Bab 15
Nindi berkata dengan tenang, dia benar-benar ingin meninggalkan rumah ini.
Leo menghardiknya, "Baiklah, pergi saja dari rumah ini! Aku ingin lihat, apa kamu bisa bertahan hidup setelah meninggalkan Keluarga Lesmana!"
Nando kehabisan kesabarannya, "Cukup, apa maksudmu Leo?"
"Kak Nando, Nindi yang menginginkan untuk meninggalkan rumah ini, dia yang nggak ingin tinggal dengan kita lagi!"
Kilat mata Leo terlihat sangat marah.
Dia sudah berusaha meminta maaf jika Nindi masih ingin meninggalkan rumah ini, apa dia ingin membuat kakaknya berlutut dan mengakui kesalahan sebelum merasa puas?
Sania segera datang untuk meredakan suasana, "Kak Leo, jangan marah ya? Kak Ningsih pasti hanya asal bicara. Dia nggak ingin membantuku di jam les tambahan, aku nggak apa-apa. Lagi pula ada guru les, aku sudah sangat culup terbantu."
Leo menatap Nindi dengan tajam, "Lihat betapa pengertian Sania! Sekarang lihat dirimu sendiri, apa kamu nggak pernah merenung kesalahanmu?"
"Kak Leo, sudah lah! Ayo kita pergi, aku masih ada beberapa pertanyaan tentang permainan yang ingin aku tanyakan padamu."
Sania segera pamit pada Nando, "Kak Nando, kami pergi dulu."
"Pergilah."
Nando menatap sedih ke arah Sania yang selalu pengertian, seketika hatinya menjadi lebih lembut.
Sania sebenarnya bukan anggota Keluarga Lesmana, tetapi demi pelatihan Tim E-Sport prestasinya menurun begitu banyak.
Saat terjadi konflik di tengah keluarga, dia selalu berusaha mendamaikan suasana.
Jika dibandingkan dengan perilaku Nindi, Sania terlihat lebih dewasa.
Nando menatap Nindi dengan kecewa, "Jangan terlalu memikirkan kata-kata Kak Leo, kamu tetaplah anggota Keluarga Lesmana."
Nindi dengan tenang menjawab, "Aku rasa lebih baik tetap keluar dari sini."
Nando tiba-tiba menjadi marah lagi, "Nindi, sebenarnya kamu mau bagaimana agar kita bisa hidup bahagia seperti dulu?"
Seperti dulu?
Nindi langsung teringat kenangan keluarga mereka di masa lalu.
Nindi tampak enggan untuk menjawab pertanyaan Nando.
Dia masih kecewa.
Nindi tersenyum getir, "Sudah nggak bisa."
Setelah dia menjawab, dia langsung pergi ke kamarnya di lantai atas.
Dia tidak akan pernah mau lagi berbuat bodoh, di mana dia rela mengorbankan segalanya dengan rendah hati, hanya untuk diabaikan dan akhirnya dibuang.
Itu tidak akan terulang!
Setelah kejadian ini, Nindi terjebak dalam perang dingin dengan saudara-saudaranya di rumah.
Mereka sudah lama tidak bicara.
Bagi Nindi, itu justru memberikan ketenangan. Akhirnya, dia tidak perlu lagi berdebat dengan mereka.
Babak Penyisihan Ulang Tim E-Sport akan segera dimulai, tepatnya pada hari Sabtu nanti.
Selama beberapa hari ini, Sania tidak masuk kelas dengan alasan sakit. Padahal Nindi tahu bahwa Sania sedang mempersiapkan diri untuk pertandingan.
Nindi menjalani hari-harinya dengan tenang, makan sendiri, pergi sekolah sendiri, dan hidupnya sama sekali tidak terganggu.
Tanpa diduga, Nando tiba-tiba datang ke sekolah dan memberikannya tiket, "Pertandingan sore ini, kamu juga boleh menontonnya. Ini juga bisa dianggap sebagai dukungan untuk keluarga."
Nindi segara menjawab, "Aku tahu."
Nando melihat dia tidak bertanya sama sekali tentang persiapan pertandingan, bahkan terkesan tidak peduli. Jika dibandingkan dengan sikap Sania yang bahkan sampai izin tidak masuk ke sekolah demi pertandingan, Nando merasa semakin kecewa dengan Nindi.
"Nindi, kamu akan mengerti niat baik kami ketika kamu tumbuh dewasa nanti."
Nando juga tidak banyak bicara dan segera pergi dari sana.
Nindi langsung kehilangan selera makannya.
Dia meletakkan sumpitnya dan tekadnya untuk keluar dari itu semakin kuat.
Dia mengambil tiket pertandingan dan sudah berniat pergi menonton.
Dia ingin menyaksikan sendiri bagaimana Tim E-Sport Kak Leo gagal tanpa bantuan Nindi.
Nindi mengambil tiket pertandingan dan mengirimkannya kepada Cakra, "Aku akan pergi menonton pertandingan sore ini, jadi aku nggak datang bermain game."
Sebelum ini, Nindi sudah janji untuk bermain game di akhir pekan.
Cakra membalas dengan cepat, "Baiklah."
Ketika dia membalas pesan, ada seseorang yang mendekat. Orang itu berusaha melihat isi percakapan, tetapi tetap tidak berhasil melihatnya.
Zovan menepuk dadanya sambil mengeluh, "Aku lihat sebentardong! Jangan pelit amat!"
Cakra mendelik, "Sudah bosan hidup ya?"
"Eh, eh, serius banget sih? Aku sudah bilang padamu, kalau kamu memang merasa bersalah sebaiknya memberi dia ganti rugi. Kenapa kamu repot-repot terus mengawasi dia begini?"
Cakra yang sibuk dengan ponselnya, tampak berpikir sejenak.
Dia lalu menjawab, "Aku ingin menemaninya tumbuh, menemani dia keluar dari kegelapan, sampai dia bisa hidup dengan bebas."
Zovan berkata dengan sinis, "Sampai dia dewasa? Apa kalian berdua akan pacaran, menikah dan punya anak?"
Cakra mengerutkan alisnya, "Kurang lebih begitu."
"Orang tuanya sudah meninggal dan kakak-kakaknya tidak adil dan tidak dapat diandalkan. Dia sangat kesepian."
Cakra segera mengalihkan topik, "Apa kamu tiket untuk pertandingan sore ini?"
"Apa kamu juga tertarik untuk menonton Babak Penyisihan Ulang? Aku ingat adikmu langsung melaju ke final!"
"Jangan sembarangan omong! Sebelum pertandingan, perlu menyusun strategi ulang."
Dia menatap ke luar jendela, memandang langit yang mendung dan dalam hatinya berbisik, 'Setidaknya aku akan berada di sisinya, sampai dia tak lagi membutuhkanku.'
Dia tidak akan mengalami kehidupan yang sulit seperti ini, jika kedua orangtuanya masih hidup.
…
Nindi langsung pergi ke tempat pertandingan Tim E-Sport.
Dia melihat banyak penggemar di luar. Beberapa ada yang membawa spanduk, termasuk penggemar LeSky Gaming.
Terlihat juga beberapa penggemar Sania.
Berkat promosi dari perusahaan Kak Brando, Sania kini dianggap sebagai seorang pemain game yang cukup dikenal.
Masih muda, pintar berkata manis, dan bisa berpura-pura ramah untuk menenangkan hati orang.
Trik ini sangat berhasil, terutama di dunia siaran langsung yang selalu mengandalkan pencitraan.
Nindi melihat sekilas tulisan di spanduk yang dibawa oleh penggemar. Dulu, dia juga membeli banyak merchandise dari LeSky Gaming, membagikan banyak informasi tentang tim E-Sport dan aktif mengelola grup penggemar.
Nindi langsung mengalihkan pandangannya, mengambil tiket dan langsung masuk ke dalam arena pertandingan.
Setelah duduk di kursinya, dia menatap tempat duduk pemain di atas panggung. Kenangan masa lalu tiba-tiba menyeruak dalam pikirannya.
Pada kehidupan sebelumnya, dia adalah orang yang duduk di kursi itu dan berjuang keras untuk memenangkan Babak Penyisihan Ulang.
Kemenangan yang susah payah dia dapatkan.
Lawan mereka waktu itu memiliki kemampuan yang sangat stabil dan konsisten.
Tidak seperti Kak Leo. Mungkin dia memiliki kemampuan teknis yang cukup baik, tetapi sering kehilangan kendali di tengah pertandingan dan membuat ritme tim menjadi kacau.
Apalagi, Kak Leo adalah tipe orang yang arogan. Dia terlalu sombong dan sangat sulit mendengarkan saran orang lain.
Tidak lama setelah itu, tim-tim yang berpartisipasi mulai memasuki arena pertangingan.
Para penggemar berlomba berteriak keras untuk mendukung jagoan mereka masing-masing.
Nindi duduk dengan tenang di tempatnya, melihat Leo dan Sania berjalan ke tempat duduknya. Kedua orang itu mengenakan seragam tim, terlihat seperti kakak adik sungguhan.
Nindi melihat air muka Kak Leo tidak begitu baik.
Nindi menyadari bahwa Kakak Nando dan Kakak Brando tidak ada, ada apa ini?
Bukankah mereka selalu ikut mendampingi latihan tim dan berencana hadir di pertandingan penyisihan ini?
Di atas panggung, wajah Leo memang terlihat biasa saja. Dia tidak menyangka Kak Nando dan Kakak Brando mendadak batal ikut pertandingan ini, yang mengakibatkan rencananya berantakan.
Sania dengan perhatian berkata, "Kak Leo, Kak Nando dan Kak Brando sedang menghadapi situasi darurat di perusahaan yang harus ditangani. Nggak ada cara lain, karena mereka semua adalah pemimpin perusahaan dan bukan atlet profesional."
"Kamu tahu apa? Kita sudah berlatih bersama begitu lama, sekarang mereka bilang tidak datang. Lantas, bagaimana kita bisa memenangkan pertandingan hari ini?"
"Kak Leo, anggota tim kita semua cukup unggul dan kita sudah berlatih bersama. Saat kita beker jasama nanti, pasti kita nggak akan kalah."
Meskipun Sania diabaikan oleh Leo, dia tetap sabar dan berbicara dengan lembut.
Baginya, momen seperti ini adalah kesempatan emas untuk menunjukkan kesetiaannya kepada Leo. Membuat dirinya terlihat lebih berharga daripada Nindi, sang adik kandung.
Kemudian perlahan-lahan menggantikan posisi Nindi sebagai adik perempuannya.
Leo tetap merasa kesal, tetapi pada saat itu tidak ada cara lain. Tiba-tiba dia teringat Nindi, "Sania, menurutmu jika Nindi datang untuk bertanding saat ini, apa itu akan lebih baik?"
Sania di wajahnya langsung sirna. Di dalam hatinya, Sania merasa sedikit marah. Kenapa lagi-lagi harus membicarakan wanita Nindi?
Apa semua usaha dia selama ini kurang? Dia bahkan sampai harus izin untuk berlatih demi pertangingan hari ini dan usahanya tidak sebanding dengan Nindi.
Sania melihat seseorang yang dia kenal di antara penonton.
"Kak Leo, Kak Nindi datang untuk menonton pertandingan kita."
Nindi memperhatikan Sania yang melihat ke arahnya, karena para penggemar di sampingnya mulai berteriak.
Ketika Leo melihat Nindi, matanya langsung bersinar.
Akhirnya dia datang.