Bab 189
Sejak Ayah dan Ibu pergi, aku tidak pernah lagi merasa pahit saat minum obat, sebab tidak ada lagi yang memberiku gula batu untuk dimakan. Selain itu, aku juga tidak lagi makan gula batu.
"Ini sangat manis." Mario mengangkat gula lagi sambil menyentuhkannya ke bibirku, seolah-olah sedang menggodaku.
Akhirnya aku membuka mulut, tetapi saat gula masuk ke mulutku, air mata tiba-tiba membanjir hingga menetes.
"Kenapa masih menangis?" Tangannya jatuh di wajahku untuk mengelap air mataku.
Lebih baik Mario tidak bicara. Makin dia bicara, aku makin sedih hingga air mata makin sulit untuk dihentikan.
Mario buru-buru mengelapnya untukku, akhirnya dia mengambil cangkir dari tanganku, lalu meremas tanganku sedikit, "Kalau obatnya pahit, nggak usah diminum."
Usai dia pergi, aku juga menyembunyikan wajahku di telapak tangan ...
Setelah menangis sebentar, hatiku menjadi lebih lega. Termometer di ketiakku juga berbunyi untuk menandakan pengukuran suhu selesai.
Aku mengeluarkan termometer, 38 derajat 2
Locked chapters
Download the Webfic App to unlock even more exciting content
Turn on the phone camera to scan directly, or copy the link and open it in your mobile browser
Click to copy link