukan karena tidak menyukai seseorang. Kedua, Sania menggunakan ancaman melukai diri untuk memaksaku, apa bedanya dengan aku mengancam bunuh diri untuk memaksa King Master untuk menikah denganku?"
Ucapan Nindi benar.
Semua yang ada di sana setuju dengan ucapan Nindi barusan, tetapi semuanya memilih untuk tetap diam.
Leo lalu berkata, "Bagaimanapun juga, Sania adalah keluarga kita."
"Meski Sania sangat buruk dalam bermain game dan nggak bertanggung jawab, dia tetaplah adik kita."
"Apa itu ada hubungannya denganku? Sania mau melukai diri sendiri atau bunuh diri, itu nggak ada hubungannya denganu! Jangan main-main dengan ikatan keluarga!"
"Nindi, ayahnya pernah menyelamatkan nyawamu! Bagaimana bisa kamu tega membuatnya seperti ini?!"
Leo sangat marah, dia menampar Nindi dengan keras.
Nindi tidak menyangka, Leo akan memukulnya seperti ini!
Selain Brando yang suka memukulnya, kakak-kakak lainnya tidak pernah melakukan kekerasan terhadap Nindi.
Untungnya tamparan itu belum mendarat di pipi mulus NIndi.
Cakra segera menghalangi tangan Leo, dengan ketus dia berkata, "Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak, ini sudah termasuk kekerasan kedua yang kalian lakukan. Sesuai dengan ketentuan hukum, pihak yang terlibat dapat melaporkan ke polisi dan mengajukan perlindungan kebebasan pribadi."
Nindi tertegun saat melihat Cakra membelanya.
'Kenapa dia ada di sini?'
Leo menggertakkan giginya, "Siapa kamu? Ini urusan keluarga kami! Kamu hanya orang asik dan nggak berhak ikut campur!"
Nando mengenali siapa Cakra, tetapi tidak menyangka bahwa orang tersebut akan muncul di sini.
Cakra dengan tenang berkata, "Aku memang orang asing! Tapi aku nggak bisa diam saja, saat kalian bertindak kasar pada anggota keluarga kalian!"
Tatapannya dingin dan penuh ancaman. Mereka sudah dua kali melakukan kekerasan pada gadis ini.
Dia tidak bisa menahan lagi.
Nando mengerutkan kening dan berkata, "Dokter Julian, kamu sudah salah paham. Kali ini masalahnya berbeda."
"Apanya yang berbeda? Adik angkat kalian ini selalu menjadi biang masalah! Dia tadi menghilang dan bersikap ceroboh. Berkat adik kandung kalian yang bernama Nindi ini kalian bisa memenangkan pertandingan dan membuat lawan dengan tulus meminta maaf. Kenapa kalian nggak bisa memperlakukan dia dengan baik sekali saja, sih? Kalian bahkan hampir memukulnya? Apa kalian nggak malu?"
Nando langsung terdiam, baru menyadari bahwa tindakan terhadap Nindi memang berlebihan!
Dia melihat Nindi dengan sedikit rasa bersalah, "Nindi, saya bukan maksud seperti itu, saya hanya tidak ingin Sania bertindak impulsif dan melakukan hal bodoh yang menyakiti dirinya sendiri!"
Nindi mengerutkan bibirnya.
Cakra dengan nada mengejek berkata, "Nggak ingin adik angkat terluka, jadi kalian memilih untuk melukai adik kandung kalian? Alasan konyol macam apa ini?"
Rasa bersalah di dalam hati Nando semakin besar. Dia segera menatap Leo tajam, "Cepat minta maaf pada Nindi! Siapa yang menyuruhmu bertindak sejauh itu?!"
Nando bahkan tidak mengerti dengan jalan pikiran Leo.
Leo tertegun di tempatnya, dengan canggung menurunkan tangannya.
Dia juga tidak menyangka, hampir memukur Nindi, "Aku hanya terlalu marah mendengar ucapanmu tadi, jadi aku ..."
Kata-katanya terhenti. Dia tidak tahu kenapa bisa marah sebesar itu. Seperti biasa, dia berharap Nindi tidak akan mempermasalahkannya, sama seperti dulu.
Apa pun yang dia lakukan kepada Nindi sebelumnya, anak ini tidak pernah mempermasalahkannya.
Kali ini, seharusnya sama.
Setidaknya dia tidak akan melakukannya lagi di masa depan.
Tamparan ini mungkin tidak ada apa-apanya, jika dibandingkan luka yang ada di hatinya.
Tatapannya penuh dengan amarah, "Jadi, apa yang kamu mau?"
Nindi baru menyadari kalau dia hanya menjadi sasaran kemarahan Kak Leo, sehingga pria ini selalu menganggapnya remeh.
"Permintaan maaf seharusnya dilakukan dengan sikap yang benar."
Cakra menggenggam tangan Nindi, lalu melayangkan tamparan keras ke wajah Leo.